Kewajiban Mengeluarkan Zakat Dan Dalil-dalilnya |
Pertanyaan
Segala puji hanya milik Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad yang tidak ada nabi setelah beliau. Amma ba’du:
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah menelaah surat yang ditujukan kepada Ketua Umum Komite dari Wakil Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, yang diajukan kepada Komite Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior.
Temanya adalah permintaan Kedutaan Pakistan di Jeddah kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi untuk memberi penjelasan mengenai rukun zakat, definisi nisab dan segi penggunaannya. Hendaknya penjelasan mengenai hal itu ditulis dengan bahasa Inggris.
Hal itu untuk dibuat sebagai rujukan dalam menyiapkan materi pembahasan khusus mengenai rukun zakat dan cara penerapannya di negeri-negeri Islam dewasa ini, mengingat pemerintah Pakistan berniat untuk memungut zakat demi menerapkan syariat Islam yang mulia.
Wakil Kementerian Luar Negeri Arab Saudi diminta untuk memberi penjelasan mengenai hal itu jika memungkinkan.
Jawaban
Setelah mempelajari permintaan tersebut, Komite menjawab sebagaimana berikut:
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan pembahasan mengenai hal itu sangat luas sekali. Komite hanya akan fokus pada perkara-perkara berkut: kewajiban zakat beserta dalil-dalilnya, nisab dan ukuran yang harus dikeluarkan zakatnya, syarat wajib mengeluarkan zakat, dan orang-orang yang berhak menerima zakat.
Berikut penjelasan masing-masing dari hal tersebut:
Pertama: Dalil-dalil Kewajiban Mengeluarkan Zakat
Hukumnya adalah wajib, bahkan ia merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Landasan kewajibannya adalah Alquran, as-Sunnah, dan ijmak.
Adapun dalil Alquran, di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An Nuur : 56)
Dan firman Allah `Azza wa Jalla,
” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At Taubah : 103)
Dan firman Allah Ta`ala,
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(34) pada hari emas perak itu dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dahi mereka, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.” (QS. At Taubah : 34-35)
Setiap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya namun tidak dikeluarkan, maka harta tersebut dihukumi sebagai harta simpanan dan pemiliknya akan disiksa kelak di hari kiamat. Sebenarnya banyak sekali ayat-ayat Alquran yang menjelaskan mengenai kewajiban mengeluarkan zakat, namun kami mencukupkan dengan beberapa ayat di atas.
Adapun landasan as-Sunnah, banyak sekali hadits yang menjelaskan mengenai kewajibannya, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, serta selain keduanya, dari Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda
“Islam dibangun di atas lima dasar: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan puasa Ramadan.”
Dan dari Mu`adz bin Jabal radhiyallahu `anhu
“Bahwa tatkala Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam mengutusnya ke Yaman beliau bersabda kepadanya: “Berilah kabar kepada mereka” –dalam sebuah redaksi hadits yang lain: beritahukanlah kepada mereka– bahwa Allah telah mewajibkan zakat pada harta-harta mereka. Zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam juga bersabda,
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah mengerjakan hal itu maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku kecuali karena alasan-alasan hukum Islam, dan perhitungan akhir mereka terserah kepada Allah.” (Muttafaq ‘Alaih)
Adapun ijmak, umat Islam telah berijmak akan kewajibannya.
Kedua: Nisab dan ukuran yang harus dikeluarkan:
Zakat wajib dikeluarkan dari hewan ternak, hasil bumi, naqdain (emas dan perak), dan barang-barang dagangan.
Hewan ternak meliputi unta, sapi, dan kambing. Hewan-hewan tersebut tidak dikenakan zakat melainkan yang digembalakan, yaitu yang digembalakan lebih dari setahun. Unta tidak dikenakan zakat melainkan jika mencapai lima ekor. Jika unta telah mencapai lima ekor, maka harus dikeluarkan zakatnya seekor kambing.
Jika mencapai sepuluh ekor, maka zakatnya dua ekor kambing. Jika berjumlah lima belas ekor, maka zakatnya tiga ekor kambing. Dan jika berjumlah dua puluh ekor, maka zakatnya empat ekor kambing. Jika jumlahnya telah mencapai dua puluh lima ekor, maka zakatnya adalah bintu makhad, yaitu unta betina yang telah berumur satu tahun.
Jika tidak ada, maka boleh mengeluarkan zakat ibnu labun, yaitu unta jantan yang berumur dua tahun. Jika berjumlah tiga puluh enam, maka zakatnya seekor bintu labun, yaitu unta betina yang berumur genap dua tahun.
Dan jika jumlahnya empat puluh enam, zakatnya seekor hiqqah, yaitu unta betina yang berumur tiga tahun. Jika berjumlah enam puluh satu, maka zakatnya seekor jidz’ah, yaitu unta betina yang berumur empat tahun.
