Dua Kali Membunuh Janinnya Secara Sengaja |
Pertanyaan
“Saya dulu seorang wanita yang tidak punya pengetahuan agama, lalu menikah pada usia dini di sebuah kawasan yang jauh dari masjid, ulama, dan para dai. Allah Maha Mengetahui bahwa saya selama ini berada dalam kebodohan. Saya telah banyak melakukan maksiat dan dosa yang tergolong besar, seperti mencuri, memfitnah, mengadu domba antara wanita muslimah, bahkan maksiat yang terbesar adalah tindakan perzinaan.”
Wanita yang sedang mengadukan permasalahannya ini pernah mengandung janin anak pertamanya. Ketika sudah berumur empat atau lima bulan, dia membunuhnya karena tidak tahu bahwa tindakan itu merupakan dosa besar. Ini juga dilakukannya agar tidak merusak kecantikan dan aktivitasnya. Sebenarnya, ayah bayi itu tidak mengetahui apa yang terjadi.
Beberapa waktu kemudian, wanita itu ternyata hamil sekali lagi. Ketika kandungannya sudah berumur delapan bulan, dia sengaja membawa beban berat, sehingga membuat janinnya terancam bahaya. Setelah proses persalinan, bayi lahir dalam keadaan hidup hanya sekitar lima jam, lalu meninggal dunia pada hari itu juga.
Dalam hal shalat, wanita tersebut hanya melakukannya di bulan Ramadhan. Bahkan mungkin salatnya pun tidak diterima Allah. Sementara soal puasa, dia melakukannya semata-mata karena ingin dilihat (riya) dan didengar (sum’ah) orang lain, bukan karena Allah semata. Setelah itu, wanita tersebut melahirkan beberapa orang anak laki-laki dan perempuan.
Kemudian dia hamil lagi seorang anak perempuan saat dirinya menderita penyakit parah. Penyakit itu mengharuskannya menjalani rangkaian pengobatan di beberapa pusat kesehatan, yang menyebabkan janinya lahir dalam keadaan tidak bernyawa. Dia tidak tahu apakah itu disebabkan oleh proses pengobatan yang selama ini dijalani atau sebab lain.
Yang jelas bukan dirinya yang menjadi penyebab kematian janin dalam kandungannya. Masalah lainnya, dia dan suaminya mengalami persoalan, di mana wanita itu tidak menunaikan hak-hak suaminya yang sah, begitu juga sebaliknya dengan suaminya. Bila dia teringat semua dosanya itu, dia jatuh sakit dan merasa kelelahan.
Semua kejadian ini terjadi sekitar 40 tahun silam. Dia baru bertaubat dengan tulus lima tahun belakangan. Alhamdulillah, saat ini wanita tersebut sudah berperilaku lurus, menunaikan shalat, dan menangis siang malam menyesali semua perbuatan buruknya selama ini. Di samping itu dia juga rajin bangun tengah malam melaksanakan ibadah shalat, selain dari ibadah-ibadah sunnah lainnya.
Yang menjadi perhatian adalah bila kafarat (sanksi) yang harus dia jalani itu berbentuk puasa, maka dia tak akan sanggup melakukannya berturut-turut karena penyakit yang dia derita dan usianya yang sudah lanjut. Lalu, apa yang wajib dia lakukan sebagai balasan atas semua tindakan yang telah diperbuat? Semoga Allah memberi balasan yang lebih baik.
Jawaban
Pertama, wanita tersebut harus bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa yang telah dilakukannya. Sebab, Allah akan menerima taubat orang-orang yang mau bertaubat kepada-Nya,
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (QS. Asy-Syuura: 25)
Kedua, dia wajib membayar diyat (denda) atas kematian bayi yang sengaja dibunuh setelah lima bulan dari persalinan. Diyat itu dia serahkan pada ahli warisnya, sementara dia sendiri tidak mendapatkan bagian.
Ketiga, dia juga wajib membayar diyat atas kematian janin berumur delapan bulan dalam perutnya yang dia bunuh. Diyat kematian janin itu sebesar 1/10 dari diyat dirinya sendiri selaku ibu, serta diserahkan pada ahli warisnya, tanpa ada bagian untuk dirinya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam