Wasiat Tidak Boleh Lebih Dari Sepertiga

5 menit baca
Wasiat Tidak Boleh Lebih Dari Sepertiga
Wasiat Tidak Boleh Lebih Dari Sepertiga

Pertanyaan

Ayah saya, Zuwaid bin Rasyid bin Zuwaid, telah meninggal dunia dan mewariskan sebuah kebun kurma di kota al-Ha’ir dan beberapa rumah di Riyadh. Ayah saya telah mewakafkan keuntungan harta peninggalan tersebut untuk dibelikan hewan kurban. Karena saya tidak bisa baca-tulis, saya sulit mengurus keuntungan wakaf ayah saya tersebut. Ayah saya tidak memiliki harta yang lain dan tidak meninggalkan apa-apa kecuali harta yang beliau wakafkan tersebut. Saya mohon kepada yang mulia untuk menunjuk seseorang untuk mempelajari semua dokumen terkait peninggalan ayah saya berupa kebun kurma dan beberapa rumah. Saya juga memohon agar diberi penjelasan tentang apa yang harus saya lakukan dalam hal ini.

Adapun dokumen-dokumen yang saya maksudkan adalah sebagai berikut:

1. Bismillahirrahmanirrahim (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Telah hadir di tempat saya Zuwaid bin Rasyid. Dalam kondisi badan dan akal yang sehat dia memutuskan untuk mewakafkan hasil kebun kurmanya yang ada di bagian bawah Syu`aib Gharabah di dekat Laha kota al-Hayir.

Ayah saya menetapkan agar hasil kebun kurmanya tersebut digunakan untuk membeli enam hewan kurban dan dibagi kepada enam bagian dengan perincian sebagai berikut: satu ekor untuk dia, satu ekor untuk ayahnya, satu ekor untuk ibunya, satu ekor untuk saudaranya yang bernama Husain, satu ekor untuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan satu ekor untuk dua saudari perempuannya, Sarah dan Fatimah.

Semuanya berjumlah enam hewan kurban yang dibeli dari hasil kebun kurmanya dan disembelih setiap tahun untuk selamanya. Wasiat di atas mencakup kebun kurma dan apa yang ada di dalamnya. Dia berwasiat juga untuk memberikan dua kebun kurma kepada istrinya, Syama binti Ibrahim al-Dulaihi, ketika kedua pohon itu masih sangat muda.

Dia mencatatkan kedua pohon kurma itu untuk istrinya, Syama binti Ibrahim al-Dalihi, sejak ditanam pertama sekali. Dia juga memberikan satu pohon kurma yang berwarna kemerahan yang terletak di arah kiblat. Dia memberikan kepadanya ketika menikahinya sebagai istri kedua, setelah dia menikahi putri Muhammad bin Bakhit.

Masing-masing keduanya juga mendapatkan satu hewan kurban setiap tahun untuk selamanya. Zuwaid mewakilkan pengurusan hewan kurban tersebut kepada anaknya, Ubaid bin Zuwaid, dan selanjutnya diurus oleh anak-anak Ubaid. Penulisan wasiat ini disaksikan oleh Farraj bin Husain, Mardhi bin Tsabit dan Abdul Hadi bin Qurusy. Dan penulisnya, Abdurrahman bin Abdul Aziz bin Syibrin, juga menyaksikan keputusan Zuwaid bin Rasyid ini. Wa shallallahu `alaa Nabiyyina Muhammad. Dikeluarkan pada tanggal 17/11/1373 H.

2. Bismillahirrahmanirrahim. Hasna’ binti Fahd bin Mansur Alu Hasan menyatakan bahwa dia telah menjual sepetak tanahya yang terletak di Zhahrah Manfuhah kepada Zuwaid bin Rasyid bin Zuwaid dengan harga sebesar 250 Riyal. Dia telah menerima uang pembayarannya secara kontan. Tanah yang dijual tersebut, di arah kiblat berbatasan dengan tanah Masy`an, di arah utara berbatasan dengan Sa`ad bin Majid, di arah timur berbatasan dengan jalan raya, dan di arah selatan berbatasan dengan tanah kosong. Jual beli tersebut sah dan mengikat. Pernyataan Hasna’ ini disaksikan oleh Abdul Aziz al-Tuwaijiri, seorang penduduk al-Qassim, dan ditulis serta disaksikan oleh Abdurrahman bin Abdullah bin Faryan. Wa shallallahu wa sallama `alaa Muhammad wa aalihi wa shahbih. Dikeluarkan pada tanggal 29/8/1380 H.

