Menafkahi Kerabat

1 menit baca
Menafkahi Kerabat
Menafkahi Kerabat

Pertanyaan

Saya berusia 48 tahun dan memiliki empat anak perempuan. Saya dan istri menanggung beban untuk mengobati mereka. Saya terbebani sebab mereka lahir dengan cacat fisik dan saya menanggung hutang yang banyak. Hanya Allah yang tahu bagaimana kami menjalani hidup ini. Ada yang mengatakan bahwa kami sudah berhak menerima sedekah (dalam arti yang sebenarnya).

Empat tahun yang lalu, ibu saya berpulang ke rahmatullah. Ayah saya masih hidup dan memiliki enam belas anak dari ibu saya sedangkan saya anak sulung, empat laki-laki dan dua belas perempuan. Ketika ibu meninggal, ada saudara perempuan berumur sepuluh tahun. Saya minta kepada ayah agar dia tinggal bersama saya dan anak-anak, tetapi dia tidak setuju.

Ayah sudah tua. Setiap pemikirannya tidak bisa diganggu gugat. Selama lebih dari dua tahun setengah adik perempuan saya hidup bersama ayah dalam keadaan agak terabaikan karena selama itu ayah menikah lebih dari sekali, tinggal di Kairo, dan istri-istrinya dari Kairo.
Kemudian ayah menyerahkan adik perempuan untuk tinggal bersama saya setelah tidak mendapatkan pendidikan, budaya, dan tata krama.

Saya dan keempat putri beserta istri hidup tenang. Tidak ada gangguan dalam rumah tangga kami kecuali setelah kehadiran adik perempuan saya. Apa yang dia katakan dan lakukan mengajarkan anak-anak pembangkangan, keras kepala, hati yang rusak, dendam, dan sifat-sifat lain yang semestinya tidak keluar dari seorang yang berakal.

Namun, saya dan istri berpendapat bahwa dia masih anak-anak dan berlum ada yang mengarahkannya. Kami berharap semoga Allah memberi kami kesabaran dan keteguhan dalam memikul beban ini. Barangkali dia akan membaik dengan berjalannya waktu. Namun, sayangnya, lingkungan tempat dia tinggal dulu bukanlah lingkungan tempat dia tinggal sekarang karena, berkat keutamaan Allah, kami tidak mengenal fitnah, dendam, dan aduan kapan pun dalam rumah tangga kami, tidak sebagaimana tempat dia tumbuh besar.

Namun, sekarang anak-anak perempuan saya mulai menanggung perang batin yang buruk dan penderitaan tanpa batas. Istri saya terus berusaha meredam suasana tetapi ini (berbahaya) bagi sarafnya. Adapun saya menderita sakit dan banyak penyakit berbahaya. Saya menderita pengerasan arteri koroner, asam urat, gumpalan di kaki, dan kanker pada kelenjar.

Hanya Allah yang tahu bagaimana saya menanggung biaya pengobatan. Saya pikir bahwa saya tidak mampu lagi membebani hidup dengan kekeruhan yang lain. Sementara itu, ayah saya semoga Allah mengampuninya memiliki penghasilan yang baik. Menurut saya, saya tidak bertanggung jawab atas kehidupan adik perempuan saya selama ayah masih hidup dan dilimpahi rizki meskipun saya sadar bahwa adik perempuan ini membutuhkan bimbingan dan perhatian.

Setelah dua tahun dia tinggal bersama kami, saya putuskan untuk mengembalikannya kepada ayah selesai tahun ajaran ini meskipun dia gagal dan tidak memiliki kesiapan untuk belajar. Saya katakan kepada ayah bahwa saya sudah mengambil keputusan untuk mengembalikannya. Saya menghubungi ayah lewat telepon (dia tinggal di Mesir – Kairo selama sembilan bulan dalam setahun dan tiga bulan sisanya dihabiskan di Arab Saudi untuk mengambil uang sewa barang-barangnya dan sebagainya).

Ketika saya menghubunginya, ayah menyatakan ketidaksetujuannya dan mengatakan, “Anggap saja saya sudah mati – sudah wafat.” Saya pun menjawab, “Semoga ini tidak terjadi. Namun, jika Ayah meninggal, saya akan menempatkannya di Arab Saudi tinggal bersama salah satu saudaranya dan saya akan menanggung biaya pendidikannya di sekolah terbaik meskipun sekolah swasta, semisal Dar Tarbiyah.” Namun, ayah masih saja mengatakan, “Jangan pulangkan dia. Kamu urus seperti apa saja, terserah.”

Syekh, masalahnya bagi saya bukan masalah sosial, melainkan pertanyaan saya adalah dari sudat pandang agama dan syariat. Jika saya menentang ayah saya, menolak perintahnya, tetap mengembalikan adik saya dan membebaninya tanggung jawab terhadapnya, apakah saya berdosa? karena, insya Allah, saya termasuk orang yang takut kepada Allah.

Namun, setelah berpikir panjang, pahit, dan menderita, saya tidak memiliki solusi selain mengembalikan adik perempuan saya atau saya menceraikan istri dan menghancurkan kehidupan anak-anak lebih dari penderitaan dan sakit yang mereka alami selama ini yang, menurut dokter, membuat tekanan darah saya naik dan membuat mereka bingung.

Jawaban

Jika keadaan seperti yang disebutkan, maka Anda tidak harus membiayai dan menafkahi saudara perempuan Anda. Anda juga tidak masalah (berdosa) mengembalikannya kepada Ayahnya untuk menghindari madarat yang Anda sebutkan.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 8989

Lainnya

Kirim Pertanyaan