Jika jumlahnya tujuh puluh enam, maka zakatnya dua ekor bintu labun. Jika berjumlah sembilan puluh satu hingga seratus dua puluh, maka zakatnya dua ekor hiqqah. Jika jumlahnya lebih dari seratus dua puluh ekor, maka pada setiap kelipatan empat puluh ekor zakatnya seekor bintu labun, dan pada setiap kelipatan lima puluh zakatnya seekor hiqqah.
Jika jumlahnya telah mencapai dua ratus, maka ada dua kewajiban bertemu; ia boleh mengeluarkan empat ekor hiqqah, dan boleh juga mengeluarkan lima ekor bintu labun.
Jumlah unta yang berada di antara dua kewajiban tersebut tidak dikenakan zakat. Jika ia wajib mengeluarkan zakat seekor unta dengan umur tertentu, namun tidak memilikinya, maka ia bisa mengeluarkan zakat dengan umur dibawahnya dengan disertai dua kambing atau uang dua puluh dirham.
Dia juga boleh mengeluarkan zakat dengan unta yang berumur di atasnya dengan mengambil dua ekor kambing atau dua puluh dirham dari orang yang memungut zakat.
Landasan hal itu adalah hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu menulis surat kepadanya tatkala ia mengutusnya ke Bahrain untuk mengurus wilayah tersebut
“Bismillahirrahmanirrahim, inilah kewajiban zakat sebagaimana yang telah diwajibkan oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam kepada kaum Muslimin, dan yang telah diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Barangsiapa di antara kalangan kaum Muslimin dimintai zakat sesuai ketentuannya maka dia harus memberinya, dan barangsiapa dimintai zakat melebihi ketentuannya maka jangan memberinya. Setiap dua puluh empat ekor unta dan yang kurang dari itu zakatnya dengan kambing. Setiap lima ekor unta zakatnya adalah seekor kambing. Bila jumlah untanya mencapai dua puluh lima hingga tiga puluh lima ekor maka zakatnya satu ekor bintu makhadh betina (anak unta betina yang telah masuk ke tahun kedua). Jika tidak ada bintu makhadh, maka satu ekor ibnu labun jantan (anak unta jantan yang telah masuk ke tahun ketiga). Bila mencapai tiga puluh enam hingga empat puluh lima ekor unta maka zakatnya satu ekor bintu labun betina. Bila mencapai empat puluh enam hingga enam puluh ekor unta maka zakatnya satu ekor hiqqah (unta betina yang masuk ke tahun empat) yang sudah siap dibuahi oleh unta pejantan. Bila telah mencapai enam puluh satu hingga tujuh puluh lima ekor unta maka zakatnya satu ekor jadza’ah (unta betina yang masuk tahun ke lima). Bila telah mencapai tujuh puluh enam hingga sembilan puluh ekor unta maka zakatnya dua ekor bintu labun. Bila telah mencapai sembilan puluh satu hingga seratus dua puluh ekor unta maka zakatnya dua ekor hiqqah yang sudah siap dibuahi unta jantan. Bila sudah lebih dari seratus dua puluh maka ketentuannya adalah pada setiap kelipatan empat puluh ekornya, zakatnya satu ekor bintu labun dan setiap kelipatan lima puluh ekornya zakatnya satu ekor hiqqah. Dan barangsiapa yang hanya memiliki empat ekor unta saja maka tidak dikenakan kewajiban zakat kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkan zakatnya. Bila jumlah untanya mencapai lima ekor maka wajib dikeluarkan zakat satu ekor kambing.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Malik dan para penghafal hadits lainnya)
Mereka berpegang kepada hadits tersebut dan menjadikannya termasuk asas syariat Islam. Mereka berkata: “Hadis tersebut adalah landasan syariat yang agung yang dapat dijadikan pedoman.” Ahmad berkata: “Saya tidak mengetahui sebuah hadits yang menjelaskan mengenai zakat yang lebih baik daripada hadits tersebut.” Hadis tersebut mengandung dalil bahwa selisih pada hewan ternak tidak dikenakan zakat.
