Cara Bertakziah

4 menit baca
Cara Bertakziah
Cara Bertakziah

Pertanyaan

Di antara hal-hal yang baru saat ini adalah berubahnya cara bertakziyah di daerah selatan yang termasuk hak-hak sesama orang Muslim. Orang-orang telah banyak yang membicarakan dan fatwa juga telah dikeluarkan tetapi masalah sepertinya masih membutuhkan penjelasan, karena fatwa yang ada masih bersifat umum dan tidak ada penjelasan secara rinci.

Sebagai rasa cinta dari saya dalam menyelesaikan masalah dan menjelaskan ke hati-hati orang dari pintu syariah sehingga tidak membutuhkan penjelasan lagi, saya berharap mendengar masalah dan dilanjutkan dengan keluarnya hukum syariat yang sesuai kondisi dalam semua aspek, semoga Allah memberi taufik.

Kondisi yang berkembang saat ini dalam takziyah di daerah selatan:

1. Ketika orang mendengar berita ada yang meninggal dunia masyarakat berkumpul. Mereka adalah orang-orang kabilah, keluarga mayit, anak perempuannya, saudari perempuan, para istri, dan anak-anak mereka.

2. Waktu berkumpul minimal tiga hari.

3. Takziyah yang dilakukan tetangga desa dan kabilah dengan bersamaan dalam satu gelombang mencapai empat puluh atau tiga puluh atau lebih sedikit atau lebih banyak. Hal ini membutuhkan pertemuan dengan kabilah mayit.

4. Orang yang melakukan takziyah membutuhkan konsumsi dan hal ini berasal dari dua sumber :
a. Diberikan oleh penduduk dari kabilah mereka dengan cara sumbangan selama tiga hari untuk makan siang, makan malam, minum kopi.
b. Yang mendanai kerabat dekat mayit secara bergantian baik dengan cara iuran maupun tidak.

5. Di pasang tenda agar tempat luas bagi kabilah-kabilah yang datang.

6. Kondisi tersebut di atas adalah ketika orang yang meninggal lelaki. Jika yang meninggal adalah seorang perempuan, mereka tidak berkumpul tetapi mereka bertakziyah perorangan dari kelompok atau kabilah yang datang.

7. Warisan mayit, anak-anaknya, istri atau para istrinya tidak menanggung biaya kecuali terkadang biaya penyewaaan kanopi. Para anggota kabilah yang menanggung segala sesuatu seperti hidangan kopi dana lain sebagainya.

Jawaban

Pertama, bertakziyah kepada orang yang terkena musibah disyari’atkan, sebagai bentuk simpati dan meringankannya, dengan cara berdoa semoga mayit diberi ampunan, dan memberi ketabahan kepada keluarga dan teman sejawat karena adanya musibah, dan menyuruh untuk bersabar dan ikhlas. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bahwa,

أنه عزى إحدى بناته في صبيها فقال: إن لله تعالى ما أخذ وله ما أعطى، وكل شيء عنده بأجل مسمى، وأمرها بالصبر والاحتساب

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertakziyah kepada salah satu anak dari putri beliau yang meninggal dunia, lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya milik Allah-lah apa yang telah Dia ambil, milik-Nya apa yang telah Dia berikan, dan segala sesuatu di sisi-Nya dengan ketentuan yang sudah ditetapkan waktunya”. Lalu beliau menasehati putri beliau agar bersabar dan mengharapkan pahala.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.

