Bagaimanakah Hukumnya Jika Seseorang Menikah Dengan Saudara Perempuan Saudara Laki-laki Seibunya Dan Anak Perempuan Istri Ayahnya Dari Suami Yang Lain? |
Pertanyaan
Saya memiliki pertanyaan dan saya berharap akan memperoleh jawaban yang memuaskan dan mendapatkan perhatian dari Anda. Pertanyaan tersebut terbagi menjadi dua bagian, meskipun temanya satu.
Bagian Pertama: Saya telah menikah dengan seorang wanita. Dia adalah saudara perempuan salah seorang saudara laki-laki seibu saya. Saudara laki-laki saya tersebut umurnya lebih tua dari saya. Kami masih memiliki hubungan kekerabatan karena ayah saya pernah menikah dengan ibu istri saya ini dan memiliki anak, yaitu kakak saya tadi.
Ayah kemudian menceraikannya dan wanita itu menikah lagi dengan laki-laki lain dan memiliki anak perempuan yang kemudian saya nikahi ini. Adapun saya, adalah anak ayah dari ibu yang lain. Ibu saya ini merupakan saudara perempuan kandung ibu mertua saya. Ayah saya menikahi salah satunya setelah mencerai yang lain.
Dengan demikian, ibu gadis itu adalah bibi saya dari jalur ibu. Meskipun saya kurang sreg akan kebolehan pernikahan ini menurut syariah, saya tetap berkonsultasi kepada beberapa hakim untuk mendapat penjelasan tentang kebolehan pernikahan ini, dan yang bisa saya tangkap memang pernikahan tersebut boleh. Namun begitu, saya masih dihantui rasa ragu, padahal saya telah dikaruniai empat anak dari wanita ini.
Bagian Kedua: Saya menikah dengan gadis ini saat saya masih remaja. Saya akui, waktu itu saya tidak terlalu memperhatikan masalah agama. Sebab, waktu itu saya menyepelekan salat, meskipun saya tidak melakukan hal-hal yang diharamkan.
Pada masa-masa itu, dalam beberapa kesempatan, saya pernah bersumpah untuk menalak istri saya, bersumpah sebanyak dua kali, tiga kali dan tanpa dihitung, namun saya kemudian tidak menepati sumpah saya untuk menjatuhkan talak. Meskipun sekarang saya tidak ingat lagi apakah waktu itu saya benar-benar berniat menalak istri saya atau tidak, yang jelas saya tahu bahwa saya tidak ingin menalak istri saya.
Belum pernah terjadi pertengkaran antara saya dan istri saya. Belum pernah saya mengucapkan talak di hadapan istri saya atau secara in absensia dengan maksud menalaknya. Selang dua tahun setelah kejadian sumpah tersebut, Allah memberikan nikmat kepada saya untuk istikamah dan bertaubat dengan sebenar-benarnya.
Alhamdulillah saya bisa istikamah menjalankan semua kewajiban agama. Hanya saja saya menyadari bahwa sumpah-sumpah yang pernah saya ucapkan akibat kebodohan saya sebagaimana saya jelaskan di atas telah menjadi kendala hubungan saya dengan istri saya.
Karena itulah saya menjauhi istri saya itu sejak lebih dari setahun yang lalu, sampai saya mendapatkan fatwa dari Anda tentang sumpah-sumpah tersebut serta sejauh mana dampaknya terhadap ikatan pernikahan kami. Mohon saya diberi fatwa dalam dua masalah ini.
Jawaban
Pertama: Jika hubungan kekerabatan Anda dengan istri Anda itu memang seperti yang Anda sampaikan, maka pernikahan Anda dengan istri Anda sudah sesuai dengan syariat. Sebab, status istri Anda yang merupakan putri bibi Anda dari jalur ibu, dan saudara perempuan saudara laki-laki seibu Anda, serta anak perempuan mantan istri ayah Anda dari suami yang lain, adalah kekerabatan yang secara syar`i tidak menghalangi keabsahan pernikahan Anda dengan istri Anda. Sebab, tidak ada dalil yang mengharamkannya. Sementara hukum asal nikah adalah boleh.
Kedua: Jika fakta yang Anda alami memang seperti yang Anda sampaikan, yaitu Anda pernah bersumpah untuk menalak istri Anda sebanyak dua kali atau tiga kali, jika dia begini atau jika dia tidak mau begini, lalu Anda tidak menepati sumpah itu, malah melanggarnya, dan Anda sebenarnya tidak berniat untuk menalak istri Anda.
Tapi hanya untuk mendorong dia agar melakukan hal tertentu atau agar dia meninggalkan hal tertentu, maka Anda harus membayar kafarat untuk setiap sumpah yang Anda langgar, yaitu memberi makan sepuluh fakir miskin, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan budak.
Bisa Anda lakukan dengan membagikan 5 sha` gandum, beras, jagung atau makanan pokok lain yang biasa dimakan keluarga Anda kepada sepuluh fakir miskin, masing-masing fakir miskin setengah sha`.
Dan ini untuk setiap sumpah yang Anda langgar. Jika Anda tidak mampu melakukan hal itu, maka Anda harus berpuasa tiga hari untuk setiap sumpah. Jika tidak ingat berapa jumlah sumpah yang tidak Anda tepati, maka berusaha keraslah untuk mengira-ngiranya, lalu bayarlah kafarat sesuai jumlah sumpah menurut dugaan kuat Anda itu.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.