Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal Selepas Ramadhan

1 menit baca
Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal Selepas Ramadhan
Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal Selepas Ramadhan

Pertanyaan

Bagaimana pendapat Anda tentang puasa enam hari di bulan Syawal? Dalam kitab Muwaththa’ Malik tertulis bahwa Imam Malik bin Anas berpendapat tentang puasa enam hari di bulan Syawal.

Beliau mengatakan bahwa sepengetahuannya tidak ada seorang ulama pun yang mengamalkannya, juga tidak pernah mendengar seorang pun dari ulama salaf.

Bahkan, para ulama menganggapnya makruh dan mereka khawatir hal itu termasuk bidah, serta menyamakan puasa lain dengan puasa Ramadhan. Perkataan ini terdapat di dalam kitab Muwaththa’ halaman 228, juz pertama.

Jawaban

Diriwayatkan dari Abu Ayyub radhiyallahu `anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,

من صام رمضان ثم أتبعه ستًا من شوال فذاك صيام الدهر

“Orang yang berpuasa Ramadhan lalu diikuti puasa enam hari di bulan Syawal, maka ganjarannya seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Hadis ini derajatnya sahih, yang menunjukkan bahwa puasa enam hari di bulan Syawal termasuk sunah. Di antara ulama yang mengamalkan hadits ini adalah Syafi`i, Ahmad, dan beberapa ulama lain.

Oleh karena itu, hadits ini tidak sebanding dengan berbagai alasan yang dilontarkan sebagian ulama yang memakruhkannya, karena kekhawatiran adanya orang-orang bodoh yang menganggap bahwa puasa enam hari itu masih bagian dari puasa Ramadhan, atau ketakutan akan dianggap wajib.

Barangkali beliau belum pernah mendengar ulama sebelum dia (pada masanya) melakukan puasa sunah tersebut. Bagaimana pun, ini semua hanyalah dugaan yang tidak dapat disetarakan dengan hadits sahih.

Oleh karena itu, dengan mengetahui hukumnya, itu cukup menjadi hujah daripada orang yang tidak mengetahuinya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 4763

Lainnya

Kirim Pertanyaan