Rukhsah Itu Artinya Mempermudah Menurut Orang Yang Mengambilnya, Ataukah Memang Ada Syarat-syarat Yang Tidak Terpenuhi Bagi Orang Yang Tidak Mengambilnya? |
Alhamdulillah Wahdahu (segala puji hanyalah bagi Allah saja). Shalawat dan salam semoga dilimpahkam kepada Nabi Muhammad yang tidak ada nabi setelahnya dan selanjutnya:
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah mengkaji pertanyaan yang dilayangkan kepada yang terhormat Mufti Umum dari yang mulia Menteri Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah, dan Penyuluhan tentang pertanyaan Direktur Kantor Urusan Wakaf dan Masjid di Tha’if yang diajukan kepada Komite Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior nomor 2128 tanggal 26/5/1415 H. Beliau mengajukan pertanyaan yang isinya:
Kami membaca pertanyaan-pertanyaan mengenai para imam yang menjamak shalat Isya dengan Magrib dengan jamak taqdim, tapi sebagian imam lainnya tidak mengambil rukhsah tersebut karena hujan yang turun sebagaimana dijelaskan oleh para penanya tidaklah deras sehingga mengakibatkan kemacetan, ditutupnya pertokoan, atau terganggunya kepentingan umum.
Apakah rukhsah itu berarti mempermudah dalam pandangan orang yang mengambilnya? Ataukah memang ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi bagi orang yang tidak melakukannya?
Setelah melakukan pengkajian (terhadap permasalahan yang diajukan) maka Komite menjawab sebagai berikut:
Rukhsah diberikan untuk menjamak shalat Magrib dengan Isya dengan satu adzan dan dengan iqamah untuk setiap shalat karena hujan yang membasahi pakaian dan memberatkan untuk berangkat kembali shalat Isya di masjid, menurut salah satu dari dua pendapat ulama.
Begitu pula dibolehkan menjamak dua shalat tersebut dengan jamak taqdim disebabkan banyaknya lumpur, menurut pendapat ulama yang sahih demi menghindari ketidaknyamanan dan kesulitan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan suatu kesempitan untukmu dalam agama”. (QS. Al Hajj: 78)
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al Baqarah: 286)
Aban bin Utsman radhiyallahu `anhu juga telah menjamak shalat Magrib dengan shalat Isya pada suatu malam yang turun hujan bersama para ulama tabi`in senior dan tidak ada yang menentang perbuatan mereka, sehingga itu menjadi ijmak (konsensus ulama). Hal itu disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni.
Masjid-masjid terutama di perkotaan tidak dapat mengharuskan untuk menjamak shalat Magrib dengan Isya dalam kondisi tersebut adalah perkara yang sulit dilaksanakan, karena derasnya hujan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, kondisi antar daerah juga berbeda. Yang harus dilakukan adalah menyadarkan masyarakat dan memahamkan mereka tentang apa yang dijelaskan dalam sunah-sunah Nabi mengenai hal itu yang berupa perbuatan dan keterangan Nabi shallallahu `alaihi wa sallam.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam