Perbedaan Kaum Muslimin Dalam Penentuan Hari Raya Islam

2 menit baca
Perbedaan Kaum Muslimin Dalam Penentuan Hari Raya Islam
Perbedaan Kaum Muslimin Dalam Penentuan Hari Raya Islam

Pertanyaan

Bagaimana menurut agama Islam mengenai perbedaan kaum Muslimin dalam menentukan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha? Mengingat hal tersebut mengakibatkan sebagian orang berpuasa pada hari yang diharamkan, yaitu para hari raya Idul Fitri, atau sebaliknya, membuat orang tidak berpuasa ketika masih berada dalam masa berpuasa?

Mohon dijelaskan secara terperinci dan lengkap tentang masalah yang sangat penting ini agar menjadi hujah di sisi Allah. Jika perbedaan tersebut dapat terjadi dalam dua hari, maka tidak menutup kemungkinan perbedaan tersebut dapat terjadi dalam tiga hari. Jika Islam tidak memperbolehkan perbedaan ini , maka apa cara yang benar untuk menyatukan hari raya kaum Muslimin?

Jawaban

Para ulama sepakat bahwa mathaali` hilal (wilayah melihat hilal) berbeda-beda. Ini merupakan hal yang sudah dapat diketahui baik secara indrawi maupun logika. Namun, mereka berbeda pendapat apakah perbedaan mathaali` tersebut dipertimbangkan untuk penentuan awal dan akhir Ramadhan atau tidak.

Ada dua pendapat dalam hal ini. Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa perbedaan mathaali` dipertimbangkan dalam penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan. Kedua, sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi bahan pertimbangan.

Masing-masing dari kedua kelompok ini berdalil dengan Alquran, Sunah, dan Qiyas. Bahkan terkadang keduanya berdalil dengan nas yang sama, misalnya firman Allah Ta`ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah : 185)

Juga, firman Allah Ta`ala,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ

” Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia.” (QS. Al Baarah : 189)

Dan juga berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah kalian karena melihatnya pula.”

Ini terjadi karena adanya pemahaman yang berbeda terhadap nas dan cara masing-masing dari keduanya dalam mengambil kesimpulan hukum. Secara umum, permintaan fatwa di atas merupakan permasalahan teoritis yang dapat menjadi obyek ijtihad.

Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Tidak masalah jika penduduk suatu wilayah yang tidak dapat melihat hilal pada malam ketiga puluh mengambil hasil rukyat wilayah lain, jika memang rukyat tersebut telah terbukti di wilayah tersebut.

Jika terjadi perbedaan, maka mereka harus mengikuti pendapat penguasa di negara mereka, jika penguasa tersebut seorang muslim. Sebab, keputusan penguasa dengan memilih salah satu pendapat dapat menyelesaikan perselisihan yang terjadi, dan umat Islam di negara tersebut harus mengikutinya.

Akan tetapi, jika penguasanya bukan seorang muslim, maka mereka harus mengikuti keputusan Islamic Centre di negara tersebut. Ini untuk menjaga kesatuan dalam berpuasa Ramadhan dan dalam melakukan shalat Id di negara tersebut.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 388

Lainnya

Kirim Pertanyaan