Shalat Pasien Yang Terbaring Di Atas Ranjang

3 menit baca
Shalat Pasien Yang Terbaring Di Atas Ranjang
Shalat Pasien Yang Terbaring Di Atas Ranjang

Pertanyaan

Jika seorang pasien telah menjalani operasi bedah dan tidak mampu beranjak dari ranjangnya, apakah dia wajib salat atau tidak? Jika dia wajib menunaikan salat, bagaimana cara wudunya? Perlu diketahui bahwa dia tidak mampu beranjak dari ranjangnya untuk berwudu. Apakah dia harus menghadap kiblat jika ranjang rumah sakit tidak menghadap kiblat?

Jawaban

Kewajiban shalat tidak gugur atas diri pasien yang baru menjalani operasi bedah, selagi dia itu berakal, sekalipun dia tidak mampu beranjak dari ranjangnya. Dia wajib menunaikan rukun shalat semampunya. Rukun yang tidak mampu dia kerjakan, dia kerjakan dengan niat.

Pertama hendaknya dia bertakbir dengan niat mulai mengerjakan shalat. Kemudian membaca surah al-Fatihah setelah membaca doa iftitah, ta’awudz, dan basmalah. Kemudian membaca ayat Alquran setelah membaca surah al-Fatihah. Setelah itu bertakbir dengan niat rukuk dan membaca: “Subhana rabbiyal-azhim (Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung)”.

Lebih utama dia membacanya sebanyak tiga kali atau lebih. Kemudian dia mengucapkan kalimat: “Sami`allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya)” seraya berniat bangkit dari rukuk.

Kemudian setelah itu mengucapkan doa: “Rabbana walakal hamd, hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih, mil’as samawati wa mil’al ardhi, wa mil`a bainahuma, wa mil’a ma syi’ta min sya’in ba’du (Tuhan kami, hanya bagi-Mu segala puji, pujian yang banyak, baik dan membawa keberkahan, seisi langit, seisi bumi, dan seisi di antara keduanya, serta seisi apa yang Engaku kehendaki sesudah itu)”.

Jika dia ringkas: “Rabbana lakal hamd (Tuhan kami, hanya bagi-Mu segala puji)”, maka itu sudah cukup. Kemudian bertakbir dengan niat sujud dan mengucapkan: “Subhana rabbiyal-a`la (Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi)”, dianjurkan membacanya sebanyak tiga kali atau lebih. Dan dianjurkan untuk berdoa ketika di dalam sujud. Kemudian bertakbir seraya berniat bangkit dari sujud, dan duduk di antara dua sujud, dan membaca: “Rabbi-ghfirli (Ya Tuhan, ampunilah aku)”.

Lebih utama dia membacanya sebanyak tiga kali atau lebih. Kemudian bertakbir seraya berniat sujud kedua, dan membaca: “Subhana rabbiyal-a`la (Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi)”, dan lebih utama membacanya sebanyak tiga kali atau lebih. Kemudian meneruskan shalatnya dengan tata cara yang telah kami sebutkan ini; sesuai firman Allah Ta’ala,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

” Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At Taghaabun : 16)

Dan firman-Nya,

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al Baqarah : 286)

Begitu juga sesuai sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم

“Bila aku perintahkan kamu suatu perkara maka laksanakanlah semampumu”

Dan sabda beliau kepada Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu yang sedang sakit,

صل قائمًا، فإن لم تستطع فقاعدًا، فإن لم تستطع فعلى جنب

“Salatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu berdiri, shalatlah dengan duduk. Jika tidak mampu juga dengan duduk, shalatlah dengan berbaring.”

Adapun tentang wudunya, jika ada yang membantunya untuk berwudu, tentu alhamdulillah. Namun jika tidak ada, dia boleh bertayamum setelah beristinja menggunakan batu atau tisu suci sebanyak tiga kali atau lebih, sehingga dubur dan kemaluan bersih. Dia wajib menghadap kiblat saat shalat di atas ranjangnya.

Jika dia tidak berdaya menggeser ranjang menghadap kiblat, dia harus minta perawat agar menghadapkan ranjangnya ke arah kiblat, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al Baqarah : 185)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 4910

Lainnya

Kirim Pertanyaan