Uang Yang Dikumpulkan Untuk Persiapan Pernikahan Lalu Uang Tersebut Dibelikan Tanah |
Pertanyaan
Seorang pemuda berumur 29 tahun bekerja di Kerajaan Arab Saudi sejak enam tahun lamanya. Dia keluar meninggalkan negaranya mencari rezeki halal di bumi Allah yang luas serta mencari pasangan hidup yang baik. Allah telah memberinya rezeki berupa sejumlah harta yang ia kumpulkan dari gaji bulanannya sepanjang tahun ia bekerja di Saudi.
Harta ini ia akan gunakan untuk pernikahannya dan menyelesaikan pembangunan rumah yang akan ia diami setelah menikah dan melengkapi rumah itu dengan perabot serta biaya pesta pernikahannya nanti dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Ia tidak memilki apa-apa kecuali sejumlah harta tadi.
Agar tidak terjatuh dalam syubhat riba atau dalam membantu proyek riba, ia menolak untuk menyimpan uangnya di bank manapun di negaranya. Ia pun membeli sebidang tanah sebagai bentuk penjagaan atas hartanya tersebut dan jika telah siap menikah, ia akan menjual kembali tanahnya itu.
Ia pun menjualnya dan telah memiliki uang hasil penjualan tersebut. Penjualan ini telah berlangsung selama kurang lebih dua tahun dan lebih tiga bulan. Pertanyaannya sekarang:
1. Apakah tanah yang dibeli tersebut dan dijual kembali saat telah siap untuk menikah wajib dizakati?
2. Jika wajib mengeluarkan zakat dari tanah yang telah dibelinya ini, apakah zakat yang dikeluarkan dihitung berdasarkan harga beli tanah atau harga jualnya nanti? Ataukah dari harga tanah yang telah disesuaikan dengan harga tanah yang ada di pasaran pada waktu itu?
3. Jika ia tidak memiliki harta selain gaji bulanannya saja selama bekerja di Saudi. Apakah harus dikeluarkan juga zakat darinya?
4. Jika pemuda pembeli tanah ini telah melalui satu tahun atau lebih dari masa pembelian tanah tersebut tanpa bekerja dan tanpa mendapat gaji apakah masih tetap harus membayar zakat tanah itu tahun ini?
5. Apakah boleh ia keluarkan zakat kepada saudaranya untuk membantu pernikahannya?
6. Pertanyaan terakhir, apakah boleh mengeluarkan zakat berupa uang tunai dan berupa benda seperti makanan-makanan, selimut, kasur lain sebagainya atau tidak boleh?
Jawaban
Tanah yang dibeli dengan niat menjualnya kembali saat telah memiliki keinginan kuat untuk menikah merupakan barang dagangan, sebab ada keinginan untuk menjualnya saat telah tersedia jalan untuk menikah.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban menghitung jika telah cukup satu tahun dari waktu pembelian atas tanah itu dan saat meniatkan untuk menjualnya.
Berapa pun harganya saat dihitun, maka dikeluarkan darinya 2,5 %. Setiap cukup satu haul dan belum juga terjua, maka dihitunglah saat sempurna haul tersebut dan dikeluarkan 2,5% dari harga yang ada pada waktu penghitungan, sama halnya harganya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga beli.
Zakatnya dikeluarkan dengan cara tunai memakai alat bayar yang dipakai untuk mengukur harga seperti dirham yang kita kenal sekarang ini atau emas dan perak, Hal ini lebih membantu untuk terlepas dari tanggung jawab serta lebih teliti dalam penghitungan harga.
Adanya diri Anda tidak mendapatkan gaji dan tidak bekerja beberapa waktu tidak ada kaitannya dengan kewajiban mengeluarkan zakat. Hal tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk menghilangkan kewajiban mengeluarkan zakat, sebab zakat itu terkait dengan tanah yang telah diniatkan untuk dijual.
Boleh membayarkan zakat kepada salah seorang saudara jika memang ia berhak mendapatkannya seperti kefakiran maka ia diberi zakat. Ia mendapakannya disebabkan kefakiran dan kebutuhannya.
Hal ini bukanlah sesuatu yang terlarang bahkan memberikan zakat kepada keluarga dekat yang lebih membutuhkan itu lebih utama dari pada selainnya, berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Sedekah (zakat) yang diberikan kepada orang miskin hanya bernilai sedekah saja. Tapi jika diberikan kepada sanak famili maka akan memiliki dua nilai sedekah dan silaturahim.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi Imam Ahmad dan Nasa’i dan ini merupakan lafal Tirmidzi dan dia berkata Hadits Hasan Shahih.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.