Shalat Awak Kapal Ketika Berada Di Laut

1 menit baca
Shalat Awak Kapal Ketika Berada Di Laut
Shalat Awak Kapal Ketika Berada Di Laut

Pertanyaan

Alhamdulillah Wahdahu. Selawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad yang tidak ada nabi setelahnya. Wa ba’du:

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah mengkaji pertanyaan yang dilayangkan kepada Mufti Umum dari Direktur Divisi Urusan Agama Angkatan Laut. Pertanyaan tersebut kemudian dilimpahkan kepada Komite Tetap dari Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior, nomor 4194, pada tanggal 17/10/1418 H. Melalui surat Direktur Divisi Urusan Agama Mabes Angkatan Laut Raja Faisal tersebut, ia mengajukan pertanyaan yang teksnya berbunyi:

Kami menerima banyak pertanyaan mengenai hukum mendirikan shalat Jumat dan shalat Tarawih di dalam kapal atau di dermaga. Masalah ini seringkali diperdebatkan tentang dan kami diminta untuk mengirimkan pertanyaan-pertanyaan ini dan menjelaskan situasi awak kapal kepada Dewan Ulama Senior untuk mengeluarkan fatwa agar dapat diamalkan oleh seluruh pihak terkait dan dapat menyelesaikan perdebatan dan perselisihan.

Kami ingin menjelaskan posisi kapal dan awak kapal sebelum menyebutkan pertanyaan-pertanyaan:

Pertama, kapal-kapal Angkatan Laut ukurannya berbeda-beda. Ada yang kecil dan shalat sulit dilakukan di sana. Ada yang menengah. Ada juga yang besar yang jumlah awaknya lebih dari 150 orang. Dua jenis ini (yang besar dan yang menengah) mempunyai permukaan luas yang memungkinkan bagi awak kapal menunaikan shalat Jumat dan shalat jamaah tanpa ada hambatan atau getaran karena kapal besar biasanya tidak terpengaruh oleh ombak.

Kedua, kapal-kapal ini mempunyai operasional kerja yang berbeda-beda. Pada umumnya kapal-kapal itu tertambat di dermaga dan tidak bergerak. Terkadang kapal-kapal berada di tengah laut yang jauhnya dari pangkalan sejauh jarak shalat boleh diqashar atau lebih dan tidak berhenti di satu tempat, tetapi berpatroli.

Terkadang kapal berada di tengah laut yang jauhnya kurang dari jarak shalat boleh diqashar dan dalam keadaan berpatroli. Terkadang kapal-kapal ditambat dengan jangkar di laut sehingga ia tetap pada posisinya. Terkadang kapal keluar dari laut dan menuju ke daratan dan berhenti di berbagai pangkalan saat kapal diperbaiki.

Waktu perbaikannya terkadang satu bulan atau lebih. Dalam kondisi terakhir ini, kapal-kapal menjadi seperti sebuah bangunan yang memiliki beberapa lantai di darat, bukan di laut.

Ketiga, awak kapal tidak tinggal di dalam kapal, tetapi tinggal di pangkalan. Masa Mereka berada di kapal hanya di masa kerja resmi saja, satu hari penuh atau lebih bagi giliran awak kapal yang bertugas atau lebih lama lagi saat kapal berada di tapal perbatasan. Kondisi pertama adalah paling sering terjadi.

Setelah menjelaskan secara singkat keadaan kapal, kami ingin menyebutkan beberapa pertanyaan:

Pertanyaan Pertama: Apa hukum menunaikan shalat Jumat di atas kapal besar dan kapal menengah yang memiliki tempat memadai untuk shalat pada keadaan-keadaan di bawah ini:

a- Saat kapal tertambat di dermaga dan tidak bergerak atau bergoyang.

b- Saat kapal berada di tengah laut yang jauhnya dari pangkalan sejarak shalat boeh diqasar atau lebih dan tidak berhenti di satu tempat, tetapi berpatroli.

c- Saat kapal berada di tengah laut dan jauh dari pangkalan, tetapi jauhnya bukan dalam kategori jarak shalat boleh diqashar dan tidak berhenti di satu tempat, tetapi berpatroli.

d- Pada kondisi B dan C tetapi jangkar ditambatkan dan kapal berhenti di satu tempat.

e- Saat kapal berada di luar laut (darat) tetapi di pangkalan besi atau sejenisnya saat perbaikan.

Pertanyaan Kedua: Apa hukum menunaikan shalat tarawih pada kondisi-kondisi yang disebutkan pada pertanyaan pertama (1)?

Pertanyaan Ketiga: Apa hukum menunaikan shalat jamaah di kapal kecil yang tidak memiliki tempat yang cukup untuk shalat jamaah dan jika ada, maka tempat itu tidak cukup untuk dibuat saf-saf saat kapal tersebut berada di tengah laut? Bagaimana pula hukumnya ketika kapal ini tertambat di dermaga?

