Membicarakan Aib Orang Fasik Bukanlah Gibah

2 menit baca
Membicarakan Aib Orang Fasik Bukanlah Gibah
Membicarakan Aib Orang Fasik Bukanlah Gibah

Pertanyaan

Apa pendapat Anda tentang hadits ini,

لا غيبة لفاسق

“Membicarakan aib orang fasik tidak termasuk gibah.”

Jika hadits ini sahih, apakah memperingatkan orang-orang agar waspada terhadap pemilik `ain (pemilik pandangan yang dapat menimbulkan kerugian) terhitung sebagai gibah? Siapakah orang yang harus diwaspadai tetapi membicarakannya bukan termasuk gibah atau mengadu domba? Mohon jelaskan pendapat yang benar dalam hal ini. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada Anda.

Jawaban

Gibah itu diharamkan, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا

“Dan janganlah sebagianmu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antaramu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (QS. Al-Hujurat: 12)

Dan berdasarkan riwayat dari Anas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, bahwasanya ia bersabda,

لما عرج بي مررت بقوم لهم أظفار من نحاس يخمشون بها وجوههم وصدورهم، قلت: من هؤلاء يا جبرائيل؟ قال: هؤلاء الذين يأكلون لحوم الناس ويقعون في أعراضهم

“Ketika sedang dimikrajkan, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga yang sedang mencakar wajah dan dada mereka. Aku bertanya, “Siapakah mereka, Jibril?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan mencela kehormatannya.” (HR. al-Imam Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad sahih)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menafsirkan gibah adalah bahwa kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai. Namun, gibah dibolehkan dalam beberapa kondisi yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syariat jika memang diperlukan. Misalnya, ada seseorang yang meminta pendapat Anda tentang orang yang akan dia nikahi, dia ajak berkongsi atau mengadukan seseorang kepada penguasa untuk menghentikan dan mencegah kezalimannya, maka dalam semua kondisi ini menyebut orang tersebut dengan apa yang tidak dia sukai diperbolehkan.

Hal ini untuk maslahat yang lebih kuat. Sebagian ulama merangkum kondisi-kondisi, saat gibah dibolehkan, dalam dua bait:

Apabila tidak ada maslahat yang lebih kuat untuk menyebutnya dengan apa yang tidak disenangi, maka itu termasuk dalam gibah yang diharamkan.
Adapun pertanyaan tentang,

لا غيبة لفاسق

“Membicarakan aib orang fasik tidak termasuk gibah.”

apakah ini hadits atau bukan? Imam Ahmad berkata, ini hadis munkar. Hakim, ad-Daruquthni, dan al-Khatib berkata, “Ini adalah batil.”

Namun, terdapat hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang menunjukkan bahwa bukanlah gibah jika menyebut keburukan orang fasik yang terang-terangan dalam kefasikannya. Diriwayatkan bahwa,

مر عليه بجنازة فأثنى عليها الحاضرون شرًّا، فقال صلى الله عليه وسلم: وجبت، ومر عليه بأخرى فأثنوا عليها خيرًا، فقال صلى الله عليه وسلم: وجبت، فسألوه صلى الله عليه وسلم عن معنى قوله وجبت؟ فقال: هذه أثنيتم عليها شرا فوجبت لها النار، وهذه أثنيتم عليها خيرًا فوجبت لها الجنة، أنتم شهداء الله في أرضه

“rang-orang membawa jenazah lewat di hadapan Nabi. Lalu orang-orang yang hadir menyebutkan keburukan jenazah tersebut semasa hidupnya. Nabi bersabda, “Pasti.” Kemudian ada jenazah lain lewat di hadapannya, tetapi mereka menyebutnya sebagai orang baik. Ia pun bersabda, “Pasti.” Kemudian mereka bertanya kepadanya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apakah yang pasti itu?” Ia menjawab, “Jenazah yang pertama kalian sebut-sebut keburukannya, maka jenazah itu pasti masuk neraka sedangkan jenazah kedua, kalian sebut-sebut kebaikannya, maka jenazah tersebut pasti masuk surga. Kalian adalah saksi Allah di bumi.”

Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam tidak mengingkari mereka ketika menyebut keburukan jenazah yang mereka ketahui sebagai orang fasik. Ini menunjukkan bahwa menyebut keburukan orang yang melakukan kefasikan secara terang-terangan bukanlah gibah.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 18586

Lainnya

Kirim Pertanyaan