Thawaf Wada |
Pertanyaan
Pada tahun 1405 H, saya menunaikan ibadah haji untuk pertama kali. Saya berangkat bersama teman-teman saya dengan mengendarai mobil dari Riyadh ke Madinah dan menetap selama satu hari di sana, kemudian melanjutkan perjalanan ke Makkah untuk melakukan tawaf di Ka’bah dan segenap rangkaian ibadah haji.
Akan tetapi, terjadi hal yang tidak menyenangkan kepada saya setelah kami melakukan wukuf di Arafah sepanjang hari. Ketika matahari terbenam, teman-teman saya dan semua yang ada di Arafah mulai bertolak menuju Muzdalifah untuk mabit (bermalam).
Tiba-tiba saya menjadi bingung dan kehilangan kesadaran, sehingga tertinggal dari teman-teman saya. Saya melangkah tanpa tahu harus ke mana, berjalan telanjang kaki, tidak sadar, dan bahkan benar-benar lupa nama saya.
Demi Allah Yang Mahaagung, saya benar-benar lupa nama saya! Bahkan, kemudian saya melepaskan pakaian ihram saya. Saya menjadi seperti orang gila, tanpa mengenakan pakaian ihram, tidak ada sehelai benang pun yang menutupi aurat saya.
Saya melakukan hal itu tanpa peduli dengan apa pun. Saya juga tidak beralaskan kaki. Peristiwa itu berlangsung di hadapan orang banyak, lelaki dan wanita. Setelah itu saya mulai menangis sejadi-jadinya.
Terkadang saya tertawa sendiri dari dalam hati. Semua ini terjadi ketika saya sedang berjalan tanpa tahu ke mana arah yang saya tempuh. Hingga kemudian saya ditemukan oleh para polisi yang sedang berjalan di tempat yang sama.
Mereka bertanya kepada saya dengan wajah terheran-heran, “Anda datang dari mana?” Saya katakan kepada mereka, “Dari Arafah.” Mereka berkata lagi, “Kita sekarang masih berada di Arafah.” Lalu saya duduk bersama mereka di dalam tenda, dan tidur dalam pengawasan mereka selama seperempat jam.
Setelah saya merasa cukup tidur, mereka membantu saya mengenakan pakaian ihram dan berkata, “Pergilah ke Muzdalifah untuk mabit di sana.” Namun saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak mampu pergi sendiri. Saya memang tidak ingin pergi dari tempat itu sama sekali.
Akhirnya, mereka membawa sebuah mobil dan mengatakan kepada pemiliknya untuk membawa saya ke Muzdalifah dan tidak membiarkan saya pergi. Polisi itu juga meminta agar saya dibiarkan tidur setiba di sana. Semua itu pun terjadi. Saya tertidur hingga matahari terbit dan saya lihat orang-orang meninggalkan Muzdalifah.
Saya lalu bertanya kepada mereka, “Pergi kemana?” Mereka menjawab, “Ke tempat pelemparan jamrah.” Saat itu saya merasa tidak sepenuhnya sadar. Kemudian, saya berjalan dan ikut melempar jamrah bersama mereka. Setelah itu saya bertanya lagi kepada orang-orang, “Sekarang pergi ke mana?” Mereka menjawab, “Ke Mina.”
Sebelum itu saya telah meminta kepada salah seorang teman untuk membelikan seekor kurban dan menyembelihnya karena tidak bisa melakukannya sendiri. Teman saya itu pun melakukan semua yang saya minta.
Kemudian ketika saya sampai di Mina saya mendapati teman-teman saya di sana. Hal itu pun setelah usaha yang sangat melelahkan sehingga memaksa saya makan dari daging hewan dam saya. Setelah itu, kami menunaikan seluruh rangkaian ibadah haji, lalu kembali ke Riyadh. Ketika saya ceritakan kepada teman-teman saya tentang apa yang terjadi, mereka hanya mengatakan bahwa itu akibat sengatan matahari.
Pertanyaan saya, apakah saya harus mengulangi haji saya atau bagaimana? Sebab, saya sudah tidak memiliki kemampuan dan uang yang dapat mengantarkan saya untuk menunaikan ibadah haji.
Selain itu, sekarang saya ingin menikah demi menjaga kehormatan, sedangkan uang yang saya miliki saat ini tidak cukup untuk biaya menikah dan biaya ibadah haji.
Apakah saya juga berdosa karena apa yang saya lakukan, sedangkan saya tidak menggauli wanita dan tidak berbuat fasik? Akan tetapi saya sering marah dan sering merasa letih.
Ini merupakan efek ketika saya tidak mampu melakukan hal yang meragukan sehingga menjadikan saya seperti orang gila. Mohon penjelasan atas hal ini, semoga Allah membalas kebaikan Anda.
Jawaban
Apabila Anda telah menunaikan semua rangkaian ibadah haji seperti yang Anda sebutkan, maka ibadah haji Anda sah. Sedangkan apa yang terjadi pada Anda tidak mempengaruhi keabsahan ibadah haji Anda dan tidak wajib diulang.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.