Seseorang Bernazar Memberikan Bagiannya Dari Warisan Istrinya Untuk Istrinya, Tetapi Dia Ingin Menikah Dan Membutuhkan Uang |
Pertanyaan
Saya sudah menikah sebelumnya dengan istri saya yang tertimpa suatu penyakit dan meninggal tiga tahun setelah kami menikah. Istri saya bersama saudara-saudaranya pernah mewarisi harta warisan ayah mereka. Sebagian dari warisan ini adalah real estate, toko-toko, dan lain-lain.
Ayahnya berwasiat agar harta warisan tidak dibagi di antara anak-anaknya, tetapi hasilnya setiap tahun dibagikan di antara ahli waris sesuai dengan bagian masing-masing mengikut aturan syariat. Sementara itu, peninggalan tanahnya dia izinkan untuk dibagi. Ketika istri saya meninggal, saya mewarisi setengah harta warisan istri, baik tanah maupun sewa tahunan real estate, toko-toko, dan lain-lain.
Inti masalahnya adalah bahwa setelah kematiannya, saya bernazar untuk meniatkan semua bagian warisan saya sebagai sedekah jariyah untuk almarhumah istri saya. Tidak lama setelah kematiannya saya memutuskan untuk menikah lagi.
Namun, di tahun pertama setelah kematian istri, saya memanfaatkan harta warisan tersebut dan saya berniat untuk mengumpulkan dan menggabung harta yang telah saya manfaatkan dengan harta warisan bagian saya yang akan diterima berikutnya. Mengingat saya akan menikah lagi seperti yang Anda tahu yang membutuhkan biaya dan lain-lain, maka pertanyaan saya.
Apakah nazar saya benar sehingga saya harus terus menyedekahkan hasil bagian saya setiap tahunnya dan haruskah saya juga menyedekahkan uang yang saya manfaatkan pada tahun pertama dan belum disedekahkan atau nazar saya tersebut tidak benar? Dalam hal ini, apakah saya boleh menggunakan hasil warisan saya tersebut?
Jawaban
Jika realitasnya demikian dan kepemilikan Anda terbukti benar seperti yang Anda ungkapkan, maka nazar tersebut benar dan Anda wajib memenuhinya. Hal ini berdasarkan riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa bernazar untuk taat kepada Allah, maka taatilah Dia. Barangsiapa bernazar untuk mendurhakai-Nya, maka janganlah ia mendurhakai-Nya.” (HR. Bukhari)
Apabila kepemilikan Anda tidak terbukti, maka nazar Anda tidak sah dan Anda tidak wajib memenuhinya. Hal ini berdasarkan apa yang telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda,
“Tidak boleh memenuhi nazar untuk bermaksiat kepada Allah dan tidak berlaku nazar dengan sesuatu yang tidak dimiliki oleh seseorang.”
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.