Dzikir Setelah Shalat |
Pertanyaan
Saya seorang siswa tingkat menengah pertama dan alhamdulillah saya sudah mengetahui rukun, syarat dan wajib shalat. Namun masalahnya, saya belum menemukan dalil tentang ucapan orangtua kami yang menyatakan bahwa di antara yang termasuk rukun shalat itu adalah sesudah salam membaca.
“Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lah, lahu-l-mulku wa lahu-l-hamdu wa huwa `alaa kulli syai’in qadiir” sebanyak sepuluh kali, dan “subhaana-llaahi wa-l-hamdu li-llaahi wa-llaahu akbar” sebanyak tiga puluh tiga kali.
Orangtua kami juga mengatakan bahwa siapa yang tidak membaca bacaan ini, maka shalatnya dianggap tidak sah, bahkan mereka mengatakan shalat sunah itu termasuk rukun dan shalat orang tidak melakukannya dianggap tidak sah. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini?
Jawaban
Pertama, seusai melaksanakan shalat fardu, orang yang shalat disyariatkan oleh agama untuk membaca dzikir yang disebutkan dalam hadis sahih, dari Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu `anhuma yang mengatakan dari atas mimbar,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan kalimat: “Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lah, lahu-l-mulku wa lahu-l-hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qadiir, laa hawla wa laa quwwata illaa bi-llaahi-l-`aliyyi-l-qadiir, laa ilaaha illa-llaah wa laa na’budu illaa iyyaah, lahu-n-ni’matu wa lahu-l-fadhlu wa lahu-ts-tsanaa’u-l-hasan, laa iIlaaha illa-llaah mukhlishiina lahu-d-diina wa law kariha-l- kaafiruuna .” (Tiada yang berhak disembah selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. Tiada daya dan kekuatan selain dengan pertolongan Allah. Tiada yang berhak disembah selain Allah, dan kami tidak beribadah selain kepada-Nya, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, hanya bagi-Nya ketundukan, sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertahlil dengan kalimat ini ketika selesai salat.”
Hadis riwayat Muslim dan yang lainnya. Hadis Mughirah radhiyallahu `anhu juga mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca wirid setelah selesai shalat fardu dengan ucapan, “laa ilaaha illa-llaahu wahdahu laa syariika lah, lahu al-mulku wa lahu al-hamdu wa huwa `alaa kulli sya`in qadiir, allaahumma laa maani`a li maa a`thayta wa laa mu`thiya lima mana`ta, wa laa yanfa`u dza-l-jaddi minka al-jaddu” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Hanya bagi-Nya seluruh kerajaan dan seluruh pujian, dan Dia Maha Berkuasa terhadap segala sesuatu. Ya Allah, tiada orang yang mencegah terhadap apa yang Engkau beri, dan tiada orang yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau cegah. dan kekayaan seseorang tiada bermanfaat baginya di hadapan-Mu).”
Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim. Hadis Abu Hurairah radhiyallahu `anhu juga mengatakan bahwa,
“Orang-orang miskin (dari kalangan para sahabat) pernah datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata, “Orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga). Mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah”. Beliau bersabda, “Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang jika kalian melakukannya maka kalian akan dapat menyamai amalan umat sebelum kalian, dan orang sesudah kalian tidak akan dapat menyamai kalian. Kalian menjadi orang terbaik di antara orang-orang semasa kalian, kecuali orang yang melakukan apa yang kalian lakukan. Bacalah tasbih, tahmid, dan takbir sebanyak tiga puluh tiga kali setiap selesai shalat.”
Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim. Orang yang shalat juga disyariatkan untuk selalu mengerjakan shalat-shalat sunat Rawatib, yang berjumlah sepuluh rakaat, sebagaimana hadis dalam Shahih Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma, beliau berkata,
“Aku hafal sepuluh rakaat yang dilakukan oleh Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, yaitu dua rakaat sebelum Zuhur dan dua rakaat sesudahnya. Dua rakaat sesudah Magrib dilakukan di rumah beliau. Dua rakaat sesudah Isya dilakukan di rumah. Dan dua rakaat sebelum shalat Subuh.Itulah waktu yang aku tidak bertamu kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Hafshah menceritakan kepadaku bahwa apabila muadzin telah mengumandangkan adzan dan telah terbit fajar beliau shalat dua rakaat.”
Kedua, semua dzikir, shalat sunah yang rawatib maupun tidak, hukumnya adalah sunah, bukan wajib. Orang yang tidak mengerjakannya tidak berdosa, hanya saja pahalanya tidak ia dapatkan, sedangkan shalat fardunya tetap sah, karena Allah hanya mewajibkan shalat lima waktu dalam sehari semalam.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.