Menghapus Hutang Pihak Lain Setelah Putus Asa Mendapatkannya |
Pertanyaan
Di antara topik yang belum jelas hukum syar`inya bagi kami adalah topik penghapusan utang pihak lain kepada perusahaan yang terjadi akibat beragam kondisi, antara lain:
1. Pihak lain dinyatakan pailit.
2. Pihak lain merupakan pelaku penggelapan uang yang melarikan diri dari Arab Saudi sebelum kedok mereka terbongkar. Perusahaan tidak
punya cara selain menuntut mereka melalui interpol atau memejahijaukan mereka di negeri mereka yang umumnya tidak membawa hasil.3. Pihak lain meninggal dunia dalam kondisi tidak meninggalkan warisan yang dapat menutupi utang mereka kepada perusahaan.
4. Ketika jumlah utang hanya kecil, sedangkan untuk mendapatkannya perusahaan harus mengeluarkan biaya lebih besar.
Dalam kondisi-kondisi seperti ini bank menghadapi kesulitan untuk memperoleh haknya dari para debitur, sehingga mengambil keputusan untuk menghapuskan utang-utang tersebut. Inilah praktik yang sering berlaku.
Mengingat bahwa Al-Rajhi Bank & Investment Corporation termasuk perusahaan permodalan (saham gabungan) dan dikelola oleh Dewan Direksi yang ditunjuk oleh Rapat Umum Pemegang Saham, dan tidak termasuk kewenangannya untuk menyumbangkan harta perusahaan sekalipun memiliki kewenangan untuk membebaskan kewajiban para debitur kepada perusahaan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar perusahaan.
Pemegang saham tidak mungkin hadir semuanya dalam rapat, bahkan para pemiliknya, yang tak lain para pemegang saham, berganti setiap hari karena adanya proses jual beli saham di pasar saham. Saya mohon anda yang mulia memberikan fatwa terkait hal ini, apakah dewan direksi perusahaan boleh menghapuskan utang-utang dalam kondisi-kondisi tadi dan kondisi sejenis ataukah tidak boleh?
Jawaban
Setelah mengkaji masalah yang dimintakan fatwa dan membaca sistem perusahaan yang dilampirkan, Komite menjawab bahwa dewan direksi perusahaan tidak diperbolehkan menghapuskan utang-utang dalam kondisi-kondisi yang disebutkan di atas, bahkan dewan direksi perusahaan wajib berusaha dengan segenap tenaga untuk memperoleh seluruh hak legal yang dimiliki perusahaan pada pihak-pihak yang pailit, melakukan penggelapan uang perusahaan dan sebagainya; sesuai firman Allah `Azza wa Jalla,
“Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisaa’: 58)
Firman Allah Subhanah tentang sifat orang-orang beriman,
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Mu’minuun: 8)
Firman Allah `Azza wa Jalla,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)
Firman Allah Ta`ala,
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghaabun: 16)
Dan sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Tangan bertanggung jawab atas semua yang diambilnya, hingga dia menunaikannya.”
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.