Penjelasan Tentang Pakaian Wanita Di Hadapan Muhrimnya Dan Sesama Wanita

4 menit baca
Penjelasan Tentang Pakaian Wanita Di Hadapan Muhrimnya Dan Sesama Wanita
Penjelasan Tentang Pakaian Wanita Di Hadapan Muhrimnya Dan Sesama Wanita

Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, dan kepada keluarga dan sahabat seluruhnya. Pada masa permulaan Islam para wanita yang beriman telah mencapai puncak kesucian dan penjagaan akhlak, memiliki sifat pemalu dan sopan, berkat keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, mengikut al-Quran dan hadis.

Pada masa itu wanita memakai pakaian yang yang menutup aurat. Tidak dikenal dalam perkumpulan mereka kebiasaan membuka aurat di hadapan wanita lain atau muhrimnya. Dengan berpegang teguh kepada hadis yang lurus segala puji bagi Allah perbuatan wanita tersebut berlaku dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kemudian unsur kerusakan dalam berpakaian dan akhlak masuk menyerang wanita dengan berbagai sebab. Bukan waktunya untuk membahasnya panjang lebar sekarang.

Melihat banyaknya pertanyaan yang masuk ke Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa tentang batasan pandangan wanita terhadap wanita lain serta hal yang berkaitan dengan batasan berpakaian, maka komite menjelaskan kepada segenap wanita muslimah bahwa mereka wajib berakhlak dengan sifat malu, yang telah dijadikan oleh Nabi shallahu alaihi wa sallam bagian dari iman bahkan menjadi cabang dari iman.

Di antara sifat malu yang diperintahkan sesuai syariat dan adat adalah menutup aurat dan berpakaian yang sopan serta berakhlak dengan sifat yang menjauhkan dari hal yang menimbulkan fitnah dan keraguan.

Secara eksplisit Al-Quran telah menunjukkan bahwa wanita dilarang menampakkan perhiasannya kecuali kepada muhrimnya, seperti kebiasaan membuka aurat ketika di rumah dan saat bekerja, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ

“Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam” (QS. An-Nuur: 31) Ayat al-Quran.

Ini adalah teks al-Quran sebagaimana juga dijelaskan oleh hadis, begitu pula praktek yang dilakukan para istri Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, istri para sahabat dan pengikutnya yang baik sampai masa sekarang Dan hal yang berlaku untuk membuka perhiasan sebagaimana disebutkan dalam ayat adalah hal yang biasa berlaku di rumah, dan saat bekerja yang terasa sulit untuk menghindarinya seperti membuka penutup kepala, dua tangan, leher, dan dua telapak kaki.

Membuka aurat seluas-luasnya, selain tidak ada dalil dalam al-Quran dan hadis yang membolehkan, juga menjadi pintu fitnah bagi wanita dan sesamanya, dan itu ada di kalangan mereka. Juga menjadi contoh buruk bagi wanita lain, karena hal tersebut menyerupai orang kafir dan wanita tuna susila, dan telah disebutkan dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka”

Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dan Abu Dawud dan dalam Sahih Muslim dari Abdullah bin `Amr,

أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى عليه ثوبين معصفرين، فقال: إن هذه من ثياب الكفار فلا تلبسها

“Bahwasanya Nabi shallallahu `alaihi wa sallam melihat ia memakai dua pakaian yang berwarna kuning, maka beliau berkata: “Sesunguhnya ini jenis pakaian dari pakaiannya orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.”

Dan dalam Sahih Muslim diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam juga bersabda,

صنفان من أهل النار لم أرهما: قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس، ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة، لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها، وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia. Dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”

Makna “Kasiyat A’riyat” adalah wanita yang memakai pakaian tapi tidak menutup auratnya. Ia sebenarnya telanjang, seperti orang yang memakai pakaian tipis yang transparan kulitnya atau pakaian yang sempit yang terlihat lekuk badannya atau baju pendek yang tidak menutup sebagian anggota tubuhnya.

Seharusnya wanita muslimah itu berkomitmen mengikuti para istri Rasul dan istri para sahabat radiyallahu anhunna, senantiasa menutup aurat dan berpakaian sopan karena itu dapat terhindar dari fitnah dan menjaga jiwa dari pengaruh hawa nafsu yang menjerumuskan kepada perbuatan keji.

Begitu juga wanita muslimah wajib menghindari berpakaian yang menyerupai orang kafir dan wanita tuna susila, hal yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengharap pahala dari Allah serta takut kepada siksa Allah.

Begitu juga wajib bagi orang muslim yang memiliki tanggung jawab kepada wanita untuk takut kepada Allah dengan tidak membiarkan para wanita memakai pakaian yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya seperti pakaian yang terbuka, transparan dan mengundang fitnah. Kaum lelaki hendaknya sadar bahwa mereka adalah pemimpin dan bakal dimintai pertanggungjawabannya kelak pada hari kiamat.

Semoga Allah memperbaiki kondisi umat Islam, dan memberi petunjuk kepada kita semua jalan yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Dekat dan Maha Mengabulkan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad serta kepada keluarga dan sahabatnya

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomer 21302

Lainnya

Kirim Pertanyaan