Pertanyaan Keempat: Kami harap Anda berkenan menjelaskan kondisi-kondisi yang terdapat pada pertanyaan pertama. Apabila pada sebagian kondisinya shalat Jumat tidak wajib ditunaikan tetapi awak kapal tetap shalat Jumat, apakah shalat Jumat yang mereka lakukan sah dan cukup atau mereka harus mengulangnya dengan cara mengerjakan shalat Zuhur?

Pertanyaan Kelima: Apabila kapal merapat di dermaga, apakah awak kapal wajib melakukan shalat Jumat di dermaga atau mereka tidak wajib shalat Jumat? Perlu disampaikan bahwa dalam kondisi seperti ini mereka tidak bepergian dan ada masjid, tempat shalat Jumat dilaksanakan, yang tidak jauh dari mereka, tetapi awak kapal tidak bisa meninggalkan kapal dan pergi ke masjid. Di saat yang sama seandainya mereka shalat di dermaga, maka hal itu adalah sesuatu yang mungkin dilakukan oleh mereka semua.

Pertanyaan Keenam: Apabila kapal berada di tengah laut dengan jarak shalat boleh diqashar lalu awak kapal shalat Zuhur dan Asar dengan cara dijamak takdim dan diqashar dan sebagian mereka ingin melakukan shalat sunah setelah shalat fardhu, apakah hal itu boleh dilakukan dengan beranggapan bahwa waktu shalat Asar belum masuk atau hal itu tidak boleh karena mereka telah menunaikan shalat Asar?

Demikian juga dengan shalat Magrib dan Isya. Jika awak kapal menjamak dan mengqasar shalat dengan jamak taqdim, apakah mereka boleh langsung melakukan shalat witir atau tarawih setelah shalat Isya atau apakah mereka harus menunggu hingga warna merah matahari hilang dan waktu shalat Isya sudah masuk?

Pertanyaan Ketujuh: Apabila kapal berada di tengah laut dengan jarak shalat boleh diqashar atau lebih jauh lagi dan awak kapal shalat Zuhur dan Asar dengan cara jamak takdim dan qasar kemudian kapal masuk pelabuhan dan merapat di dermaga sebelum masuk waktu shalat Asar atau tepat pada waktu shalat Asar, apakah mereka harus mengulang shalat Asar karena mereka telah sampai di negeri mereka sebelum atau di waktu shalat Asar atau shalat yang telah mereka lakukan sebelumnya suduh cukup? Apakah shalat Magrib dan Isya hukumnya juga demikian?

Kami berharap Anda mengajukan pertanyaan ini kepada Dewan Senior Ulama agar fatwa bisa dikeluarkan dan diedarkan di kapal-kapal Angkatan Laut. Kami harap jawabannya sesegera mungkin. Wassalamu’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.

Jawaban

Pertama, awak kapal personil militer yang berada di kapal tidak wajib menunaikan shalat Jumat di seluruh keadaan yang disebutkan di atas karena mereka bukan penduduk di tempat bersangkutan sebagaimana penduduk kampung atau kota.

Namun, jika mereka menetap di dermaga dan mereka bukan tergolong orang yang bepergian, maka mereka wajib menunaikan shalat Jumat di masjid-masjid, tempat shalat Jumat dilaksanakan. Adapun shalat Tarawih tidak apa-apa (boleh) dilaksanakan saat dalam perjalanan.

Kedua, awak kapal yang shalat dengan cara menjamak shalat Zuhur dan Asar mengingat mereka masuk dalam kategori musafir, maka mereka tidak boleh melakukan shalat sunah setelah shalat Asar meskipun setelah jamak takdim. Dalilnya adalah keumuman hadis-hadis yang melarang shalat sunah setelah shalat Asar dan itu mencakup musafir dan bukan musafir.

Adapun menjamak shalat Magrib dan Isya, maka tidak ada larangan untuk melakukan shalat sunah setelahnya meskipun shalat jamak yang dilakukan adalah jamak takdim.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 14616

Lainnya

  • Tidak ada larangan akan adanya masjid di bawah perumahan jika masjid dan perumahan dibangun dari aslinya pada posisi (kondisi)...
  • Pertama: Allah Ta’ala berfirman, لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ...
  • Pertama, diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah...
  • Qismullāh artinya pemberian Allah, karena “qism” artinya pemberian. Kata “qism’ ini merupakan bentuk masdar dari kata qasama, yaqsimu, qisman....
  • Apabila salah seorang dari Ahli Kitab baik Yahudi maupun Nasrani mengucapkan salam kepada seorang Muslim, maka dia hendaklah membalasnya...
  • Jika jubah yang dipakai seseorang tidak menampakkan warna kulitnya, maka ia boleh dipakai walaupun ujung celananya tampak. Namun, jika...

Kirim Pertanyaan