Berdakwah Kepada Pelaku Maksiat Dan Dosa Serta Bekal Yang Diperlukan Dalam Menghadapi Mereka |
Pertanyaan
Apa yang wajib dilakukan oleh seorang muslim terhadap laki-laki bermulut lancang yang berbicara dengan kata-kata mungkar, seperti kata-kata syirik.
Dia juga sering menalak istri, meminta pertolongan kepada jin, mengambil suap, dan merobohkan masjid dan mengubahnya menjadi rumah kemudian mengubahnya menjadi kandang binatang dengan alasan bahwa dia akan membangun yang lebih bagus.
Memang benar, dia membangun bangunan lain, tetapi bangunan tersebut tidak layak menjadi tempat salat seperti sebelumnya. Banyak kemungkaran lainnya dia lakukan. Jika dinasihati, dia tidak mau menerima. Mohon penjelasannya apa yang harus dilakukan.
Jawaban
Seorang muslim wajib mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan menasihati setiap muslim dengan hikmah (bijak), nasihat yang baik, dan perdebatan yang lebih baik. Allah Ta`ala berfirman,
” Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar” (QS. Ali-‘Imran : 110)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(104) Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah keterangan yang jelas datang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (QS. Ali-‘Imran : 104-105)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,
“Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.(78) Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maaidah : 78-79)
Allah Ta`ala juga berfirman,
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl : 125)
Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Agama itu nasihat.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapa, Rasulullah?” Ia menjawab, “Untuk (menaati) Allah, melaksanakan ajaran kitab-Nya, mengikuti Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan untuk masyarakat pada umumnya.” (HR. Muslim)
Jarir bin Abdullah radhiyallahu `anhu berkata,
“Aku membaiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memberi nasihat kepada setiap muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nasihat untuk Allah adalah ikhlas karena Allah dalam perkataan dan perbuatan dan menaati-Nya. Nasihat untuk Kitab-Nya adalah ketulusan dan kesungguhan untuk mempercayainya dan mengamalkan hukum-hukum syariat yang terkandung di dalamnya.
Nasihat untuk Rasul adalah beriman kepadanya dan menaatinya. Nasihat untuk para pemimpin kaum muslimin adalah tidak menipu mereka, mengajak mereka kepada kebaikan, dan mencegah mereka mengerjakan kemungkaran jika mampu melakukannya serta membantu mereka dalam amal kebaikan dan menaati mereka dalam kebaikan.
Nasihat untuk umat Islam pada umumnya adalah menyukai apa yang mereka miliki sebagaimana saat dia miliki, tidak menipu mereka dengan perkataan atau perbuatan, mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran, dan saling menolong dalam kebaikan dan takwa serta tidak saling menolong dalam dosa dan permusuhan.
Namun, berdakwah di jalan Allah mempunyai tingkatan-tingkatan: mengajar orang bodoh dan membimbingnya dengan hikmah, menyampaikan nasihat yang bisa melembutkan hati agar hati yang keras menjadi lembut, dan berdebat dengan cara yang lebih baik jika diperlukan.
Oleh karena itu, seorang dai harus menempatkan setiap perkara pada tempatnya masing-masing dan berdakwah kepada setiap orang sesuai dengan keadaannya dan menempatkan masing-masing orang sesuai dengan kedudukannya, berdasarkan firman Allah Ta`ala,
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf : 199)
Para dai yang mengajak kepada kebaikan dan menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran juga memiliki tingkatan-tingkatan.
Ada yang mampu mengingkari kemungkaran dengan tangan, ada yang mampu mencegahnya dengan lisan saja, ada yang hanya mampu mengingkarinya dengan hati, dan ada yang mampu mengingkarinya dengan menggunakan segala cara.
Hal itu sebagaimana disabdakan oleh Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya (kekuasaannya). Jika tidak sanggup, maka hendaknya dengan lisannya. Jika tidak sanggup, maka hendaknya dengan hatinya dan itu adalah iman yang paling lemah.”
Seorang dai hendaklah mengenali kadar diri dan kemampuannya dalam perkara perintah dan larangan, menempatkan dirinya sesuai dengan kedudukannya, berdakwah sesuai dengan kondisinya baik dari segi keilmuan, jabatan maupun kekuasaan, dan tidak berbuat di luar batas kemampuannya.
Jika tidak demikian, maka yang akan muncul adalah fitnah. Allah adalah sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang benar.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.