Memberi Contoh Dengan Ayat-ayat Al-Quran Dalam Ilmu ‘Arudh |
Pertanyaan
Sebagaimana Anda ketahui bahwa merupakan kewajiban setiap Muslim untuk melawan dengan segenap kemampuannya terhadap semua orang yang berusaha untuk melecehkan Islam.
Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh tinggal diam jika Kitab Allah dilecehkan atau dihinakan dengan cara apa pun. Kita semua tahu bahwa Al-Quran adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Kita juga tahu bahwa firman Allah bukanlah syair dan seorang Muslim sama sekali tidak terima jika Alquran dinilai dengan standar-standar syair.
Saya sampaikan kepada Anda bahwa Dr. Bahauddin Sulaim ‘Ayisy dari Palestina yang menjadi dosen di jurusan Bahasa Arab, Fakultas Mu’allimin (Para Guru) di Riyadh sejak dua tahun lalu diberi amanah untuk mengajar materi ilmu ‘Arudh di fakultas tersebut.
Dia telah menulis sebuah buku tentang ilmu ‘Arudh dan menjualnya kepada para mahasiswa, padahal banyak buku ‘Arudh yang baru di toko buku-toko buku yang ada. Buku ini mengandung permasalahan cukup serius dari aspek agama.
Masalah itu adalah setelah menyebutkan wazan suatu bahr syair, penulis mencontohkannya dengan ayat-ayat Al-Quran yang sesuai dengan wazan ‘Arudh. Hal ini karena dia mengklaim bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah syair.
Dia juga mengajarkan dan menanamkan pendapatnya tersebut ke dalam diri anak-anak kami. Jadi pendapatnya itu sama dengan perkataan orang-orang kafir yang dikisahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Alquran,
أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ رَيْبَ الْمَنُونِ“Bahkan mereka mengatakan, “Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya.” (QS. Ath-Thur: 30)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menafikan syair dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, juga dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah berfirman,
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.” (QS. Yasin: 69)
Mungkin saja celaan dan dosa tidak sepenuhnya ditanggung oleh penulis buku tersebut, mengingat dangkalnya pengetahuan agama yang dia miliki.
Namun celaan dan dosa ditanggung oleh ketua jurusan yang telah mengamanahkan mata kuliah tersebut kepada doktor tersebut, padahal ada seorang pengajar dari Saudi di kelas tersebut yang mampu mengajarkan mata kuliah yang sama.
Maka berangkat dari keinginan membela Kitab Allah dan dalam rangka menjaga anak-anak kami, maka saya sampaikan pertanyaan ini kepada Anda. Harapan kami Anda akan mengambil tindakan yang sesuai terhadap ketua jurusan tersebut dan buku ‘Arudh tersebut.
Jawaban
Kaum Muslimin telah berijmak (sepakat) bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling fasih. Mereka juga berijmak bahwa syair terhalangi dari beliau. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya.” (QS. Yasin: 69)
Mereka juga berijmak bahwa kefasihah Al-Quran adalah salah satu mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang menunjukkan benarnya kenabian beliau. Mereka juga berijmak bahwa tidak ada surat dan ayat Alquran yang berupa syair berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan al-Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair.” (QS. Al-Haqqah: 41)
Jadi di dalam Alquran al-Karim tidak ada satu ayat yang sempurna yang berbentuk wazan syair secara utuh. Jika memperhatikan buku yang disebutkan penanya “al-Tathbiq al-‘Arudhi”, maka pada halaman 36, 40, 45, 49, 53, 57, 61 dan 68, terdapat penyebutan beberapa ayat di dalam bait syair yang disebutkan dalam wazan bahr syair, bukan berdasarkan wazn bahr syair yang utuh.
Pada halaman 71 terdapat penyebutan sebuah ayat di dalam satu baris bait syair, bukan dalam satu bait yang utuh. Pada halaman 65 terdapat penyebutan sebuah ayat berdasarkan bahr yang mendekatinya dan di dalam ayat tersebut ditambahkan satu huruf yang bukan bagian darinya.
Di tempat-tempat tersebut penulis buku mengatakan, “Merupakan hal yang unik kita temukan bahr ini dalam beberapa ayat Al-Quran, seperti firman Allah dan seterusnya.”
Dengan demikian, apa yang disebutkan penulis buku adalah bagian dari sebuah ayat berdasarkan sebuah wazan satu bait syair, bukan dalam sebuah wazan bait syair yang utuh.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Kitab-Nya berupa surat-surat yang di dalamnya tidak ada satu surat atau ayat pun yang utuh berdasarkan satu wazan bait syair yang utuh. Ini merupakan salah satu bentuk kemukjizatan Al-Quran.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka apa yang disebutkan di dalam buku tersebut menimbulkan kerancuan di dalam pikiran para pembaca secara umum dan para mahasiswa secara khusus.
Oleh karena itu, Komite memandang buku tersebut harus dilarang beredar dan tidak boleh diajarkan kepada para pelajar, demi menjaga Kitab Allah Ta’ala dan akidah kaum Muslimin agar tidak tersesat dan tidak muncul keraguan.
Penulis harus membuang apa yang dia sebutkan di dalam buku tersebut yang terkait dengan tema di atas dan hendaknya tidak tertipu oleh orang yang telah mendahuluinya yang menggapangkan masalah ini serta meninggalkan apa yang dilakukan oleh para ulama.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.