Doa apapun boleh dipanjatkan seperti, “Semoga Allah memberi kebaikan dalam masa berkabungmu, memberikan pahala dengan musibah dan menggantikan dengan yang lebih baik”. Diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu `anha, ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

ما من عبد تصيبه مصيبة فيقول: إنا لله وإنا إليه راجعون، اللهم آجرني في مصيبتي واخلف لي خيرًا منها إلا آجره الله في مصيبته وأخلف له خيرًا منها قالت: فلما توفي أبو سلمة قلت كما أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأخلف الله لي خيرا منه رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Tak seorang pun yang tertimpa musibah lalu dia berkata, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun, Allahumma’jurni fi mushiibati, wa akhluf li khairan minha (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah berilah aku pahala karena musibah yang menimpaku dan gantikanlah untukku yang lebih baik darinya)”, melainkan Allah memberinya pahala karena musibah yang menimpanya dan menggantikannya dengan yang lebih baik”. Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah meninggal, saya mengucapkan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Allah menggantikan dengan yang lebih baik yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Kedua : Bertakziyah dapat dilakukan di tempat manapun yang dapat dijangkau untuk bertemu. Seorang Muslim dapat bertakziyah kepada keluarganya di tempat manapun, baik di masjid ketika melaksanakan salat jenazah, di makam, di jalan, di pasar, di rumahnya maupun melalui telpon.

Ketiga : Seorang Muslim yang melakukan takziyah baik yang meninggal itu lelaki maupun wanita, hukumnya sama. Ketika bertakziyah, tidak boleh dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Takziyah dilakukan secara perseorangan. Tidak boleh mendirikan tenda dalam bertakziyah baik yang meninggal itu wanita maupun lelaki.

Selain tidak boleh mendirikann tenda juga tidak boleh menentukan hari-hari khusus untuk bertakziyah karena tidak ada riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari para sahabatnya yang mulia, atau dari Khulafau’ Rasyidin atau dari salah satu imam yang mengadakan pertemuan khusus ketika bertakziyah, atau menentukan hari, waktu atau tempat khusus untuk bertakziyah atau mengumpulkan orang banyak untuk bertakziyah.

Kalau hal tersebut dibolehkan tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan ketika pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib gugur dalam perang, ketika anak pamannya Ja`far bin Abi Thalib terbunuh, ketika anak lelaki Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam Ibrahim dan anak perempuan beliau Zainab meninggal. Demikian juga ketika para sahabat terbaik pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal.

Demikian pula halnya ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia. Tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslim dan seluruh sahabatnya sangat mencintai beliau, namun demikian mereka tidak pernah mengadakan pertemuan untuk bertakziyah. Jika mengadakan pertemuan untuk bertakziyah itu disyariatkan tentu mereka melakukannya.

Demikian juga halnya ketika Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat meninggal dunia. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa orang-orang mengadakan pertemuan untuk bertakziyah. Hal ini menunjukkan bahwa mengadakan pertemuan untuk bertakziyah dan menyuguhkan makanan untuk yang hadir adalah bid’ah yang tidak ada dasar dalam agama bahkan wajib diingkari dan orang yang mendukung pelaksanaannya itu berdosa.

Ketika hal-hal baru dilakukan oleh generasi selanjutnya, mereka menyuguhkan makanan untuk orang yang berkumpul, sahabat yang agung, Jarir bin Abdullah al-Bajali berkata, “Kami – yaitu para sahabat – menganggap berkumpul di rumah keluarga yang baru ditinggal wafat salah seorang anggota keluarganya dan menyajikan makanan setelah pemakaman termasuk perbuatan meratap”.

Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dengan sanad hasan. Sedangkan menyuguhkan makanan oleh tetangga dan kerabatnya untuk keluarga mayit adalah sunah berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah bin Ja`far. Dia berkata, “Ketika berita terbunuhnya Ja`far radhiyallahu ‘anhu sampai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اصنعوا لآل جعفر طعامًا، فإنهم قد أتاهم ما يشغلهم

“Buatlah untuk keluarga Ja`far makanan, karena musibah yang menyibukkan mereka telah menimpa.” Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.

At-Tirmidzi menyatakan hadis ini sebagai hadis hasan. Menyuguhkan makanan yang disyariatkan itu adalah untuk keluarga mayit di rumahnya, bukan untuk orang yang berkumpul di tenda yang sengaja didirikan karena tujuannya adalah untuk membantu keluarga yang terkena musibah yang tertimpa musibah yang biasanya tidak sempat membuat makanan.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 16552

Lainnya

Kirim Pertanyaan