Mengambil Hukum Rukhshah (Keringanan) |
Pertanyaan
Apakah memakai hukum rukhshah (keringanan) dalam agama itu dianggap sebagai sikap melampaui batas dan meremehkan?
Jawaban
Mengambil hukum rukhshah dalam agama yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti keringanan untuk berbuka puasa bagi orang yang sedang dalam perjalanan, meringkas salat 4 rakaat menjadi 2 rakaat (salat qashar), menggabungkan pelaksanaan salat Zuhur dengan Asar, atau salat Magrib dengan Isya’ dalam satu waktu dengan bentuk Jamak Taqdim atau Takhir, keringanan mengusap sepatu dan keringanan-keringanan yang semacamnya, hukumnya adalah lebih baik untuk dipakai.
Jika tidak dipakai, orang yang sedang dalam perjalanan tetap berpuasa, tidak melakukan Qashar ataupun Jamak, serta tidak mengusap kedua sepatunya tapi justru menanggalkannya dan membasuh kedua kakinya, maka orang tersebut tidak berdosa sama sekali, namun ia hanya dianggap sekadar meninggalkan sesuatu yang lebih baik dan utama. Dalil yang menunjukkan hal tersebut ialah riwayat Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah senang jika rukhshah (keringanan) dari-Nya diterima sebagaimana Allah tidak senang jika maksiat dikerjakan.”
Hadis riwayat Imam Ahmad, al-Bazzar dan ath-Thabrani dalam kitab al-Awsath. Dan disebutkan juga dalam riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah suka engkau melaksanakan rukhsah (keringanan) sebagaimana suka engkau melaksanakan perintah-perintah wajib-Nya.”
Hadis riwayat ath-Thabrani dalam kitab al-Kabir dan al-Bazzar, dan kredibilitas para perawi hadis ini adalah tsiqah (dapat dipercaya).
Jika yang dimaksudkan dari mengambil rukhshah itu adalah mengambil fatwa para ulama yang paling mudah dan yang hanya sesuai dengan hawa nafsu seseorang, maka mengambil rukhshah seperti ini hukumnya tidak boleh.
Seorang Muslim itu wajib bersikap hati-hati dalam persoalan agamanya dan berkeinginan kuat agar bebannya bisa terselesaikan. Oleh sebab itu, hendaknya ia hanya mengikuti dalil yang sah dari al-Quran dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika seseorang tersebut tidak mengetahui hukum agama, maka ia hendaknya bertanya kepada para ulama yang ilmu dan fatwanya bisa dipercaya, serta jangan menanyakan hukum satu permasalahan berulangkali kepada mereka, dengan tujuan agar bisa mengikuti pendapat yang termudah dan sesuai dengan hawa nafsunya, sebab hal itu menandakan sikap kelalaian dan ketidakpeduliannya terhadap ajaran agamanya sendiri.
Dalam hal ini ada sebuah pernyataan dari ulama salaf yang menyatakan bahwa siapa yang mencari-cari keringanan dari pendapat-pendapat para ulama, maka ia dianggap sudah menjadi zindiq.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.