Seorang Lelaki Menceraikan Istrinya Karena Mengira Istrinya Merupakan Saudari Sesusuannya, Kemudian Terbukti Hal Itu Tidak Benar

2 menit baca
Seorang Lelaki Menceraikan Istrinya Karena Mengira Istrinya Merupakan Saudari Sesusuannya, Kemudian Terbukti Hal Itu Tidak Benar
Seorang Lelaki Menceraikan Istrinya Karena Mengira Istrinya Merupakan Saudari Sesusuannya, Kemudian Terbukti Hal Itu Tidak Benar

Pertanyaan

Saya menikah dengan putri paman saya. Setelah menikah dengannya, saya mendengar ibunya berkata bahwa dia dahulu menyusui saya dan istri saya ketika kami masih kecil. Lalu saya mencari informasi tentang menyusui, apakah dapat mengharamkan pernikahan atau tidak? Ada yang mengatakan kepada saya bahwa susuan mengharamkan pernikahan.

Maka saya menalak istri saya dengan talak tiga setelah saya mencari informasi tentang susuan tersebut. Seandainya saya diberitahu bahwa susuan tidak mengharamkan pernikahan, tentu saya tidak akan menceraikannya, karena saya sama sekali tidak ingin menceraikannya. Kata-kata yang saya ucapkan kepada istri saya ketika menceraikannya adalah “Kamu saya talak, kamu saya talak, dan kamu saya talak”.

Talak tersebut terjadi berdasarkan perkataan ibunya. Setelah saya mengkonfirmasi kepada ibunya, karena dia mengatakan bahwa dia tidak menyusui saya, dia mengatakan bahwa dia hanya menggendong saya lalu saya memegang payudaranya dan meletakkannya di mulut saya. Dan dia mengatakan bahwa saya tidak mengisap air susunya sama sekali.

Dan nenek saya, yaitu ibu dari ayah saya, menarik saya sebelum saya mengisap susu darinya. Ketika anak-anak mendengar perkataan tersebut, suami putri saya langsung menceraikan putri saya tanpa meminta pendapat dari saya terlebih dahulu. Apakah istri saya masih halal bagi saya?

Jawaban

Setelah membaca pertanyaan di atas, Komite Tetap Riset dan Fatwa meminta kepada penanya untuk mendatangkan ibu istrinya dalam rangka memastikan kebenaran kata-kata yang dinisbatkan kepadanya itu.

Setelah penanya datang bersama ibunya dan ibunya ditanya tentang hal itu, dia menjawab, “Saya, M. S. Q. S. menikah dengan A. S. `A. ketika saya masih gadis. Ketika itu, A. S., saudara suami saya, mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama S. `A. S.. Anak laki-laki ini berusia dua tahun ketika saya menikah dengan pamannya.

Suatu ketika saya memangkunya untuk saya susui. Namun ketika saya meletakkan payudara saya di mulutnya, neneknya menariknya dengan paksa sebelum dia sempat menghirup air susu saya. Dan sang nenek pun berkata, “Jangan kau susui dia.” Dan dia tidak penah menyusu dari saya, baik sebelum peristiwa itu maupun setelahnya. Kemudian S. ‘A. S. menikahi putri saya, S. A. S. `A..

Dia mendengar bahwa saya telah menyusuinya ketika masih kecil. Maka dia secara tergesa-gesa menceraikan putri saya berdasarkan apa yang dia dengar tersebut.” Demikian tadi penjelasan ibunya.

Setelah Komite mempelajari pertanyaan yang diajukan dan jawaban dari ibu istrinya, maka Komite menetapkan jawaban sebagai berikut: S. `A. menceraikan S. A. S. `A. dengan kata-katanya, “Kamu saya talak, kamu saya talak, dan kamu saya talak”, yang dia ucapkan karena mendengar ibu mertuanya mengatakan bahwa dia telah menyusuinya dan istrinya.

Lalu ketika dia bertanya tentang susuan tersebut maka diberitahu bahwa susuan tersebut mengharamkan pernikahan, padahal seandainya susuan tersebut tidak terjadi maka dia tidak akan mencerainya.

Kemudian ketika ibu istrinya datang ke kantor Komite menyatakan bahwa dia tidak pernah menyusuinya, karena ketika akan menyusuinya, neneknya mengambilnya dengan paksa ketika dia baru meletakkan payudaranya di mulut menantunya yang masih kecil sebelum sempat menghirup air susunya.

Jika permasalahannya demikian, maka talak tersebut tidak terjadi dan istrinya tersebut masih berada di dalam ikatan pernikahan yang sah dengannya karena dia menceraikan istrinya berdasarkan sesuatu yang dia kira telah terjadi, lalu terbukti bahwa hal itu tidak terjadi.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 146

Lainnya

Kirim Pertanyaan