Kisah Tsa’labah bin Hatib

4 menit baca
Kisah Tsa’labah bin Hatib
Kisah Tsa’labah bin Hatib

Pertanyaan

Koran el-Ittihad edisi khusus Ramadan dalam rubrik perlombaan “Nama-nama yang diabadikan al-Quran” nomor 22 memuat sebuah pertanyaan yang isinya bahwa seorang sahabat meminta kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam untuk mendoakan agar Allah mengkaruniainya harta.

Dan ketika sahabat tersebut menjadi kaya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepadanya untuk meminta zakat, tetapi dia tidak mau mengeluarkan zakat itu.

Setelah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam wafat, sahabat tersebut mengirimkan zakatnya kepada Abu Bakar tetapi beliau tidak menerimanya.

Dan pada masa Umar dia mengirimkan zakatnya kepada Umar tetapi Umar juga tidak menerimanya hingga kemudian dia meninggal di masa Utsman.

Bagaimana kisah sahabat tersebut? Apakah kisah itu nyata? Lalu, haruskah memberikan fatwa ke semua orang untuk menjelaskan kedustaan kisah tersebut atau justru menguatkannya?

Jawaban

Tsa`labah bin Hatib, disebut juga Ibnu Abi Hatib al-Awsi al-Anshari adalah salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam yang turut serta dalam perang Badar dan Uhud.

Beliau radhiyallahu `anhu terbebas dari kisah yang dinisbatkan kepadanya bahwa beliau datang kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan meminta didoakan agar dikaruniai harta, lalu Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mendoakannya dan Allah menjadikannya kaya, tetapi kemudian dia menolak membayar zakat.

Sehingga turun salah satu ayat dalam surat at-Tawbah berkenaan dengan hal tersebut. Kisah tersebut diriwayatkan oleh at-Thabrani dalam al-Mu`jam al-Kabir (8/260) nomor 7873 dari jalur Ma`an bin Rifa`ah dari Ali bin Yazid al-Alhani dari al-Qasim bin Abdurrahman dari Abu Umamah bahwa Tsa`labah bin Hatib… lalu menyebutkan cerita lengkapnya.

Dan dengan jalur yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam kitab Tafsir dan kitab Tarikh-nya, dan selanjutnya para ulama mengambil dari kisah yang beliau riwayatkan baik secara panjang lebar maupun singkat dalam menjelaskan sebab turunnya firman Allah Ta`ala,

وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ

“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami” (QS. At-Taubah: 75) ayat al-Quran.

Ada juga yang meriwayatkan kisah tersebut tetapi tidak membahas sanadnya seperti Ibnu Katsir rahimahullahu Ta`ala dalam Tafsirnya. Ada juga yang mengatakan bahwa kisah tersebut tidak benar, di antaranya al-Qurthubi dalam kitab Tafsirnya (8/209), dia mengatakan:

“Tsa`labah adalah sahabat yang turut serta dalam Perang Badar yang cukup baik, dan termasuk yang telah dipersaksikan keimanannya oleh Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kisah yang diriwayatkan mengenai dirinya tidaklah benar”. Diriwayatkan juga dari Ibnu `Abdil Bar bahwa kisah tersebut tidak benar.

Dikatakan oleh al-Baihaqi dalam kitab Dalail an-Nubuwwah: “Dalam isnad hadis ini ada yang perlu dikaji, dan itu sudah masyhur di kalangan ulama tafsir”.

Dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishabah: “Mengenai tokoh dalam kisah tersebut kalau hadits tersebut memang sahih, tapi saya tidak yakin itu sahih adalah seorang yang turut serta dalam Perang Badar tersebut, masih perlu dikaji… karena telah disebutkan bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

لا يدخل النار أحد ممن شهد بدرًا والحديبية

“Tidak ada satu pun dari orang-orang yang mengikuti Perang Badar dan Perjanjian Hudaibiyah yang akan masuk neraka.”

Dan beliau meriwayatkan dari Allah bahwasanya Dia telah berfirman kepada para pengikut Perang Badar,

اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم

“Berbuatlah apa saja yang kalian mau, karena sungguh Aku telah mengampuni kalian.”

Bagaimana mungkin seseorang yang memiliki kedudukan seperti itu, kemudian Allah memunculkan kemunafikan di dalam hatinya, dan turun ayat berkenaan dengan kesalahannya? Jadi yang lebih jelas, tokoh dalam kisah tersebut bukanlah dia. Walllahu A`lam.” Selesai (1/ 198).

Beliau (Ibnu Hajar) juga berkata dalam kitab Takhrij Ahadits al-Kasysyaf: “Sanad ini sangat lemah”. Beliau berkata lagi dalam kitab Fath al-Bari: “Ibnul Atsir telah memastikan dalam kitab at-Tarikh bahwa pertama kali diwajibkan zakat adalah pada tahun sembilan…

Sebagian ulama telah menguatkan pendapat Ibnul Atsir berkenaan dengan isi kisah Tsa`labah bin Hatib yang panjang tersebut… tetapi hadis tersebut lemah dan tidak bisa dijadikan sebagai argumentasi”. Hadits tersebut telah dihukumi tidak sahih oleh Ibnu Hazm dalam kitab al-Muhalla 11/207- 208.

Adz-Dzahabi dalam kitab Tajrid Asma as-Shahabah (1/66) dalam biografi Tsa`labah bin Hatib setelah menyinggung kisah tersebut menulis, “Mereka telah menyebutkan hadis yang tidak sahih sama sekali”.

Diriwayatkan pula oleh ath-Thabari dalam kitab at-Tarikh 3/124 dari Ibnu Abbas dengan sanad musalsal (berantai) di keluarga orang-orang suku `Awf dari Muhammad bin Sa`ad al-`Awfi dari ayahnya, dari pamannya, dari ayahnya, dari pamannya, dari ayahnya yaitu `Athiyah bin Sa`ad al-`Awfi, sedangkan `Athiyyah adalah perawi yang lemah.

Kesimpulannya, kisah tersebut tidak benar, dan di dalam matannya sendiri ada yang menolaknya, karena ajaran Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, mengambil zakat adalah dengan kekuatan disertai hukuman bagi orang yang menolak membayar zakat.

Ada hadits sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diriwayatkan oleh Bahz bin Hakim dari ayahnya; dan dari kakeknya yang berkata, bahwa beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

في كل سائمة إبل في كل أربعين بنت لبون لا تفرق إبل عن حسابها، من أعطاها مؤتجرًا بها فله أجرها، ومن منعها فإنا آخذوها وشطر ماله عزمة من عزمات ربنا عز وجل، ليس لآل محمد صلى الله عليه وسلم منها شيء

“Pada setiap 40 ekor unta yang dilepas mencari makan sendiri, zakatnya seekor bintu labun (anak unta betina yang umurnya memasuki tahun ketiga). Tidak boleh dipisahkan anak unta itu untuk mengurangi perhitungan zakat. Barangsiapa memberinya karena mengharap pahala, ia akan mendapat pahala. Barangsiapa menolak untuk mengeluarkannya, kami akan mengambilnya beserta setengah hartanya karena ia merupakan perintah keras dari Tuhan kami. Keluarga Muhammad tidak halal mengambil zakat sedikit pun.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa’i.

Dan yang terkandung dalam kisah Tsa`labah bin Hatib itu bertentangan dengan petunjuk Nabi tersebut. Oleh karena itu, kisah tersebut tidak benar baik dari sisi sanad maupun dari sisi matannya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 18091

Lainnya

Kirim Pertanyaan