Menghadiahkan Pahala Bacaan Al-Qur’an Kepada Mayit (Orang Mati) |
Pertanyaan
Di tempat kami, ada berbagai macam cara untuk mengirimkan pahala kepada orang yang telah meninggal dunia. Misalnya, sebagian dari kami mengundang murid-murid salah satu sekolah agama untuk membaca dan menghatamkan Al-Qur’an Al-Karim di rumah. Setelah selesai, tuan rumah memberikan makanan kepada murid-murid tersebut. Apakah dengan cara seperti itu pahala membaca Al-Qur’an sampai kepada mayit yang telah dikubur?
Sementara itu, sebagian lagi ikut berpartisipasi dalam pembangunan sekolah-sekolah agama dan masjid-masjid agar pahalanya sampai kepada mayit yang telah dikubur atau ahli waris dan para kerabat melakukan amal kebaikan untuk mengirimkan pahala kepada orang yang telah meninggal dunia. Apakah semua itu boleh dilakukan?
Jawaban
Pertama, menurut kaidah asal, ibadah sifatnya Tauqifiyah (harus berdasar pada dalil). Dengan demikian, ia tidak boleh dilakukan kecuali berdasarkan dalil dari Allah. Sementara itu, membaca Al-Qur’an adalah ibadah murni yang pahalanya hanya untuk orang yang melakukannya. Menurut pendapat ulama yang sahih, menghadiahkan pahala membaca Al-Qur’an untuk mayit tidak akan sampai kepada mayit. Kami telah mengeluarkan fatwa yang menjelaskan masalah ini secara terperinci. Berikut ini bunyi fatwanya:
Bolehkah surah al-Fatihah atau sebagian ayat Al-Qur’an dibaca untuk mayit saat berziarah ke kuburnya? Apakah hal itu berguna bagi mayit?
Jawaban: Ada riwayat secara sahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa ia pernah berziarah ke kuburan dan mendoakan mayit dengan doa-doa yang telah diajarkannya kepada para sahabatnya dan mereka telah mempelajarinya darinya,
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepada kalian wahai kaum Mukminin dan Muslimin penghuni kuburan. Insya Allah kami akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah pengampunan untuk kami dan kalian.”
Namun, tidak ada riwayat sahih yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membaca salah satu surah Al-Qur’an atau ayat-ayatnya untuk mayit saat ia berziarah ke kuburan mereka. Jika hal itu memang disyariatkan, Rasulullah pasti sudah melakukannya dan menjelaskannya kepada para sahabatnya; agar mendapatkan pahala, sebagai kasih sayang kepada umatnya, dan melaksanakan kewajiban untuk menyampaikan risalah. Ia, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, adalah,
“Sesungguhnya seorang rasul telah datang kepadamu dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” (QS. At-Taubah: 128)
Ketika Rasulullah tidak melakukan hal itu, padahal alasan-alasannya ada, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak disyariatkan. Para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum telah mengetahui hal itu dan mengikuti jejaknya dan cukup mengambil ibrah dan mendoakan mayit saat berziarah ke kuburan mereka. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa mereka membaca Al-Qur’an untuk mayit.
Dengan demikian, membaca Al-Qur’an untuk mayit adalah bidah yang diada-adakan. Padahal ada riwayat secara sahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa ia pernah bersabda,
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal dari urusan agama kami, maka perkara itu tertolak.”
Kedua, setelah meninggal dunia, seorang muslim akan mendapatkan pahala amal yang diniatkan bahwa pahalanya ditujukan kepada si mayit, dengan syarat ada dalilnya dari syariat. Contohnya adalah doa, istighfar, sedekah, haji, umrah, melunasi utang mayit, dan mewakili mayit dalam menjalankan puasa jika dia memiliki utang puasa.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.