Melepaskan Diri Dari Hasil Usaha Kafe Yang Juga Menjual Makanan Atau Minuman Haram |
Pertanyaan
Ketika “Revolusi Kemerdekaan” yang penuh berkah, tepatnya pada tahun 1960 M, kolonial Perancis yang zalim membawa ayah saya untuk melakukan bakti nasional di Jerman. Akhirnya, dia pun berangkat ke Jerman. Saat bertugas, jarinya terputus dan ditambal dengan sepotong emas. Ayah saya tidak lagi melakukan bakti nasional dan kembali ke Aljazair pasca kemerdekaan. Beliau menerima gaji bulanan sebagai ganti dari jarinya yang terpotong.
Gaji tersebut dia jadikan sebagai saham di salah satu perusahaan permodalan. Pada tahun 1963 dia pindah ke Perancis untuk bekerja di sana. Sesampainya di Perancis, atas petunjuk dari Allah, alhamdulillah beliau mendapatkan pekerjaan yang halal. Pada awalnya beliau bekerja sebagai pembersih saluran air. Namun kemudian dia beralih profesi menjadi pekerja bangunan selama tiga tahun. Pada tahun 1966, setelah mendapatkan SIM (Surat Izin Mengemudi), dia berganti profesi menjadi sopir truk sebuah perusahaan dan bertahan dengan pekerjaan ini sampai tahun 1982 M.
Alhamdulillah, sampai di sini semua berjalan normal. Akan tetapi di saat-saat kerjanya ada hari buruk di mana beliau berkenalan dengan teman-teman yang tidak baik. Salah satu di antaranya membujuk dan berkata kepadanya, “Tinggalkanlah pekerjaan Anda sebagai sopir dan mari kita melakukan kerjasama untuk membeli kafe.” Tak henti-henti teman yang tidak baik tersebut membujuk ayah saya, hingga akhirnya dia pun luluh membeli kafe itu.
Akhirnya, ayah saya meninggalkan pekerjaannya sebagai sopir. Pada tahun yang sama, yaitu 1982 M, kafe pun terbeli. Di kafe itu, pekerjaan baru mereka dimulai dengan menjual kopi, teh, minuman ringan, dan alkohol. Berdasarkan pengakuan ayah saya, dia bersumpah tidak mengetahui bahwa menjual alkohol termasuk perbuatan yang diharamkan. Ini terjadi karena memang ketidakpahaman agama itu sangat mewabah pada masa penjajahan dan periode setelahnya.
Akan tetapi, ayah saya tidak berhenti dan tetap bertahan dengan pekerjaannya, sehingga pundi-pundi uang haram pun semakin bertambah dari hari ke hari. Dari uang itulah kami membangun dua rumah. Ayah saya juga membeli beberapa mobil dan menjualnya. Sekarang ini kami memiliki dua rumah dan dua mobil–satu mobil besar dipakai oleh saudara saya, dan satu lagi mobil kecil untuk dipakai di rumah. Setelah bertahun-tahun berlalu, ayah saya ingin melakukan tobat sebenar-benarnya (nasuhah) kepada Allah.
Dia amat menyesali semua perbuatan itu dan ingin bertobat kepada Allah dengan meninggalkan pekerjaan haram tersebut. Tahun ini dia memutuskan untuk menjual kafe–semoga Allah memberi kemudahan. Perlu diketahui bahwa sampai usia 60 tahunnya kini, ayah saya mendapatkan dua gaji pensiun: dari pekerjaan pertama yang insya Allah halal, dan dari pekerjaan kedua yang haram. Syekh yang saya hormati, inilah permasalahan yang saya hadapi. Saya mohon Anda menjelaskan kepada kami jalan keluar dari dilema ini, karena kami dalam kebingungan dan tidak ada orang yang dapat menjelaskan kepada kami.
Jawaban
Jika kondisinya seperti yang Anda sebutkan, apabila ayah Anda–setelah bertobat kepada Allah–mengetahui jumlah uang yang didapatkan dari kafe yang pertama dan kedua, maka dia wajib melepaskan diri dengan cara menyumbangkannya untuk kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat, atau memberikannya kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Niatnya untuk berlepas diri darinya, bukan dengan niat sedekah. Jika dia tidak mengetahui jumlah uang haram, maka dia dapat memprediksi besarannya dan melakukan hal yang telah kami sebutkan (menyumbangkan uang tersebut).
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.