Bermakmum kepada Orang yang Meminta Bantuan kepada Selain Allah dan Menjadikannya Sebagai Penolong

2 menit baca
Bermakmum kepada Orang yang Meminta Bantuan kepada Selain Allah dan Menjadikannya Sebagai Penolong
Bermakmum kepada Orang yang Meminta Bantuan kepada Selain Allah dan Menjadikannya Sebagai Penolong

Pertanyaan

Seseorang yang hidup bersama golongan yang meminta bantuan kepada selain Allah, apakah dia boleh bermakmum salat kepada mereka? Apakah kami harus meninggalkan mereka? Apakah syirik mereka merupakan syirik yang berat? Apakah menjadikan mereka sebagai penolong sama halnya dengan menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong?

Jawaban

Apabila keadaan orang yang tinggal di antara mereka -sebagaimana yang Anda sebutkan: meminta bantuan kepada selain Allah, seperti meminta bantuan kepada orang-orang mati dan orang-orang yang masih hidup namun tidak ada di tempat, pepohonan, batu-batuan, atau bintang-bintang dan semisalnya- maka mereka termasuk orang-orang yang melakukan syirik besar yang menyebabkan mereka keluar dari agama Islam.

Tidak boleh menjadikan mereka sebagai penolong, sebagaimana tidak diperbolehkan menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong.

Demikian juga tidak sah bermakmum shalat kepada mereka. Juga tidak boleh bergaul dengan mereka dan tinggal di antara mereka, kecuali bagi orang yang mengajak mereka ke jalan yang benar dengan harapan mereka akan menerima ajakannya dan ia dapat memperbaiki kondisi keagamaan mereka.

Jika tidak demikian, maka ia wajib menjauhi mereka dan bergabung dengan golongan yang lain untuk saling membantu menegakkan dasar-dasar dan cabang-cabang ajaran agama Islam serta menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam.

Apabila tidak menemukan golongan yang seperti itu, maka ia harus menjauhi seluruh golongan yang ada, meski ia akan hidup dengan susah-payah, berdasarkan riwayat dari Hudzaifah Radhiyallahu `Anhu, bahwasanya ia berkata:

كان الناس يسألون رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الخير، وكنت أسأله عن الشر مخافة أن أقع فيه، فقلت: يا رسول الله، إنا كنا في جاهلية وشر فجاءنا الله بهذا الخير، فهل بعد هذا الخير من شر؟ قال: نعم، فقلت: فهل بعد هذا الشر من خير؟ قال: نعم، وفيه دخن، قلت: وما دخنه؟ قال: قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير هديي تعرف منهم وتنكر، فقلت: فهل بعد ذلك الخير من شر؟ قال: نعم، دعاة على أبواب جهنم من أجابهم إليها قذفوه فيها، فقلت: يا رسول الله، صفهم لنا، قال: نعم، هم من بني جلدتنا، ويتكلمون بألسنتنا، قلت: يا رسول الله، فما تأمرني إن أدركني ذلك؟ قال: تلزم جماعة المسلمين وإمامهم. فقلت: فإن لم تكن لهم جماعة ولا إمام؟ قال: فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن تعض على أصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك

“Orang-orang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena aku kuatir akan menjumpainya. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dulu kami berada dalam masa Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini, maka adakah keburukan lagi setelah kebaikan ini?”. Beliau menjawab: “Ya, ada”. Aku bertanya, “Apakah setelah keburukan ini adalah kebaikan?”. Beliau menjawab, “Ya, di sana ada asap”. Aku bertanya, “Apakah asapnya?”. Beliau menjawab, “Suatu kaum yang mengambil petunjuk selain petunjukku, kamu akan mengetahui mereka dan kamu mengingkarinya”. Aku bertanya lagi, “Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan lagi?”. Beliau menjawab, “Ya, para dai yang menyeru ke pintu-pintu neraka Jahanam. Barangsiapa menyambut seruan mereka, maka mereka akan melemparnya ke dalam neraka Jahanam”. Lantas aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ciri-ciri mereka?”. Beliau menjawab, “Mereka sebangsa dengan kita, dan berbicara dengan bahasa kita”. Aku bertanya, “Lantas apa yang engkau perintahkan seandainya aku menemuinya?”. Beliau bersabda, “Tetaplah bersama jamaah kaum Muslimin dan imam mereka”. Aku bertanya lagi, “Jika kaum Muslimin tidak memiliki jamaah maupun imam?”. Beliau bersabda, “Jauhilah semua kelompok itu, meski pun kamu harus menggigit akar pepohonan (hidup susah) sampai kematian mendatangimu dan kamu tetap berada dalam keadaan tersebut” (Muttafaqun `Alaih)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor (2787)

Lainnya

Kirim Pertanyaan