Hukum Orang Yang Berpendapat Bahwa al-Quran Itu Makhluk |
Pertanyaan
Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab “As-Sunnah” berkata, “al-Quran adalah kalam (firman) Allah, bukan makhluk. Orang yang menganggap bahwa Al-Quran itu makhluk, maka dia termasuk golongan Jahmiyyah yang kafir.”
Saya ingin tahu dari para syaikh yang terhormat, mengapa orang yang berpendapat bahwa al-Quran itu makhluk dihukumi kafir? Apa alasan Imam Ahmad menghukumi kafir terhadap orang yang berpendapat seperti itu?
Jawaban
Al-Quran itu kalam Allah yang hakiki, diturunkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam sebagai wahyu. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah” (QS. At-Taubah: 6) hingga akhir ayat.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al-An’am: 155)
Allah juga Ta’ala berfirman,
“Dan Al-Qur`an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Isra’: 106)
Masih banyak ayat-ayat Al-Quran yang membahas masalah ini. Jadi, Al-Quran itu kalam Allah yang diturunkan, bukan makhluk. Orang yang mengatakan bahwa Al-Quran itu makhluk, maka dia telah kafir. Sebab, kalam (firman) Allah Ta’ala itu salah satu dari sifat-sifat-Nya.
Artinya, orang yang menganggap bahwa salah satu sifat-sifat-Nya itu makhluk, maka dia telah kafir karena sifat Allah itu bagian dari Zat-Nya. Selain itu, dalam perkataan batil ini terkandung tasybih (penyerupaan) Allah terhadap makhluk-Nya.
Manusia tidak berbicara hingga Allah menciptakan kalam (ucapan) bagi mereka. Dengan demikian, orang yang mengatakan bahwa kalam Allah itu adalah makhluk, maka dia telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Mahasuci Allah dari hal tersebut.
Allah senantiasa berbicara kapan pun Dia menghendaki. Kita tidak boleh mengatakan bahwa Allah baru berbicara setelah Dia menciptakan kalam. Sebagaimana kita tidak boleh mengatakan bahwa Allah baru memiliki pengetahuan setelah Dia menciptakan ilmu (pengetahuan).
Pembahasan seperti ini sudah jelas bagi orang yang mau mencari kebenaran, dan batinnya diterangi oleh Allah.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.