Hilal, Perbedaan Wilayah Dalam Melihat Hilal, Dan Perhitungan Falak (Astronomi) |
Pertanyaan
Apakah kita harus berpuasa tiga puluh hari penuh di bulan Ramadhan dan tidak boleh dikurangi?
Jawaban
Amalan seperti ini salah, bahkan munkar. Ini bertentangan dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam, juga dengan amalan ahlul bait dan yang lainnya, radhiyallahu `anhum. Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
” Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. Al-Baqarah: 189)
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Ada pula sabda Nabi Shallallahu `Alaihi Wa Sallam,
“Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah (idul fitri) karena melihatnya. Jika pandangan kalian tertutup mendung, maka genapkanlah tiga puluh hari.”
Dalam redaksi lain,
“Maka berpuasalah tiga puluh hari.”
Ada pula redaksi lain,
“Maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.”
Seluruh ayat dan hadis ini menunjukkan kewajiban berpuasa setelah melihat hilal. Jika hitungan satu bulan memang tiga puluh hari, maka dia wajib berpuasa tiga puluh hari penuh. Namun, jika tidak penuh tiga puluh, maka berpuasa hanya dua puluh sembilan hari.
Banyak hadis mutawatir dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menunjukkan bahwa satu bulan terdiri dari dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari. Oleh karena itu, Rasulullah memerintahkan untuk melihat hilal dan menyempurnkan hitungan bulan jika bulan tidak terlihat.
Seseorang tidak boleh menentukan hukum hanya berdasarkan pendapatnya dengan mengatakan bahwa bulan senantiasa tiga puluh hari. Perkataan ini bertentangan dengan hadis-hadis sahih dari Nabi, juga bertentangan dengan ijmak kaum Muslimin.
Seluruh ulama telah sepakat bahwa hitungan bulan terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, dan realitas mendukung pernyataan ini. Setiap orang yang mempelajari hal ini akan mengetahuinya. Dalam Alquran Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Para ulama tafsir mengatakan bahwa kembali kepada Allah adalah kembali kepada Kitab-Nya, dan kembali pada Rasul-Nya adalah kembali kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam tersebut ketika hidupnya, dan merujuk kepada Sunnahnya ketika beliau sudah wafat.
Kami sudah menjelaskan kepada Anda dalil-dalil dari Alquran dan hadis Nabi, juga ijmak para ulama bahwa hitungan bulan terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari. Tidak ada seorangpun yang dapat memungkiri kenyataan ini. Wallahul Musta`an. Wa Huwa Hasbuna wa Ni’mal Wakil.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.