Saya Berkata Kepada Keponakan, “Jika Saya Menginjakkan Kaki Di Halaman Rumahmu Maka Istriku Tidak Lagi Di Bawah Tanggung Jawabku”

2 menit baca
Saya Berkata Kepada Keponakan, “Jika Saya Menginjakkan Kaki Di Halaman Rumahmu Maka Istriku Tidak Lagi Di Bawah Tanggung Jawabku”
Saya Berkata Kepada Keponakan, “Jika Saya Menginjakkan Kaki Di Halaman Rumahmu Maka Istriku Tidak Lagi Di Bawah Tanggung Jawabku”

Pertanyaan

Suatu hari saya berdebat dengan keponakan (anak dari saudara perempuan) di rumahnya. Saya sangat marah ketika perdebatan tersebut usai. Saya berkata kepada keponakan saya tersebut, “Jika saya menginjak halaman rumahmu maka istriku tidak akan berada di bawah tanggung jawabku lagi”. Setelah bersumpah saya dan keluarga segera meninggalkan rumahnya.

Sekarang saya sangat menyesal atas sumpah yang pernah saya ucapkan tentang rumah keponakan saya itu hingga saya terlarang untuk memasuki rumahnya. Saya juga menjauhi kakak perempuan sulung saya tanpa ada salah apapun yang dia lakukan. Saya terlarang untuk mengunjunginya di rumah anaknya.

Saya sangat berharap fatwa dari yang mulia perihal sumpah yang saya ucapkan untuk mendatangi saudara perempuan saya ataupun anaknya yang telah saya jauhi hanya karena sumpah ini. Saya menantikan jawaban Yang Mulia. Semoga Allah menunjuki Anda kepada jalan kebaikan, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Jawaban

Jika kenyataannya seperti yang telah disebutkan maka sambunglah tali silaturrahim Anda dengan saudara perempuan Anda dan anaknya sebab mereka berdua adalah tetap keluarga dan mahram Anda. Allah subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk menyambung tali silaturrahim.

Setelah memasuki rumah anak saudara perempuan Anda tersebut hendaknya Anda membayar kafarah melanggar sumpah yaitu dengan memberi makan sepuluh orang miskin berupa lima sha’ beras atau gandum atau kurma sesuai dengan makanan yang Anda dan keluarga Anda makan.

Setiap orang miskin diberi setengah sha’ atau dengan memberi mereka pakaian atau memerdekakan budak. Jika tidak mampu maka berpuasa selama tiga hari. Puasa ini disunahkan dilakukan berturut-turut berdasarkan firman Allah Ta’ala,

لاَ يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maa-idah: 89)

Pengharaman yang Anda lakukan hukumnya adalah hukum sumpah.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 2884

Lainnya

Kirim Pertanyaan