Menunda Thawaf |
Pertanyaan
Saya dan istri menunaikan ibadah haji tahun lalu. Dalam perjalanan menuju Makkah, istri saya mengalami haid bulanan. Oleh karena itu, dia tidak dapat melaksanakan tawaf qudum dan sai, padahal kami sudah berada di tanggal delapan Dzulhijjah .
Saat wukuf di Arafah dia masih haid, sehingga saya menggantikannya untuk melontar jamrah. Dia masih dalam keadaan haid ketika kami meninggalkan Makkah bersama rombongan haji kami.
Kondisi tidak memungkinkan untuk menunda kepergian, agar dia bisa melakukan tawaf ifadhah dan sai. Setelah tiga bulan, kami berkesempatan mengunjungi Baitullah untuk kedua kalinya. Ketika itulah istri saya tawaf dan sai.
Apakah ini cukup untuk mengganti tawaf haji agar ibadah haji yang ditunaikan sebelumnya itu sah? Perlu diketahui, bahwa dia telah bertahalul dari ihramnya di antara rentang waktu haji dan kunjungan kedua ini.
Yang membuat saya bingung, ada yang mengatakan bahwa tawaf ifadhah boleh dilaksanakan sebelum satu tahun. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa Tawaf ifadhah boleh dilakukan sepanjang usia.
Apakah maksud pernyataan ini bahwa seseorang harus selalu berada dalam kondisi ihram selama rentang waktu ini?
Jawaban
Jika kondisinya seperti yang telah dijelaskan, maka hajinya sah. Namun, jika Anda melakukan hubungan intim dengannya sebelum dia thawaf dan sai untuk haji, maka dia wajib menyembelih seekor kambing di Makkah yang dibagikan kepada fakir miskin.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.