Paman Memutus Silaturahmi Dengan Ibu Setelah Ibu Meminta Hak Warisnya

1 menit baca
Paman Memutus Silaturahmi Dengan Ibu Setelah Ibu Meminta Hak Warisnya
Paman Memutus Silaturahmi Dengan Ibu Setelah Ibu Meminta Hak Warisnya

Pertanyaan

Penglihatan ibu saya lemah, tetapi Allah telah menggantinya dengan cahaya hati yang terang, Alhamdulillah. Ibu pernah memiliki jatah warisan yang dikuasai oleh satu-satunya paman saya (adik atau kakak dari ibu). Ia pergi menemuinya untuk meminta hak waris yang telah diatur oleh syariat, tetapi paman saya menolak untuk memberikannya tahun ini.

Ia mengatakan bahwa harta itu akan ia berikan tahun depan, dua tahun lagi atau lebih, tanpa menentukan kapan kepastiannya. Saya dan ibu saya memutuskan untuk mengambil tindakan hukum di pengadilan karena ia menolak semua upaya dari banyak pihak untuk menyelesaikannya melalui jalan damai. Kami pun pergi ke pengadilan dan mengutarakan kasus ini.

Alhamdulillah, akhirnya ibu saya dapat mengambil hak warisnya. Namun, paman saya justru bersikap negatif terhadap ibu. Ia tidak mau berbicara dan mengucap salam kepadanya. Bahkan, ia memutuskan komunikasi dengan ibu saya dan tidak mengunjungi rumah kami. Hanya saja, kami tetap berkunjung ke rumahnya berkali-kali meskipun ia tidak membalas kunjungan itu satu kali pun. Saya selalu ingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

لا يدخل الجنة قاطع رحم

“Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.”

Oleh karena itu, saya pergi berulang kali bersama ibu untuk mengunjunginya. Saya dan ibu mendapatkan kesempatan dari Allah untuk menunaikan umrah. Satu minggu sebelum kami berangkat, saya mengajak ibu untuk mengunjungi paman dan memberitahukan perihal umrah ini agar ibadah kami nanti diterima oleh Allah. Ia pun menyetujuinya. Akhirnya, kami pergi mengunjunginya dan memberitahukan jadwal keberangkatan kami. Saat kami berangkat, ia dan keluarganya tidak hadir di rumah kami untuk sekadar mengucapkan salam perpisahan.

Atas izin Allah, kami dapat menyelesaikan ibadah umrah dan tinggal di sana sampai musim haji. Ketika sedang melaksanakan ibadah haji, saya dan ibu bertemu dengan paman dan nenek, lalu kami memberi salam dan berbaikan. Namun, ketika kami kembali ke Mesir, hari-hari kembali seperti semula saat kami putus silaturahmi. Ia sama sekali belum masuk ke rumah saya sampai sekarang. Ia juga tidak memberi salam kepada saya, baik di rumah maupun di hadapan orang banyak.

Ibu saya berkata, “Saya tidak akan pergi menemuinya lagi. Dengan kondisi saya yang buta dan ia yang dapat melihat, Demi Allah, siapa yang seharusnya mengunjungi saya? Tidak ada kali kedua bagi saya untuk pergi menemuinya.” Saya sendiri tinggal di Arab Saudi dan sering mengiriminya surat, tetapi ia tidak membalas. Mohon penjelasannya. Semoga Allah membalas kebaikan Anda. Apakah saya harus memutus silaturahmi dengannya seperti yang ia lakukan terhadap ibu saya?

Perlu saya sampaikan bahwa ayah saya berkata kepada ibu, “Kamu tidak perlu risau. Jika ia mau datang, silakan. Ia tidak mau datang pun, silakan. Kamu tidak perlu kecewa.” Namun, hal ini membuat ibu saya sakit sehingga akhirnya ayah berkata, “Kamu jangan pernah menemuinya lagi!” Putusnya silaturahmi ini telah berlangsung tujuh tahun. Mohon tunjukkan kepada saya, apakah saya boleh memutus hubungan dengannya? Apa yang harus saya lakukan karena ia sudah tidak lagi mengamalkan hadits,

لا يدخل الجنة قاطع رحم

“Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.”

Kepada saya atau ibu? Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Jawaban

Anda harus mengunjungi paman Anda dalam rangka berbuat baik, menyambung silaturahmi, dan mencari rida Allah. Anda juga harus berupaya menggugah hati ibu Anda untuk melakukannya karena “penyambung silaturahmi” bukanlah orang yang membalas kunjungan dengan kunjungan, melainkan orang yang mau menyambung persaudaraan ketika orang lain memutusnya. Ini telah dijelaskan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,

ليس الواصل بالمكافئ، ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها

“Orang yang menyambung tali silaturahmi bukanlah yang membalas kunjungan orang lain, melainkan orang yang mau menyambungnya ketika orang lain memutusnya.”

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 16472

Lainnya

Kirim Pertanyaan