Orang Lain (Non-Keluarga) Yang Menjaga Dan Merawat Sakit Seseorang Tidak Berhak Mendapatkan Harta Warisannya |
Pertanyaan
Ada seorang janda yang hanya memiliki satu orang keluarga. Hubungan nasabnya dengan orang tersebut berujung pada kakek keempat atau kelimanya. Dia meminta kepada laki-laki itu untuk diizinkan tinggal bersamanya, dan laki-laki itu menerima.
Namun beberapa bulan berselang, laki-laki itu dan keluarganya mulai bersikap jahat kepada wanita janda tersebut dan mengancam untuk mengusirnya. Karena merasa tidak nyaman dengan tingkah laku mereka, dia memutuskan untuk menemui hakim di pengadilan Tanumah untuk mengajukan permohonan tinggal dengan keluarga salah seorang warga asli bernama Muhammad Khalufah.
Dia menginginkan agar Muhammad merawat dirinya dan hak-haknya, sekaligus menjadi wakilnya yang sah untuk barang-barang yang dia miliki. Hakim menerima permintaan itu dan menerbitkan surat wakalah resmi untuk pria yang dimaksud. Akhirnya, wanita itu tinggal bersama keluarga Muhammad Khalufah yang merawatnya dengan sangat baik dan selalu bersikap dermawan.
Bahkan mereka memberi wanita itu sebidang tanah untuk membangun rumah pribadinya. Usia wanita ini sudah mendekati delapan puluh tahun dan memiliki sejumlah harta yang didapatkannya dari bantuan sosial dan sedekah.
Pertanyaannya, apakah Muhammad Khalufah yang telah berbuat baik itu boleh mendapatkan harta warisan dari wanita janda tersebut? Sebab, wanita janda itu berkeinginan melakukan hal ini.
Jawaban
Jika realitasnya seperti yang telah Anda jelaskan, dimana laki-laki yang telah berbuat baik sekaligus menjadi wakil resmi Anda itu adalah orang asing (bukan mahram) dan bukan termasuk golongan ahli waris ‘ashabah Anda, maka laki-laki itu tidak boleh menerima harta warisan dan Anda juga tidak boleh mewasiatkan seluruh harta kepadanya.
Sebab, dia bukan tergolong ahli waris dari golongan Ashab al-Furudh (ahli waris yang menerima bagian pasti) atau pun ‘ashabah (ahli waris yang menerima bagian sisa). Ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Berikanlah setiap bagian waris kepada orang yang berhak mendapatkannya. Jika ada harta sisa, maka untuk ahli waris lelaki yang terdekat.”
Hadist riwayat Bukhari dan Muslim, dan redaksi hadits di atas merupakan riwayat Bukhari.
Selain itu, harta warisan hanya bisa didapatkan dengan adanya tiga sebab, yaitu perkawinan, hubungan darah, dan memerdekakan budak. Dengan demikian, seluruh harta yang Anda tinggalkan itu akan diwarisi oleh orang yang punya hubungan nasab dengan kakek keempat atau kelima itu, jika memang tidak ada ‘ashabah yang lebih dekat selain dia.
Orang yang berhak berikutnya adalah anak-anak dari kerabat yang memiliki hubungan nasab dengan kakek Anda tersebut. Dia mendapatkan warisan itu lantaran tidak ada ahli waris yang tergolong Ahl al-Furudh. Apabila Anda tidak punya ahli waris yang tergolong ‘ashabah dan juga tidak memiliki keluarga dari hubungan pernikahan, maka harta Anda menjadi milik kas umat Islam selaku ahli waris bagi orang yang tidak punya ahli waris.
Meskipun demikian, Anda boleh mewasiatkan maksimal sepertiga harta Anda kepada orang yang telah berbuat baik, memberikan tempat tinggal, memelihara, dan memberikan sebidang tanah miliknya untuk tempat tinggal Anda.
Dia akan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kebaikannya terhadap Anda. Meskipun dia baik, kami berpesan agar Anda tidak membuka aurat di depannya atau berdua-duaan dengannya karena dia bukanlah mahram Anda.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.