Hukum Bermain di dalam Masjid

2 menit baca
Hukum Bermain di dalam Masjid
Hukum Bermain di dalam Masjid

Pertanyaan

Dalam (Shahih Bukhari) terdapat hadis yang kami, saya dan beberapa rekan kerja di salah satu sekolah, diskusikan. Hadis ini dari Aisyah :

لقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم على باب حجرتي والحبشة يلعبون في المسجد ورسول الله صلى الله عليه وسلم يسترني بردائه أنظر إلى لعبهم

“Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri di pintu kamarku sementara orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka ia menutupiku dengan kainnya agar aku dapat melihat permainan mereka.”

Pertanyaannya terkait bermain di masjid. Apakah itu dibolehkan? Bagaimana hadis tersebut dimaknai?

Jawaban

Dahulu orang-orang Habasyah (Ethiopia) -semoga Allah meridhai mereka- memainkan tombak di masjid saat hari raya. Mereka melakukan latihan penggunaan bayonet dalam perang untuk persiapan jihad melawan orang-orang kafir.

Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah amalan kebaikan karena jihad di jalan Allah, mempersiapkan diri untuknya, dan melatih diri menggunakannya agar dapat memanfaatkannya ketika seruan jihad berkumandang tentu saja termasuk hal yang diwajibkan oleh Islam.

Namun, itu dinamakan dengan bermain-main karena mirip dengan permainan, mengingat peserta latihan bermaksud menikam tetapi tidak melakukannya dan membayangkan lawan mainnya sebagai musuh meskipun kerabatnya sendiri, seperti bapak dan anaknya.

Oleh karena itu, permainan tersebut tidak dilarang untuk dilakukan di masjid, terlebih di hari raya karena hari raya adalah hari kegembiraan dan bersenang-senang. Meskipun berbentuk permainan, sejatinya ini merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan amalan kebaikan.

Namun, apabila itu murni permainan, baik hakikat maupun bentuknya, maka hal itu adalah senda gurau yang tidak diboleh dilakukan, dibuat latihan, disetujui, dan ditonton, terlebih bagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Sebagai gantinya, disyariatkan pacuan kuda dan onta dan memanah serta berlatih untuk hal tersebut sebagai persiapan jihad di jalan Allah, melatih kekuatan, mendirikan negara Islan, dan menolong agama.

Hal-hal tersebut disyariatkan untuk dilakukan di tempat yang tepat, bukan termasuk senda gurau yang terlarang. Semua itu tercakup dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS. Al-Anfal : 60)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor (4672)

Lainnya

Kirim Pertanyaan