Apa Yang Harus Dilakukan Oleh Seorang Ibu Yang Ingin Menghibahkan Hartanya Untuk Dijadikan Sedekah Jariyah?

1 menit baca
Apa Yang Harus Dilakukan Oleh Seorang Ibu Yang Ingin Menghibahkan Hartanya Untuk Dijadikan Sedekah Jariyah?
Apa Yang Harus Dilakukan Oleh Seorang Ibu Yang Ingin Menghibahkan Hartanya Untuk Dijadikan Sedekah Jariyah?

Pertanyaan

Seorang ibu yang ingin menghibahkan sejumlah harta agar menjadi sedekah jariyah yang bermanfaat baginya saat hidup hingga meninggal. Apakah sedekah jariyah itu?

Bagaimana saya memanfaatkannya? Apakah dengan menyimpannya di bank Islam sebagai tabungan atau di bank biasa dan menginfakkan seperempat dari keuntungannya pada proyek-proyek tertentu seperti pengobatan penyakit kanker? Jika saya menabungkan atas nama saya, apakah ahli waris saya berhak menarik uang itu dan memanfaatkannya?

Atau apakah uang ini ditabung atas nama ketua proyek misalnya dekan fakultas kedokteran? Apakah orang yang diatas namakan tabungan ini berhak memanfaatkannya pada berbagai hal? Atau apakah lebih baik jika saya memberikan untuk orang sakit tertentu dengan menabungkannya atas nama dokter terpercaya lalu dia menyalurkannya sesuai kesepakatan? Dokter yang saya berikan kepercayaan ini boleh memberikan kepada dokter lain untuk melanjutkan perjalanan proyek ini dalam jangka waktu yang panjang.

Dengan demikian harta tadi berada dalam tanggung jawab dokter yang saya percayakan tadi. Apakah menyumbang alat-alat kedokteran yang membantu orang sakit seperti alat cuci ginjal termasuk sedekah jariyah? Jika demikian, apakah Anda merekomendasikannya? Dan bagaimana sikap kita saat alat ini tidak berfungsi lagi meskipun setelah berlalu dua puluh tahun?

Apakah sedekah jariyah berhenti sebab rusaknya alat itu? Saya sangat mengharapkan dari yang mulia jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan ini, semoga Allah membalas dengan pahala yang banyak. Saya berharap jawabannya tertulis.

Jawaban

Yang disyariatkan bagi perempuan tersebut adalah menjadikan sedekahnya berupa benda seperti properti atau perabotan yang bisa dimanfaatkan dalam waktu yang lama karena barang itu tetap ada dengan menyimpan aslinya. Kemudian mensedekahkan hasilnya untuk orang-orang fakir, keluarga dekat dan lain sebagainya. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar radhiyallahu `anhuma, ia berkata

أصاب عمر بخيبر أرضًا، فأتى النبي صلى الله عليه وسلم يستأمره فقال: يا رسول الله، إني أصبت أرضًا بخيبر لم أصب مالاً أنفس عندي منه، فكيف تأمرني به؟ قال: إن شئت حبست أصلها وتصدقت بها، فتصدق عمر غير أنه لا يباع أصلها، ولا يوهب ولا يورث في الفقراء والقربى والرقاب وفي سبيل الله والضيف وابن السبيل لا جناح على من وليها أن يأكل منها بالمعروف، أو يطعم صديقًا غير متمول فيه

“Umar mendapatkan sebidang tanah di Khaibar lalu dia datang kepada Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata “saya mendapatkan tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta paling berharga dari tanah itu, lalu apa yang engkau perintahkan padaku terkait tanah itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Jika kamu ingin maka tahanlah bendanya dan bersedekahlah dengan hartamu itu.” Lalu Umar bersedekah namun dia tidak menjual propertinya. Dia tidak menghibahkan dan tidak mewariskan kepada orang fakir, keluarga dekat, pejuang di jalan Allah, tamu dan para perantau. Tidak ada dosa bagi yang mengelolanya untuk memakan dari harta itu secara wajar atau memberi makan sahabatnya, bukan untuk menjadikannya barang dagangan.” (Muttafaqun `Alaih dan redaksinya menurut versi Imam al-Bukhari.)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa nomor 12213

Lainnya

Kirim Pertanyaan