Lelaki Memakai Cincin Kawin Emas |
Pertanyaan
Pertanyaan 1: Apa hukum syariat bagi laki-laki yang mengenakan cincin kawin emas? Perlu diketahui bahwa cincin itu tidak diniatkan untuk perhiasan, tetapi sebagai pelaksanaan tradisi penggunaan cincin kawin emas bagi pria yang sudah menikah, sebagaimana yang berlaku di beberapa negara Islam.
Pertanyaan 3: Beberapa ulama memfatwakan bahwa penggunaan emas bagi laki-laki maupun perempuan adalah haram. Apa hukum syar’i dalam masalah ini? Mudah-mudahan Allah membalas Anda dengan pahala.
Jawaban
Jawaban 1: Laki-laki haram memakai cincin emas, baik cincin kawin maupun cincin lainnya. Demi memenuhi adat atau alasan apa pun, penggunaan cincin emas bagi laki-laki adalah haram. Dalil-dalil keharamannya termuat dalam jawaban atas pertanyaan nomor tiga.
Tradisi memakai cincin kawin emas merupakan bidah, meniru budaya barat, dan menyerupakan diri dengan orang kafir. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memperingatkan hal ini dengan bersabda,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Dan,
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan berasal dari urusan agama kami, maka perkara itu tertolak.”
Jawaban 3: Memakai emas halal bagi perempuan dan haram bagi laki-laki, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa`i, dan Tirmidzi yang memandangnya sebagai hadis sahih serta oleh Hakim yang juga mengategorikannya sebagai hadis sahih, dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Emas dan sutra dihalalkan bagi wanita umatku dan diharamkan bagi kaum lelaki.”
Dan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dari Ali radhiyallahu ‘anhu,
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengambil sutra kemudian meletakkannya pada tangan kanannya. Ia juga mengambil emas dan meletakkannya pada tangan kirinya. Kemudian ia bersabda, ‘Sesungguhnya kedua benda ini (emas dan sutra) haram bagi lelaki dari umatku.”
Dalam riwayat Ibnu Majah terdapat tambahan redaksi,
“Halal bagi kaum wanita mereka (umat Nabi Muhammad).”
Menurut Nasa’i, ada perbedaan pendapat dalam penerimaan riwayat dari Zaid bin Abi Habib, tetapi al-Hafizh mengatakan bahwa perbedaan itu tidak berdampak apa pun. Hadis ini juga diriwayatkan dari beberapa jalur.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.