Pengakuan Syaikh Tarekat Bahwa Dia Memiliki Cahaya Untuk Mengetahui Perkara Gaib |
Pertanyaan
Ada seorang syaikh tarekat sufi mengaku memiliki cahaya yang dapat ia gunakan untuk mengetahui perkara-perkara gaib, seperti berita dan berbagai keadaan. Dia sangat mempercayai bahwa itu bukan dari setan dan juga bukan melalui perantaraan Jibril ‘alaihi as-salam. Hal yang telah ia ketahui tersebut, ia sebut dengan sebutan “amr” (perkara).
Setiap kali berinteraksi, ia senantiasa mengucapkan, “Jika perkara datang maka aku akan melakukan ini, namun jika tidak datang maka aku tidak akan melakukannya.” Maksudnya adalah perkara dari Allah. Asas kehidupannya adalah dengan senantiasa memastikan setiap perkara dengan cara demikian.
Orang yang tidak tunduk pada perkara tersebut dan tidak beriman dengan hakekatnya, maka syaikh akan mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang munafik, serta akan diusir dan dikeluarkan dari majlisnya.
Jawaban
Tidak ada yang dapat mengetahui perkara-perkara gaib selain Allah Jalla wa ‘Ala. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (QS. An-Naml: 65)
Apa yang ia namakan sebagai “amr” yang ia klaim sebagai perkara gaib merupakan penipuan terhadap manusia agar mereka menerima kebatilan yang ia ucapkan. Tuduhannya kepada orang yang tidak mempercayainya sebagai orang munafik adalah tidak benar, bahkan justru wajib mendustakan klaim bahwa ia mengetahui perkara-perkara gaib tersebut.
Kami telah mengeluarkan fatwa nomor 189 mengenai hukum orang yang mengaku mengetahui perkara gaib. Ini teks fatwanya: “Mengetahui perkara-perkara gaib pada dasarnya merupakan keistimewaan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. AL-An’aam: 59)
Firman-Nya yang lain,
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml: 65)
Akan tetapi Allah Ta’ala juga menampakkan perkara gaib kepada para rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.(26) kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS. Al-Jin: 26-27)
Firman-Nya yang lain,
“Katakanlah: “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.” (QS. Al-Ahqaaf: 9)
Dan dalam sebuah hadits,
“dari jalur Ummu `Ala ia berkata, “Tatkala Utsman bin Mazh`un wafat, kami memasukkannya di dalam pakaiannya. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui kami. Aku pun berkata, “Semoga Allah merahmatimu wahai Abu Saib. Saya bersaksi kepadamu bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah memuliakanmu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dari mana engkau mengetahui bahwa Allah memuliakannya?” Aku menjawab, “Sungguh, saya tidak mengetahuinya.” Beliau bersabda, “Dia telah wafat, dan aku berharap semoga dia mendapatkan kebaikan. Demi Allah aku tidak mengetahui meskipun seorang Rasulullah, apa yang akan diperbuat kepadaku kelak.” Aku pun berkata, “Demi Allah setelah ini aku tidak akan memberikan kesaksian baik kepada seorang pun selamanya.”
Diriwayatkan oleh Ahmad. Al-Bukhari menyebutkannya di dalam bagian ‘Kitab Janaiz’ di dalam kitab Sahihnya. Di dalam riwayat al-Bukhari redaksinya,
“Meskipun aku ini Rasulullah, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan-Nya terhadapnya.”
Ada banyak hadis yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diberitahu oleh Allah tentang nasib para sahabat beliau yang telah diberi kabar gembira masuk surga. Di dalam hadis Umar Ibnu al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim,
“Bahwasanya Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tentang kapan terjadi hari kiamat, lantas beliau bersabda: “Tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui dari orang yang bertanya.”
Kemudian Jibril hanya memberitahu mengenai tanda-tanda Hari Kiamat. Hal itu menunjukkan bahwa beliau mengetahui perkara gaib yang telah diberitahukan oleh Allah, namun tidak mengetahui perkara gaib selain itu. Dan beliau akan memberitahukannya jika memang dibutuhkan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.