Berbakti Kepada Ibu Walaupun Ia Tidak Menyusui Dan Mengasuhnya

3 menit baca
Berbakti Kepada Ibu Walaupun Ia Tidak Menyusui Dan Mengasuhnya
Berbakti Kepada Ibu Walaupun Ia Tidak Menyusui Dan Mengasuhnya

Pertanyaan

Inti pertanyaannya adalah ketika si penanya berumur tujuh hari, ia diserahkan oleh bapaknya kepada bibinya agar sang bibi menyusui dan mengasuhnya lalu sang bibi pun melaksanakan amanah tersebut. Ketika ia berumur dua tahun, bapaknya meninggal dunia dan meninggalkan saudara perempuan (adiknya).

Ia mengatakan bahwa sang ibu membunuh saudarinya tersebut ketika ibunya menikah lagi (sepeninggalan bapaknya) dengan pria yang tidak sudi putri istrinya tinggal bersama mereka di satu rumah. Si penanya menyebutkan bahwa ibunya mempunyai delapan orang anak dari pria ini.

Apabila ia pergi untuk mengunjungi ibunya walaupun harus menempuh jarak yang jauh, suami ibunya melarangnya untuk bertemu dengan ibunya. Ia sekarang telah menjadi ayah buat lima orang anak dan hidup dalam kefakiran. Ia bertanya apa yang harus dilakukannya dan dilakukan ibunya dalam hal menjalin silaturahmi. Apakah ia dan ibunya berdosa karena tidak bersilaturahmi? Ia mohon jawaban.

Jawaban

Anda wajib berbakti dan berbuat baik kepada ibu Anda semampu Anda walaupun ia tidak menyusui dan mengasuh Anda, berdasarkan firman (Allah) Ta’ala,

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An-Nisaa’: 36)

Dan firman Allah Ta`ala,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

” Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Israa’: 23)

Serta firman Allah Ta`ala,

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan sesuatu dengan Aku yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15)

Dasar lainnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah,

أن رجلاً جاء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يـا رسول الله، من أحق بحسن صحابتي؟ قال: أمك. قال: ثم من؟ قال: أمك. قال: ثم من؟ قال: أمك. قال: ثم من؟ قال: ثم أبوك

“bahwa seorang lelaki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya, “Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan bakti saya?” Ia menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Ia menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Ia menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “lalu siapa?” Ia menjawab, “Ayahmu”.”

Anda tidak boleh menuduh dan berburuk sangka kepadanya dan tidak boleh mengatakan sesuatu tentangnya tanpa Anda ketahui kebenarannya. (Allah) Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujuraat: 12)

Dan (Allah) Ta’ala berfirman,

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Israa’: 36)

Apabila Anda mengunjunginya atau ingin berbakti dan berbuat baik kepadanya tetapi ia menolak, ia dilarang suaminya untuk bertemu dengan Anda atau Anda dilarang suaminya untuk menghubunginya atau memberikan sesuatu kepadanya, maka Anda telah menunaikan kewajiban Anda sebagai anak dan Anda tidak berdosa, berdasarkan firman (Allah) Ta’ala,

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Anda jangan pernah memutuskan silaturahmi dan menyakiti ibu Anda, bahkan balaslah kejahatannya dengan kebaikan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

ألا أنبئكم بأكبر الكبائر؟ قالوا: بلى يا رسول الله، قال: الإشراك بالله، وعقوق الوالدين

“Maukah kalian saya beritahu tentang dosa yang terbesar?” Mereka menjawab, “Ya, Rasulullah.” Ia lantas bersabda, “Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.”

Dan seterusnya dan firman-Nya,

إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ومنعًا وهات

“Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian durhaka terhadap ibu, tidak memberikan hak kepada pemiliknya dan meminta yang bukan haknya”

Dan firman-Nya,

لا يدخل الجنة قاطع

“Seorang pemutus tidak akan masuk surga.”

Serta firman-Nya,

ليس الواصل بالمكافئ، ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها

“Orang yang menyambung tali silaturahim bukanlah yang membalas silaturahim orang lain, akan tetapi orang yang menyambungnya adalah jika orang lain memutus tali silaturahim dengannya maka dia menyambungnya”

Jika Anda fakir, cukup Anda mengunjungi dan menemuinya dengan cara yang baik dan dengan memperlihatkan wajah yang cerah dan ceria. Semestinya ia mengasihi Anda dan mempersilahkan Anda untuk bersilaturahmi kepadanya sebisanya. Jika ia tidak melakukannya, maka jangan menyakitinya, tetapi Anda harus tetap berbuat baik kepadanya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 1253

Lainnya

Kirim Pertanyaan