Wanita Keluar Rumah Untuk Shalat Id

3 menit baca
Wanita Keluar Rumah Untuk Shalat Id
Wanita Keluar Rumah Untuk Shalat Id

Pertanyaan

Saya sampaikan kepada Anda bahwa saya seorang imam masjid besar di sebuah kampung al Far`, bagian dari distrik al-`Ish yang menjadi wilayah pemerintah Yanbu’.

Di antara kebiasaan masyarakat di wilayah itu adalah para perempuan dan anak-anak tidak keluar untuk salat Id. Maka, saya beritahukan kepada mereka dua hari sebelum Idul Fitri yang lalu bahwa kebiasaan mereka ini bertentangan dengan sunah. Seharusnya mereka meneladani sunah Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam dengan membawa para perempuan dan anak-anak ke tempat salat.

Tidak ada maksud lain dari perbuatan saya ini selain untuk menghidupkan sunah. Saya mulai dari keluarga–istri dan anak-anak saya–namun sayangnya tidak seorang pun wanita penduduk daerah tersebut yang ikut hadir. Imbasnya, orang-orang membicarakan perbuatan saya ini dan memandangnya sebagai kemungkaran yang keji.

Sampai timbul kebencian dari sebagian mereka dengan berusaha membawa saya ke beberapa pejabat wakaf di Yanbu` al-Bahr. Mereka meminta kehadiran saya dan mengatakan untuk tidak berbuat seperti ini. Sebab, menurut mereka, ini dapat mengganggu ketenteraman orang-orang yang salat. Inilah perselisihan yang terjadi antara saya dengan penduduk setempat.

Oleh karena itu, saya berharap Anda yang terhormat dapat memberitahu kami melalui surat dan fatwa yang menjelaskan hukum syariat dan menerangkan kesalahan dari kebiasaan mereka ini.

Bahkan ada yang lebih buruk lagi, seperti keluarnya para wanita dan bersalaman dengan non-mahram, mencium kepala, dan sebagainya, padahal saya sudah memberikan penjelasan mengenai hal ini dalam ceramah-ceramah di setiap acara. Saya mengharapkan sebuah fatwa dari Anda untuk ditujukan kepada mereka, dan dibacakan pada pelaksanaan salat Jumat sebelum Id. Inilah yang menjadi pertanyaan.

Kami mengharap pahala dan balasan kepada Allah untuk Anda sekalian dan segenap kaum muslimin.

Jawaban

Di antara amalan sunah (pada hari raya) adalah keluarnya para perempuan menuju tempat pelaksanaan shalat Id. Dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan lainnya, terdapat riwayat dari Ummu `Athiyyah radhiyallahu `anha. Dia berkata, “(Kami diperintah) – dan dalam riwayat yang lain disebutkan

أمَرَنا؛ تعني النبي صلى الله عليه وسلم- أن نخرج في العيدين العواتق وذوات الخدور، وأمر الحيض أن يعتزلن مصلى المسلمين

“Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada kami (pada saat shalat Idul Fitri ataupun Idul Adha) agar mengajak keluar anak perempuan (yang baru beranjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haid. Namun, beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat”

Dalam riwayat lain,

أمرنا أن نخرج ونخرج العواتق وذوات الخدور

“Nabi Shallallahu `alaihi wa Sallam memerintahkan kepada kami (pada saat shalat Idul Fitri ataupun Idul Adha) agar mengajak keluar anak perempuan (yang baru beranjak dewasa) dan wanita yang dipingit.”

Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يُخرج الأبكار والعواتق وذوات الخدور والحيض في العيدين، فأما الحيض فيعتزلن المصلى ويشهدن دعوة المسلمين، قالت إحداهن: يا رسول الله، إن لم يكن لها جلباب، قال: فلتعرها أختها من جلابيبها

“Bahwa Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membawa keluar para gadis (anak perempuan yang baru beranjak dewasa), para wanita pingitan, dan wanita-wanita yang sedang haid pada Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun para wanita haid, maka dia harus menjauhi tempat shalat, dan hendaknya mereka semua menyaksikan dakwah kaum muslimin. Salah seorang dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?” Beliau menjawab: “Hendaklah dia meminjam jilbab saudarinya.”

Dalam riwayat Nasa’i,

سيرين : كانت أم عطية لا تذكر رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا قالت: بأبي، فقلت: أسمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يذكر كذا وكذا؟ قالت نعم بأبي، قال: لتخرج العواتق وذوات الخدور والحيض فيشهدن العيد، ودعوة المسلمين، وليعتزل الحيض المصلى قالت حفصة بنت

“Hafshah binti Sirin berkata, ” Ummu `Athiyyah tidak menyebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, namun dia bilang, ‘Demi ayahku.’ Saya berkata, ‘Apakah kamu mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan ini dan itu?’ Dia berkata, ‘Ya, demi ayahku.’ Dia melanjutkan, “Anak-anak perempuan (yang baru beranjak dewasa), wanita yang dipingit, dan wanita haid hendaknya ikut menyaksikan hari raya, menghadiri undangan. Hendaknya wanita haid menjauhi tempat shalat.”

Berdasarkan keterangan tersebut, jelaslah bahwa para perempuan yang pergi keluar untuk shalat Idul Fitri maupun Idul Adha hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Namun, disyaratkan keluar dalam keadaan tertutup tidak keluar dengan kondisi tabarruj (berhias), seperti diketahui dari dalil-dalil lainnya.

Adapun anak-anak yang mumayyiz keluar rumah untuk melaksanakan shalat Id, shalat Jumat, dan shalat-shalat lainnya merupakan perbuatan baik dan dianjurkan, karena banyaknya dalil tentang itu.

Kedua, haram berjabat tangan dengan perempuan non-mahram berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

إني لا أصافح النساء

“Sesungguhnya aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita.”

Dan ucapan Aisyah radhiyallahu `anha,

ما مست يد رسول الله يد امرأة قط، ما كان يبايعهن إلا بالكلام

“Tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu `alaihi wa Sallam menyentuh tangan wanita (selain mahram beliau-ed.). Beliau membaiat mereka hanya dengan ucapan.”

Selain karena adanya dalil di atas, berjabat-tangan dengan non-mahram juga termasuk faktor yang dapat menimbulkan fitnah.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 8072

Lainnya

Kirim Pertanyaan