Banyak Bertasbih

4 menit baca
Banyak Bertasbih
Banyak Bertasbih

Pertanyaan

Saya pernah membaca bahwa sebagian kaum salaf bertasbih ribuan kali dalam sehari, berbeda dengan tahmid, tahlil, dan takbir. Kemudian saya pernah juga membaca kitab-kitab lain, yang menyebutkan “Bahwa barangsiapa membiasakan dirinya membaca wirid pagi dan petang, maka dia termasuk ke dalam kategori orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah.” Bagaimanakah bisa terjadi perbedaan antara dua ungkapan tersebut?

Jawaban

Mengingat Allah adalah sebaik-baik ibadah yang mesti dipersembahkan kepada Allah Ta’ala semata dan itu tidak dibatasi dengan jumlah dan jenis zikir tertentu. Nawawi dalam kitabnya “al-Adzkar” halaman 9 pasal berkata “Ketahuilah bahwa keutamaan berzikir tidak terbatas pada bertasbih, bertahlil, bertahmid, bertakbir, dan sejenisnya.

Namun, setiap orang yang melakukan suatu ketaatan karena Allah Ta’ala telah berzikir kepada Allah Ta’ala. Demikianlah yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair radhiyallahu ‘anhu dan ulama lainnya.”

Ibnu Hajar dalam kitab “Syarh al-Misykah” berkata, “Majelis zikir adalah majelis ketaatan. Barangsiapa mengatakan bahwa majelis zikir adalah majelis mempelajari halal dan haram, berarti maksudnya adalah jenis zikir tertentu.”

Setiap Muslim seyogyanya selalu mengamalkan wirid pagi dan petang yang diriwayatkan secara sahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum karena wirid tersebut merupakan kata-kata ringkas tetapi sarat dengan makna. Oleh karena itu, wirid tersebut lebih utama dan lebih bermanfaat dari pada lainnya.

Allah Ta’ala memuji orang-orang yang banyak berzikir, baik laki-laki maupun perempuan. Allah Ta’ala berfirman,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ

“Lelaki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Allah Ta’ala juga berfirman,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring,” (QS. Ali-‘Imran: 91)

Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari banyak berzikir. Dalam kitab “al-Adzkar” karya Nawawi halaman 9 disebutkan: Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Maksudnya adalah mereka berzikir setiap setelah salat, pagi dan petang hari, dan ketika hendak tidur. Setiap kali bangun tidur dan setiap hendak pergi atau pulang dia mengingat Allah Ta’ala.”

Mujahid berkata, “Seseorang tidak tergolong ke dalam kategori orang yang banyak mengingat Allah hingga dia mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring.” Atha’ berkata, “Barangsiapa mendirikan salat lima waktu dengan menyempurnakan segala hak-haknya, maka dia termasuk ke dalam kategori firman Allah Ta’ala,

وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ

“Lelaki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,” (QS. Al-Ahzab: 35)

Ada pula hadis Abu Sa’id al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

إذا أيقظ الرجل أهله من الليل فصليا أو صلى ركعتين جميعًا كتبا من الذاكرين الله كثيرًا والذاكرات

“Apabila seorang suami membangunkan istrinya di waktu malam hingga keduanya mengerjakan salat atau semuanya salat dua rakaat, maka keduanya dicatat termasuk golongan lelaki dan perempuan yang banyak berzikir.”

Ini adalah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa`i, dan Ibnu Majah dalam Kitab Sunan mereka serta diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya juz 3 halaman 75.

Syekh Imam Abu Amr Ibnu ash-Shalah rahimahullah pernah ditanya tentang tolok ukur seseorang dikatakan banyak mengingat Allah, baik laki-laki maupun perempuan. Ia menjawab, “Jika dia secara kontinu membaca zikir-zikir yang diriwayatkan secara sahih, yakni dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum pada pagi dan petang hari, di setiap waktu dan dalam segala keadaan, pada malam dan siang hari -hal itu sesuai dengan yang terdapat dalam kitab “‘Amalu al-Yaum wa al-Lailah,” maka dia termasuk ke dalam kategori orang-orang yang banyak berzikir. Wallahu A’lam.”

Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya juz 3 hal. 495 dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma tentang firman Allah,

اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab: 41)

Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mewajibkan suatu ibadah kepada hamba-Nya, kecuali dijadikan-Nya untuk ibadah wajib itu batasannya, kemudian Dia Ta’ala memaafkan pelakunya ketika ada uzur selain zikir. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menjadikan batas final untuk ibadah zikir dan Dia tidak memaafkan seorang pun yang meninggalkannya, kecuali jika dia terpaksa meninggalkannya. Dia berfirman,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah.” (QS. Ali-‘Imran: 91)

Sambil berdiri, sambil duduk, dan ketika berbaring pada malam dan siang hari, di darat dan di laut, saat bepergian dan menetap, ketika kaya dan fakir, ketika sakit dan sehat, ketika sendirian dan bersama orang lain, dan dalam kondisi apapun. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا

“Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 42)

Jika hal itu kalian lakukan, maka Allah dan para malaikat-Nya akan berselawat kepada kalian.”

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berzikir kepada Allah dalam setiap kesempatan waktunya. Ini berdasarkan riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يذكر الله على كل أحيانه

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berzikir kepada Allah dalam setiap kesempatan waktunya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahihnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Allah dapat mencakup kedua ungkapan yang disebutkan pada pertanyaan. Setiap orang yang menaati Allah Ta’ala dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya adalah orang yang berzikir kepada Allah.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 19212

Lainnya

Kirim Pertanyaan