Bismillahirrahmanirrahim. Zuwaid menyatakan bahwa setelah dia membangun rumah di atas tanah tersebut, dia telah mewakafkannya dan itu termasuk dalam sepertiga dari hartanya. Dan sepertiga dari hartanya tersebut juga digunakan untuk membeli kurban yang disembelih setiap tahun, sedangkan selain dari sepertiga dari hartanya tersebut dimiliki sendiri setelah digabungkan dengan hartanya berupa kebun kurmanya yang ada di al-Hair.

Selain dari sepertiga hartanya tersebut, terdapat kebun kurma yang disebut dengan Gharabah digunakan untuk membeli dua ekor hewan kurban yang disembelih setiap tahun; satu ekor untuk ayahnya, Rasyid bin Zuwaid, dan putrinya, Sarah binti Rasyid; dan satu ekor lagi untuk ibu Zuwaid, Maudhi binti al-Bashri, dengan anaknya, Husain bin Mubarak al-Buri. Jika rumah dan kebun kurma tersebut menghasilkan keuntungan, maka keuntungan tersebut diberikan kepada anak-anak Zuwaid, dengan pembagian anak laki-laki mendapatkan satu bagian (1/3) dan anak perempuan mendapatkan dua bagian (2/3) selama anak-anak perempuannya itu masih hidup.

Dan untuk pengurusan ini, yang menjadi wakilnya adalah anak laki-lakinya, Abdullah. Dan pohon kurma Maktumiyyah beserta dua pohon kurma yang ada di sampingnya dikhususkan untuk orang-orang yang berpuasa. Buah dari ketiga pohon kurma tersebut dibagikan setiap hari Senin dan Kamis kepada mereka. Saksi atas penulisan wakaf ini adalah Nashir bin Sa`ad bin Jam’an dan Ibrahim bin Ali al-Qasumi. Ditulis dan disaksikan oleh Abdurrahman bin Abdullah bin Fariyan. Wa shallallahu ‘alaa Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Ditulis pada tanggal 15/10/1380 H.

3. Bismillahirrahmanirrahim. Zuwaid bin Rasyid bin Zuwaid menyatakan bahwa dia telah menjadikan rumahnya yang terletak di Zhahrah Manfuhah, sebelah selatan kota Riyadh, yang di arah kiblat berbatasan dengan jalan, sebelah timur berbatasan dengan rumah Mubarak bin Faiz, sebelah selatan berbatasan dengan rumah Hamdi bin Abdurrahman al-Syuwaidzi, sebelah utara berbatasan dengan rumah Husain bin Salih bin Tsabit, sebagai wakaf atas nama bapaknya sebagai ganti dari wakafnya berupa rumah yang terletak di kota al-Hariq. Dia juga menyebutkan bahwa rumah ayahnya yang terletak di al-Hariq telah dijual oleh ayahnya kepadanya dengan harga sepuluh riyal.

Mengingat penjualan dengan harga yang sangat murah tersebut berarti ayahnya telah menyumbangkan rumah itu kepadanya, karena harga sebenarnya mencapai lima ribu riyal, maka ayahnya juga memasukkan beberapa orang memiliki hak terhadap rumah tersebut. Orang-orang tersebut adalah kakeknya dari pihak ibunya, Muhammad bin Hamdi al-Bashri, `Aisyah binti Hamdi Alu Juraisyah, dan kakeknya, Zuwaid Rasyid.

Mereka mendapatkan dua ekor kurban dari keuntungan penyewaan rumah tersebut; satu ekor untuk Muhammad al-Bashri dan Aisyah yang telah disebutkan, dan satu ekor lagi untuk Zuwaid bin Rasyid Ali Sa`d dan Sa`iduh Ali Mas`ad. Kurban ini disembelih untuk mereka setiap tahun. Rumah ini terhitung dari sepertiga hartanya bersama rumah yang dia wakafkan untuk dirinya sendiri di Zhahrah, sedangkan sisa hartanya, selain dari sepertiga tersebut, dimasukkan ke dalam kebun kurma yang ada di kota al-Hair.

