Seseorang Mengemudikan Mobil Lalu Tak Sadarkan Diri Dan Menabrak Seekor Unta, Sehingga Mengakibatkan Kematian Ayahnya Sendiri

1 menit baca
Seseorang Mengemudikan Mobil Lalu Tak Sadarkan Diri Dan Menabrak Seekor Unta, Sehingga Mengakibatkan Kematian Ayahnya Sendiri
Seseorang Mengemudikan Mobil Lalu Tak Sadarkan Diri Dan Menabrak Seekor Unta, Sehingga Mengakibatkan Kematian Ayahnya Sendiri

Pertanyaan

Sebagaimana saya ceritakan sebelumnya, saya pernah mengemudikan mobil dan ditemani oleh ayah, ibu, istri dan anak-anak saya dalam perjalanan dari Ta’if menuju Riyadh. Kala itu kami sudah hampir sampai ke desa Zhulm, dan kami pun berencana untuk menunaikan salat Isya di desa tersebut.

Kecepatan mobil waktu itu berdasarkan perkiraan saya adalah sekitar 100 KM/jam Wallahu A’lam. Saya perkirakan jika saat itu saya tambahkan lagi laju kecepatan, maka bisa jadi mobil kami terbalik. Sebab, saat sadar saya melihat mobil sudah berubah ke arah Riyadh.

Semua itu terjadi akibat kehilangan kendali karena saya kehilangan kesadaran. Ayah saya tewas akibat kejadian itu sementara yang lainnya selamat. Atap mobil itu ternyata sudah lepas karena berada di bawah kaki seekor unta. Perlu diketahui bahwa saat itu tidak ada satu orangpun dari pengguna jalan yang mencoba untuk menyelidiki kejadian karena sikap acuh tak acuh mereka.

Sehingga, saya tidak didekati satu orang pun. Para ahli waris dari ayah pun tidak ada yang menuntut diyat (denda). Mungkin karena ketidaktahuan mereka atau karena mereka sudah merelakannya Wallahu A’lam. Alhamdulillah, saya sudah berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

Jadi, apakah saya harus membayar diyat atas kematian ayah saya? Perlu diketahui juga bahwa ayah saya meninggalkan seorang istri, tiga orang anak perempuan, saya sendiri sebagai pengemudi mobil waktu itu, saudara kandung laki-laki, dan dua orang saudara kandung perempuan. Berapakah jumlah bagian masing-masing mereka berdasarkan mata uang Riyal Saudi dari total diyat?

Selanjutnya, ayah saya mempunyai sejumlah kekayaan berupa bangunan dan lahan pertanian, apakah saya masih berhak mendapatkan jatah warisannya atau tidak? Dan bila saya sudah tidak berhak lagi, maka apakah saudara laki-laki kandung ayah saya dan dua orang saudara kandung perempuannya itu berhak mendapatkan warisan bersama ahli waris yang lainnya?

Kemudian ibu saya meninggal dunia beberapa tahun sesudah kejadian tersebut, sedangkan saya belum memberikan jatah diyat padanya karena ketidaktahuan saya sendiri, maka apa yang mesti saya lakukan. Apakah saya bagikan pada ahli warisnya termasuk saya sendiri atau saya berikan jatahnya pada para fakir miskin sebagai sedekah untuknya?

Apakah saya sendiri masih berhak mendapatkan warisan ibu saya tersebut atau tidak? Mohon penjelasannya dan semoga Allah memberi anda balasan yang terbaik, serta menempatkan Anda dalam surga-Nya.

Jawaban

Pertama, jika realitasnya sesuai dengan apa yang telah Anda terangkan, maka Anda wajib membayar diyat dan kafarat. Jika ada di antara ahli waris berakal sehat yang merelakan jatahnya dari diyat tersebut, maka Anda tidak wajib memberikan jatahnya.

Kedua, Anda serahkan diyat tersebut pada ahli waris korban. Bila tidak ada ahli waris ayah Anda selain dari orang-orang yang Anda sebutkan tadi, maka jatah untuk istrinya (ibu Anda) adalah 1/8 anak-anak perempuannya 2/3 dari diyat dan harta warisan.

Adapun sisa dari diyat dan harta warisan itu untuk saudara kandung ayah (paman) Anda dan dua orang saudara kandung perempuannya (bibi) dengan catatan laki-laki mendapatkan dua kali lebih besar dari bagian wanita.

Pembagian ini dilakukan setelah hutang korban dilunasi jika ada dan sesudah menunaikan wasiatnya jika memang pernah berwasiat. Adapun ahli waris yang membunuh tidak berhak mendapatkan jatahnya, baik dari diyat maupun harta warisan.

Ketiga, jatah ibu Anda yang didapatkannya dari diyat kematian ayah Anda dan harta warisan ibu Anda itu dibagikan pada ahli warisnya, sesudah melunasi hutangnya, dan menunaikan wasiatnya, sesuai dengan ketentuan syariat. Anda termasuk salah seorang dari ahli waris ibu.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 8778

Lainnya

Kirim Pertanyaan