Panjang Pendeknya Siang Hari Bulan Ramadhan |
Pertanyaan
Liga Muslim Dunia (Muslim World League) telah menerima surat dari Syekh Muhammad Der Mange, konsul Liga di Kopenhagen – Denmark – yang mengabarkan bahwa di beberapa daerah di negara-negara Skandinavia, siang harinya jauh lebih lama dari malam hari.
Hal itu terjadi sepanjang tahun. Malam hari hanya 3 jam, sementara siang hari 21 jam. Dia juga menyebutkan, jika bulan Ramadhan kebetulan jatuh pada musim dingin, kaum Muslimin di negara-negara itu hanya berpuasa selama tiga jam.
Adapun jika bulan Ramadhan jatuh pada musim panas, mereka meninggalkan puasa karena tidak mampu melaksanakannya mengingat lamanya siang hari. Oleh karena itu, Syaikh Der Mange meminta fatwa tentang waktu buka puasa, sahur, serta lamanya waktu berpuasa Ramadhan untuk diumumkan kepada kaum Muslimin di negara-negara itu.
Saya mohon agar Anda bersedia memberikan penjelasan syariat terkait masalah ini agar saya dapat memberikan jawaban seperlunya.
Jawaban
Setelah Komite mempelajari pertanyaan, Komite memberikan jawaban sebagai berikut: Syariat Islam adalah syariat yang sempurna dan komprehensif. Allah Ta’ala berfirman,
” Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maa-idah : 3)
Allah Ta’ala juga berfirman,
” Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya).” (QS. Al An’aam : 19)
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Dan Kami tidak mengutusmu ( Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan” (QS. Saba’ : 28)
Allah telah menjelaskan kepada kaum mukminin, kewajiban berpuasa. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, berpuasa diwajibkan kepadamu sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa,” (QS. Al Baqarah : 183)
Allah juga menjelaskan waktu permulaan dan akhir puasa. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al Baqarah : 187)
Allah tidak mengkhususkan hukum ini untuk negara tertentu atau kelompok tertentu. Sebaliknya Allah mensyariatkan puasa secara umum. Sementara orang-orang yang ditanyakan itu termasuk dalam keumuman ini.
Di sisi lain, Allah Jalla wa ‘Ala adalah Dzat yang Maha Belas Kasih terhadap hamba-hamba-Nya. Allah selalu mensyariatkan ibadah dengan cara-cara yang mudah sehingga mereka mampu menjalankan apa yang diwajibkan kepada mereka.
Contohnya, Allah mensyariatkan (membolehkan) berbuka pada bulan Ramadhan bagi orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir) atau sakit; untuk menghilangkan kesusahan dari keduanya. Allah Ta’ala berfirman,
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah : 185)
Oleh karena itu, mukalaf (orang yang telah mendapat beban ajaran agama) yang menyaksikan bulan Ramadhan wajib berpuasa, entah siang hari bulan Ramadhan waktunya panjang atau pendek.
Namun jika dia tidak mampu melanjutkan puasanya dan dia takut akan keselamatan jiwanya atau takut akan sakit, dia boleh berbuka sekadar untuk menyambung nyawa, lalu melanjutkan puasa hingga Magrib. Setelah itu dia wajib mengqada hari yang dia tinggalkan pada hari yang lain di mana dia mampu mengerjakan puasa.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.