Jika Wasiat Sulit Dilaksanakan Sesuai Ketentuan Orang Yang Berwasiat

2 menit baca
Jika Wasiat Sulit Dilaksanakan Sesuai Ketentuan Orang Yang Berwasiat
Jika Wasiat Sulit Dilaksanakan Sesuai Ketentuan Orang Yang Berwasiat

Pertanyaan

Kakek si A dari pihak ibu yang bernama Abdul Jabbar bin Abdur Rahman bin Abdul Jabbar pernah meninggalkan satu wasiat. Di antara isi wasiat itu adalah: Dia mewasiatkan sepertiga hartanya untuk bertakarub dan mengharap pahala dari Allah. Di situ tertulis lima ekor ternak untuk kurban secara terus-menerus; dua ekor untuknya dan untuk anak cucu dan kedua orang tuanya masing-masing satu ekor serta satu ekor untuk anaknya Abdullah dan saudara-saudaranya yang lain.

Dia juga mewasiatkan agar dia dihajikan sebanyak dua kali secara berturut-turut dan agar seorang budak dibeli kemudian dimerdekakan … sampai dia mengatakan: Wakil atau pemegang kuasa atas sepertiga hartanya adalah seorang anak yang saleh dari anak-anak kedua putrinya. Wasiat itu bertanggal 4/1/1346 H.

Isi wasiatnya yang menjadi permasalahan yaitu, “memerdekakan seorang budak.” Syekh yang terhormat, Anda tentu sudah tahu bahwa budak tidak mungkin ditemukan pada masa sekarang ini karena ada larangan perbudakan. Selanjutnya, kelebihan dari nilai wasiat pada beberapa tahun belakangan ini setelah ketentuan wasiat dilaksanakan mencapai lebih kurang dua ribu riyal. Mendiang mempunyai ahli waris.Mengingat hubungan saya lebih dekat dengan mendiang karena ibu adalah anak perempuannya, maka sayalah wakilnya. Saya berharap fatwa yang jelas tentang masalah ini.

Jawaban

Penanya menyebutkan bahwa seseorang mewasiatkan untuk memerdekakan budak, pada tahun-tahun sebelumnya dia memperoleh dana hampir dua ribu riyal, dan perbudakan dilarang pada saat ini. Kemudian dia bertanya, apa yang harus dilakukannya terhadap uang tersebut? Sebenarnya pertanyaan yang sama pernah dilontarkan pada masa Mufti Syekh Muhammad bin Ibrahim masih hidup. Komite telah melihat jawaban tersebut yang terdapat pada fatwa nomor 889/1, tanggal 5/4/1389 H, dan menganggap jawabannya sudah cukup untuk pertanyaan ini. Jawabannya berbunyi:

Kalian wajib melaksanakan semua wasiat kakek kalian dari penghasilan harta milik tersebut. Mengingat kalian sulit membeli budak di masa sekarang dan kalian juga tidak bisa berharap dapat menemukan budak yang dijual di masa mendatang, maka pendapat kami adalah: ketika seorang budak sulit didapatkan, maka uang itu boleh digunakan untuk tujuan yang sama, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama, yaitu untuk kegiatan-kegiatan sosial.

Apabila Allah Ta’ala mengetahui ketulusan niat seorang hamba dan tekadnya untuk melaksanakan apa yang seharusnya, maka Allah akan memberinya pahala sesuai niatnya itu meskipun dia tidak bisa mewujudkannya dan Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lain. Allah berfirman,

فَلا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (11) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ (12) فَكُّ رَقَبَةٍ (13) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ (14) يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ (15) أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ

“Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.(11) Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?(12) (yaitu) memerdekakan budak,(13) Atau memberi makan pada hari kelaparan,(14) (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat(15) Atau orang miskin yang sangat fakir.” (QS. Al-Balad : 11-16).

Di sini, Allah Ta’ala mengiringi penyebutan ”memberi makan anak yatim yang ada hubungan kerabat dan orang miskin yang berkekurangan” dengan memerdekakan seorang budak, yaitu sebagai dalil keharusan melakukan hal itu di samping akan mendapatkan pahala yang besar. Ayat Al-Qur’an dan hadits yang semakna dengan ini banyak sekali.

Oleh karena itu, kalian wajib mengumpulkan nilai harga seorang budak kemudian menyedekahkannya kepada kerabat mendiang yang paling membutuhkan yang kalian temukan. Jika di antara mereka itu terdapat anak-anak yatim dan orang yang terlilit utang, maka mereka lebih berhak (atas sedekah tersebut) tanpa ada rasa belas kasihan kepada mereka yang tidak berhak untuk mendapatkannya. Demikianlah jawabannya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 669

Lainnya

Kirim Pertanyaan