فَمَنْ بَدَّلَهُ بَعْدَمَا سَمِعَهُ فَإِنَّمَا إِثْمُهُ عَلَى الَّذِينَ يُبَدِّلُونَهُ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah dia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 181)

Saksi bagi pernyataan ini adalah penulisnya, Abdurrahman bin Abdullah bin Faryan. Wa shallallahu `alaa Nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Ditulis pada tanggal 10/8/1381 H.

Jawaban

1. Penanya menyebutkan bawa kedua orang tuanya tidak meninggalkan apa-apa kecuali sebuah kebun kurma yang terletak di al-Ha’ir dan dua rumah yang telah disebutkan.

2. Satu dokumen khusus untuk kebun kurma tercatat tertanggal 17/11/1373 H, dokumen kedua khusus untuk rumah yang dia wakafkan untuk ayahnya dan orang lain bersamanya tercatat tertanggal 15/10/80 H, dan dokumen ketiga khusus untuk rumah yang dia jadikan untuk dirinya sendiri dengan orang yang bersamanya tercatat tertanggal 10/8/81 H.

3. Dalam dokumen pertama disebutkan bahwa dia mewakafkan keuntungan dari kebun kurma yang ada di al-Ha’ir dan seterusnya. Dan di dalamnya disebutkan redaksi, “Wasiat di atas adalah untuk pohon kurma dan semua yang dihasilkannya.” Dan dalam dokumen kedua disebutkan bahwa dia mewakafkan rumah yang ada di Zhahrah Manfuhah dan itu adalah dari sepertiga hartanya. Di dalamnya juga disebukan bahwa selain dari sepertiga hartanya tersebut dimiliki sendiri setelah digabungkan dengan hartanya berupa kebun kurmanya yang ada di al-Ha’ir.

Dan di dalam dokumen ketiga disebutkan bahwa dia menjadikan rumahnya yang ada di Zhahrah Manfuhah sebagai wakaf untuk ayahnya, sebagai ganti dari wakafnya berupa rumah yang ada di kota al-Hariq, dan dia memasukkan beberapa orang ke dalam wakaf rumah ini. Dan juga berkata, “Dan rumah ini dihitung dari sepertiga hartanya bersama dengan rumah yang dia wakafkan untuk dirinya sendiri di Zhahrah. Dan selain dari sepertiga hartanya tersebut digabungkan dengan kebun kurmanya yang ada di kota al-Ha’ir.

4. Dalam dokumen tentang kebun kurma disebutkan bahwa dia juga berwasiat dua pohon kurma untuk istrinya, Syama binti Ibrahim al-Dalihi, ketika kedua pohon kurma tersebut masih sangat muda dan memberikannya ketika pertama kali ditanam. Dia juga memberikan satu pohon kurma yang berwarna kemerahan yang terletak di arah kiblat. Dia memberikan kepadanya ketika menikahinya sebagai istri kedua, setelah dia menikahi putri Muhammad Bakhit. Dia mendapatkan satu ekor kurban setiap tahun untuk selamanya.

5. Dia menjadikan sebagian keuntungannya untuk seekor kurban baginya, satu ekor lagi untuk ayahnya, satu ekor lagi untuk ibunya, satu ekor untuk saudaranya, Hasan, satu ekor untuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan satu ekor untuk dua saudarinya, Sarah dan Fathimah. Dan sebagian keuntungan dari rumahnya yang pertama dijadikan kurban untuknya yang disembelih setiap tahun. Dan sebagian keuntungan dari rumah yang kedua dibelikan dua kurban, satu ekor untuk kakeknya dari pihak ibu, yaitu Muhammad bin Hamd al-Bashri, dan Aisyah binti Muhammad Alu Garisyah; dan satu ekor lagi untuk Zuwaid bin Rasyid Ali Sa`id dan Sa`iduh Ali Mas`ad.

6. Dia juga mengatakan, “Dan pohon kurma Maktumiyah beserta dua pohon kurma di sebelahnya dikhususkan untuk orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadan. Buah dari ketiga pohon kurma tersebut dibagikan setiap hari Senin dan Kamis.

