Sah Hukumnya Pernikahan Seorang Lelaki Dengan Wanita Yang Dikira Perawan Ternyata Sudah Tidak Perawan |
Pertanyaan
Saya menikahi putri bibi saya tiga bulan yang lalu. Saya mengira dia adalah seorang perawan. Dan saya membayar mahar atas dasar keyakinan ini. Ternyata di malam pengantin dia memberitahu kepada saya bahwa dia sudah tidak perawan.
Keperawanannya hilang saat dia berumur tiga belas tahun karena jatuh dari atas loteng rumah. Seluruh anggota keluarganya mengetahui kejadian ini tetapi mereka menyembunyikan perihal ini dari saya sebagai suaminya.
Mereka menikahkannya dengan saya seolah-olah dia seorang perawan. Saya takut kepada Allah atas dirinya dan saya tidak menuduhnya dengan yang bukan-bukan. Saya sepakat dengannya untuk merahasiakan hal ini. Dan itu sudah terjadi.
Saya menerima untuk menikahinya seolah-olah dia adalah seorang perawan. Saya waktu itu berharap memperoleh kegadisannya pada malam pengantin. Hubungan badan antara kami berdua pada malam itu memang terjadi tetapi hal itu karena permintaan yang terus menerus dari dirinya.
Hal itu karena dia mendapati saya malam itu sangat sedih karena mengetahui perkara yang sebenarnya. Kejadian ini membuat saya menjauh dari dirinya. Saya tidak sanggup lagi menerima dirinya setelah cinta ini hilang pada dirinya. Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya dapatkan jawabannya:
1. Apakah akad nikah ini dianggap batal karena walinya merahasiakan status putrinya yang bisa dianggap telah mengelabui diri saya?
2. Apakah hukum berhubungan badan dalam keadaan ini? Apakah ini dianggap zina? Jika itu termasuk zina maka apakah solusinya?
3. Bolehkah saya menceraikannya terutama setelah saya tidak mampu lagi menerima dirinya? Begitu juga keluarganya, setelah terbukanya rahasia ini.
Jawaban
Jika wali dari perempuan tersebut sudah menikahkan Anda dengan putrinya dengan akad yang sah secara syariat, maka pernikahan itu sah. Akad nikah itu tidak rusak hanya karena putrinya tidak perawan lagi.
Hubungan badan Anda dan istri Anda itu tidak termasuk zina. Adapun jika Anda ingin menceraikannya ketika memang diperlukan, maka hukumnya dibolehkan. Masalah mahar dan pembayarannya yang ditangguhkan, hal itu bisa dirujuk ke pengadilan agama.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.