Hukum Adanya Cacat Atau Kesalahan Dalam Mewakilkan

2 menit baca
Hukum Adanya Cacat Atau Kesalahan Dalam Mewakilkan
Hukum Adanya Cacat Atau Kesalahan Dalam Mewakilkan

Pertanyaan

Alhamdulillah dengan rahmat-Nya, Allah menghendaki saya dan saudara-saudara saya beserta keluarga mereka menunaikan haji tahun 1411 H. Hubungan saya dengan para perempuan itu adalah saya paman bagi sebagian mereka, yakni mereka adalah anak perempuan saudara-saudara saya. Kami menunaikan manasik haji dengan cara seperti berikut:

Pertama: Kami masuk Mekah menunaikan umrah untuk haji tamattu` sebelum menunaikan manasik haji. Kami tunaikan umrah dan setelah itu bertahallul.

Kedua: Kami berniat ihram di pagi hari kedelapan dan pergi menuju Mina. Di sana kami tidak mendapati tempat lalu kami mabit di Muzdalifah.

Ketiga: Pada hari kesembilan kami pergi ke Arafah di pagi hari sampai matahari terbenam.

Keempat: Kami meninggalkan Arafah dan kami tiba di lokasi peristirahatan kami di Muzdalifah. Setelah salat Isya kami menjamak salat Magrib dan Isya.

Kelima: Kami bergerak dari Muzdalifah jam satu malam ke Mina untuk melontar jamrah aqabah (kubra). Sebagaimana kami katakan bahwa bersama kami terdapat kaum wanita dan kami melontar jamrah setelah pertengahan malam.

Keenam: Setelah itu kami semua ke Baitullah (Masjid Haram) dan kami pun melakukan tawaf ifadah, sa`i, dan mencukur rambut sebelum shalat Subuh. Perlu diketahui bahwa untuk kurban kami telah membayar uang kurban ke perusahaan al-Rajhi agar daging kurbannya dapat dimanfaatkan. Dengan demikian kami telah bertahallul secara sempurna.

Ketujuh: Kami pergi di hari kesebelas untuk melontar jamrah sugra, wusta, dan kubra. Saya mewakili lontaran untuk keponakan perempuan saya. Dan karena keinginan dari saya pribadi saya melontar untuk mereka (para wanita yang saya wakili) terlebih dahulu sebelum saya niatkan untuk diri saya.

Kedelapan: Kami pergi pagi hari lebih awal di hari kedua belas dan kami melakukan tawaf wada`. Hal ini didasarkan pada fatwa yang didapatkan oleh saudara saya dari salah seorang ulama. Semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan. Lalu kami salat Subuh di Masjid Haram lalu pergi menuju al-Abthah.

Kesembilan: Sebelum tergelincir matahari di hari kedua belas kami berangkat dari al-Abthah menuju tempat jamrah. Ketika itu kami sangat lelah dan rombongan wanita mereka terpisah sesama mereka di al-Abthah. Sebelum tergelincir matahari satu jam setengah kami melontar secara berurutan sugra, wusta, dan kubra. Kami pulang ke al-Abthah dan kami keluar dari Mekah.

Semoga Allah memperpanjang umur Anda. Pertanyaan saya yaitu setelah saya pulang, ada yang mengatakan bahwa saya wajib membayar fidah, sebabnya sebagai berikut:

1. Saya melontar jamrah untuk orang yang mewakilkan sebelum saya melontar untuk diri saya.
2. Kami semua wajib membayar fidyah sebab kami tawaf wada` sebelum melontar.

Syaikh yang terhormat, setelah Anda mendengar bagaimana cara saya dan saudara-saudara saya menunaikan manasik saya harap Anda memberi penjelasan kepada kami apa yang harus kami lakukan dan apakah haji kami sah? Sebagai catatan bahwa haji ini adalah haji pertama kami kecuali tiga orang dari kawan-kawan kami. Tolong beri kami penjelasan. Semoga Allah memberikan pemahaman kepada Anda sekalian.

Jawaban

Pertama: Disunnahkan bagi orang yang tidak mempunyai kemah agar menetap di Muzdalifah hingga dia melakukan salat Subuh dan berdoa kepada Allah dan memuji-Nya hingga pagi bersinar. Kemudian bergerak menuju Mina, tetapi selama Anda berangkat dari Muzdalifah setelah pertengahan malam menurut saya hal itu tidak ada yang salah pada perbuatan Anda. Begitu juga tidak ada yang salah dengan menetap dan mabitnya Anda di Muzdalifah di malam-malam hari tasyriq jika Anda tidak mendapatkan tempat di Mina.

Kedua: Orang yang mewakili wajib melontar untuk dirinya terlebih dahulu kemudian baru melontar untuk orang yang mewakilkannya. Waktu melontar adalah setelah tergelincirnya matahari di hari-hari tasyriq. Oleh karena itu masing-masing kalian wajib membayar fidyah karena melontar sebelum matahari tergelincir, dan dikarenakan terjadinya cacat (kesalahan) karena Anda mendahulukan pelontaran untuk orang-orang yang mewakilkan terhadap diri Anda. Fidyahnya berupa seekor kambing yang memenuhi syarat kurban yang disembelih di Mekah dan dibagikan kepada para fakir Tanah Suci. Dan orang yang tidak mampu maka dia harus berpuasa selama sepuluh hari.

Ketiga: Tawaf wada` tidak boleh dilakukan kecuali setelah menyelesaikan seluruh amal manasik haji. Selama Anda telah melakukan tawaf wada` sebelum melontar di hari nafar awal (hari kedua belas Dzulhijjah), maka masing-masing kalian wajib membayar fidyah seperti fidyah wajib karena meninggalkan melontar. Dan fidyahnya sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Dan bagi yang tidak mampu maka dia harus berpuasa selama sepuluh hari.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 14752

Lainnya

Kirim Pertanyaan