7. Di dalam dokumen kedua disebutkan kata-katanya, “Jika terdapat keuntungan dari rumah dan kebun kurma, maka keuntungan tersebut untuk anak-anak Zuwaid; anak laki-laki mendapatkan satu bagian, dan anak perempuan mendapatkan dua bagian, ketika anak-anak perempuannya tersebut masih hidup saja.

8. Disebutkan bahwa wakilnya dalam pengurusan semua ini adalah anak laki-lakinya, yaitu Abdullah, dan dialah pengirim pertanyaan ini.

Setelah mengkaji pertanyaan yang diajukan, maka Komite menjawab sebagai berikut:

1. Wasiat Zaid terkait dengan hartanya, yang berlaku hanya sepertiga hartanya dari semua yang dia tinggalkan. Ini berdasarkan poin nomor tiga bahwa kebun kurmanya yang ada di al-Ha’ir masuk dalam sepertiga dari hartanya tersebut, demikian juga dengan rumahnya yang ada di Manfuhah. Keduanya masuk dalam sepertiga dari hartanya tersebut. Dan termasuk dalam sepertiga hartanya adalah tiga pohon kurma yang dikhususkan untuk berbuka orang-orang yang berpuasa.

Dan kebun kurma tersebut bukan wakaf, karena pencatat dan orang yang berwasiat tidak membedakan antara statusnya sebagai wakaf atau wasiat, sehingga tidak ada pengaruh dari lafal-lafal yang digunakan, yaitu “waqaftu”, “habastu” dan sabbaltu”. Karena jika yang dia maksud adalah wakaf, maka di dalam dokumen yang sama yang di dalamnya disebutkan kata wakaf, tentu tidak disebutkan kata “Dan wasiat di atas”.

Dan di dalam dokumen yang kedua, setelah penjelasan yang disebutkan, tentu tidak disebutkan keterangan “rumah tersebut termasuk dalam sepertiga harta, dan selain dari sepertiga tersebut dimiliki sendiri setelah digabungkan dengan hartanya yang berupa kebun kurma yang ada di kota al-Hair.” Dan dalam dokumen ketiga, tentu tidak ada kata-kata “rumah ini dihitung dari sepertiga hartanya beserta rumah yang ada di Zhahrah yang dia wakafkan untuk dirinya sendiri. Dan selain sepertiga tersebut dimiliki sendiri dan digabungkan dengan kebun kurmanya yang ada di kota al-Ha’ir.”

2. Adapun penentuan sepertiga hartanya yang diwasiatkan, apakah pada kebun kurma al-Ha’ir, ataukah pada dua rumah yang ada di Riyadh, ataukah pada salah satunya, maka itu kembali kepada keputusan mahkamah pusat. Mahkamah inilah yang menentukan badan khusus yang akan melihat semua peninggalannya dan memperkirakan nilainya serta menentukan tempat yang cocok untuk sepertiga tersebut.

3. Semua orang yang diberi bagian sebagaimana yang telah dia sebutkan, masing-masing mendapatkan bagian dari keuntungan sepertiga di hartanya yang telah ditentukan. Jika masih ada yang tersisa, maka dia telah menyebutkan bahwa itu adalah untuk keturunannya, laki-laki mendapatkan satu bagian dan untuk perempuan dua bagian.

4. Setelah ditentukan sepertiga hartanya yang dia wasiatkan, maka diutamakan perawatannya dilakukan oleh orang-orang yang mendapatkan bagian dari sepertiga tersebut.

5. Adapun wasiat yang diberikan untuk istrinya, Syama, yaitu berupa dua buah pohon kurma; satu diberikan ketika masih sangat muda dan satu berwarna kemerahan, maka jika keduanya telah ditentukan dan keuntungannya telah digunakan untuk membeli kurban untuk istrinya tersebut ketika Zuwaid bin Rasyid masih hidup, maka kedua pohon kurma tersebut tidak termasuk dalam sepertiga harta yang dia wasiatkan, akan tetapi tetap menjadi milik istrinya, Syama. Ketika keduanya ingin dijual dan dipindahkan ke tempat lain, maka wakilnya harus merujuk kepada mahkamah.

6. Adapun tiga pohon kurma yang hasilnya dikhususkan untuk orang-orang yang berpuasa, ia masuk dalam hitungan sepertiga dari harta peninggalannya.

Wabillahittaufiq, wa shallallahu `alaa Nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 674

Lainnya

Kirim Pertanyaan