Sikap Salaf Saleh Terhadap Sufi |
Pertanyaan
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah mempelajari surat yang ditujukan kepada Mufti. Surat ini disertai selebaran yang berjudul “Sikap Salaf Saleh terhadap Sufi”.
Surat ini berisi: “Saya mendapati selebaran ini berisi tentang pembelaan terhadap kaum sufi dan penyesatan opini seputar kaum sufi yang menyimpang, serta rekomendasi untuk mengikuti tanpa melihat ajarannya yang mengandung kesesatan, penyimpangan, dan kesyirikan yang buruk.
Saya kira penting untuk menjelaskan kesalahan dan kesesatan yang terkandung di dalam selebaran tersebut. Perlu diketahui bahwa tasawuf adalah bi`dah yang diada-adakan di dalam Islam, dan merupakan ajaran agama Nasrani yang disisipkan ke dalam Islam.
Jawaban
Kami jelaskan masalah tersebut sebagaimana berikut:
Pertama, pendapat mengenai tasawuf yang dinukil dari perkataan sebagian ulama, ahli ibadah, dan ahli zuhud terdahulu yang bukan merupakan kaum sufi, tidak dapat dijadikan dasar ajaran tasawuf yang baru (diada-adakan), karena para kaum sufi telah menyimpang dari ajaran al-Quran dan as-Sunnah. Mereka telah membuat tarekat-tarekat bid`ah (baru) yang bertentangan dengan manhaj para ulama yang pendapat mereka dinukil di dalam selebaran tersebut.
Di antara manhaj baru yang dimunculkan adalah wahdatul wujud, hulul, dan mengikuti segala ajaran yang diberikan oleh para syekh tarekat kepada para murid (pengikut) tanpa ada penentangan. Juga sangkaan mereka bahwa mereka secara langsung mengambil ilmu dari Allah tanpa membutuhkan sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena menurut mereka, beliau hanya datang untuk memberi pelajaran kepada kaum awam, bukan kepada kaum khusus.
Demikian juga seperti persoalan ibadah mereka kepada kuburan dengan cara menyembelih hewan, nazar, serta berdoa dan beristighatsah kepada orang-orang mati. Semua keburukan ini benar-benar tercatat di dalam kitab-kitab mereka dan mereka praktikkan dalam bentuk perilaku dan ibadah, sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini.
Kedua, mengenai perkataan di dalam selebaran tersebut yang berbunyi: “Berdasarkan hal itu, maka semua perkara yang bertentangan dengan Islam tidak benar dinisbatkan kepada kaum sufi atau tasawuf. Hal itu hanyalah merupakan kesesatan orang-orang yang mengklaim dan menisbatkan diri kepada tasawuf secara dusta.
Atau itu hanyalah merupakan perkara-perkara yang sengaja disisipkan ke dalam kitab-kitab mereka dengan tujuan untuk menuduh kaum sufi, serta memperburuk citra dan manhaj mereka. Hal ini sebagaimana terjadi di dalam kitab-kitab tafsir yang berisi kisah-kisah Israiliyat yang bertentangan dengan manhaj para penulisnya sendiri yang begitu gigih untuk menjelaskan kebenaran, dan lain sebagainya.”
Kami jawab: Kesesatan-kesesatan tersebut bukan berasal dari orang-orang yang hanya mengklaim bertasawuf, akan tetapi itu berasal dari para imam tasawuf yang menyimpang, seperti Ibnu Arabi, al-Hallaj, ar-Rifa’i, Ibnu Faridh, Asy-Sya`rani, (di dalam Thabaqatnya), as-Suhrawardi (di dalam ‘Awarifnya), Abdul Karim al-Jili (di dalam al-Insan al-Kamil), dan para pemuka kaum sufi lainnya, sebagaimana tertera di dalam kitab-kitab mereka.
Klaim bahwa kesesatan tersebut hanyalah disisipkan ke dalam kitab-kitab mereka adalah klaim tanpa dalil. Bagaimana mungkin hal itu hanyalah sebuah pemikiran yang disisipkan atas nama mereka, padahal para pengikut mereka sekarang senantiasa mencetak kitab-kitab ini, menyebarkannya, dan mempraktikkannya di dalam amalan ibadah mereka siang dan malam.
Sekarang kita berbicara realitas yang ada, bukan hanya mengenai kitab-kitab tersebut. Menganalogikan hal itu dengan kisah-kisah Israiliyat yang ada di dalam kitab-kitab tafsir sangat tidak tepat dan analogi ini batil, karena kedua kasus tersebut memiliki perbedaan yang prinsipil.
Sebab, tidak semua Israiliyat adalah kebohongan, tetapi ada yang benar dan dapat diterima, yaitu Israiliyat yang sesuai dengan syariat kita yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ada juga Israiliyat yang batil, yaitu yang bertentangan dengan syariat kita.
Ketiga, penafsirannya terhadap perkataan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, yaitu saat beliau menyebutkan ilmu, fikih, ibadah, dan mencari akhirat, beliau rahimahullah berkata: “Lantas Allah mengutus Nabi-Nya dengan agama ini yang mengumpulkan dua macam hal.” Penulis selebaran tersebut menafsirkan bahwa kedua macam hal tersebut adalah fikih dan tasawuf.
Ini merupakan penafsiran yang tidak benar. Itu karena kedua hal tersebut maksudnya adalah hidayah (petunjuk) dan agama yang benar, sebagaimana dijelaskan di dalam sebuah ayat al-Quran,
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar.” (QS. At-Taubah: 33)
Juga berdasarkan perkataan Syekh Muhammad sendiri di awalnya: “Ketahuilah semoga Allah memberimu petunjuk bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa hidayah yang berupa ilmu yang bermanfaat dan agama yang benar yaitu amalan saleh.” Dan sudah sangat maklum bahwa Syekh rahimahullah senantiasa memerangi bid`ah dan kesyirikan, di antara yang paling besar adalah tasawuf yang menyimpang.
Berdasarkan keterangan di atas, maka Komite Tetap memutuskan untuk melarang membagi-bagikan selebaran ini, memerintahkan untuk menghancurkannya, dan memperingatkan akan isinya, demi menjaga akidah kaum Muslimin dari tersebarnya bid`ah dan kesyirikan melalui selebaran semacam ini dan semisalnya.
Wa Shallallahu wa Sallam ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi Ajma’in.