Bukhari telah meriwayatkan dari hadits Anas radhiyallahu `anhu bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah menuliskan kepadanya mengenai kewajiban zakat yang telah diperintahkan oleh Allah kepara Rasul-Nya Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Barangsiapa yang jumlah untanya telah mencapai jumlah sehingga dia wajib mengeluarkan zakat seekor jadza’ah (unta betina yang masuk tahun kelima), namun ia tidak memilikinya dan ia memiliki hiqqah (unta betina yang masuk tahun keempat), maka ia boleh mengeluarkannya ditambah dua ekor kambing jika tidak keberatan, atau 20 dirham. Barangsiapa yang sudah wajib mengeluarkan zakat seekor hiqqah, namun ia tidak memilikinya dan ia memiliki jadza’ah, maka ia boleh mengeluarkannya ditambah 20 dirham atau dua ekor kambing. Barangsiapa yang sudah wajib mengeluarkan zakat seekor hiqqah, namun ia tidak memilikinya dan ia memiliki bintu labun (unta betina yang masuk tahun ketiga), maka ia boleh mengeluarkannya ditambah dua ekor kambing atau 20 dirham. Barangsiapa yang sudah wajib mengeluarkan zakat seekor bintu labun, namun ia memiliki hiqqah, maka ia boleh mengeluarkannya ditambah 20 dirham atau dua ekor kambing. Barangsiapa yang sudah wajib mengeluarkan zakat bintu labun, namun ia tidak memilikinya dan memiliki bintu makhadh (unta betina yang masuk tahun kedua), maka ia boleh mengeluarkannya ditambah 20 dirham atau dua ekor kambing.”
Ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ubaid bin Shakhr ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam telah mengambil janji kepada para pegawai beliau penduduk Yaman bahwa tidak ada zakat pada selisih bilangan hewan ternak”
Dan dalam sunan dan semisalnya dari hadits Ibnu Abbas. Al-Waqshu dalam hadits tersebut maksudnya adalah selisih bilangan antar dua bilangan (jumlah) yang dikenakan zakat sebagaimana antara lima ekor unta dan sepuluh ekor unta, maka selisih yang tidak dikenakan zakat boleh digunakan seperti empat ekor unta.
Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad, dan selain mereka meriwayatkan dari hadits Bahz bin Hakim dari ayahnya, dari kakeknya diriwayatkan secara marfu,
“Dalam setiap empat puluh unta yang digembalakan wajib dikeluarkan zakat satu ekor bintu labun (anak unta betina yang berumur genap dua tahun dan masuk tahun ketiga).”
Kata “saaimah” artinya adalah digembalakan. Al-Jauhari dan yang lainnya berkata: “Saamat Masyiyah, artinya hewan ternak yang digembalakan. Dan asmat-ha, artinya dikeluarkan ke tanah gembala.” Sebagian ulama memperbincangkan kredibilitas sosok Bahz. Ibnu Ma`in berkata: “Sanadnya sahih.” Hakim menceritakan kesepakatan para ulama akan kesahihan hadits Bahz dari ayahnya dari kakeknya.
Sapi tidak dikenakan zakat melainkan jika telah berjumlah tiga puluh ekor. Jika sudah mencapai jumlah tersebut, maka wajib mengeluarkan zakat seekor tabi’ atau tabi’ah: yaitu sapi jantan atau betina yang telah berumur genap setahun.
Jika telah mencapai jumlah empat puluh ekor, maka wajib mengeluarkan zakat musinnah, yaitu seekor sapi betina berumur genap dua tahun. Jika berjumlah enam puluh maka wajib mengeluarkan dua ekor tabi’ atau tabi’ah. Kemudian setiap kelipatan tiga puluh ekor sapi, maka wajib mengeluarkan seekor tabi’.
Dan setiap kelipatan empat puluh ekor sapi, wajib mengeluarkan seekor musinnah. Landasan dalilnya adalah hadits Mu`adz bin Jabal radhiyallahu `anhu, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam telah mengutusku ke Yaman, dan memerintahkanku agar mengambil seekor tabi’ atau tabi’ah dari setiap tiga puluh ekor sapi. Dan mengambil seekor musinnah dari setiap empat puluh ekor sapi.”
Diriwayatkan oleh lima perawi (Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah) dan dinyatakan hasan oleh Tirmidzi dan disahihkan oleh Nasa’i, Ibnu Hibban, dan al-Hakim. Abu Dawud menambahkan redaksi haditsnya
“Tidak ada zakat pada hewan-hewan yang dipekerjakan”
Tambahan ini disahihkan oleh ad-Daraquthni, maknanya adalah zakat tidak diwajibkan pada sapi yang dibuat untuk mengairi sawah, membajak, dan kendaraan. Makna yang tampak dari hadits tersebut adalah baik sapi tersebut saimah (digembalakan) maupun ma’lufah (tidak digembalakan).
Syarat digembalakan untuk wajibnya zakat sapi diqiyaskan pada kewajiban zakat dalam unta dan kambing dari hadits Anas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan hadits Bahz yang telah disebutkan.
Adapun kambing tidak dikenakan zakat melainkan jika telah mencapai jumlah empat puluh ekor. Jika jumlahnya telah mencapai empat puluh ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka wajib dikeluarkan zakat seekor kambing.
Jika bertambah satu ekor dari jumlah tersebut hingga dua ratus ekor kambing, maka wajib mengeluarkan zakat dua ekor kambing. Jika jumlahnya bertambah satu ekor, maka zakatnya tiga ekor kambing.
Setiap seratus ekor kambing wajib mengeluarkan zakat seekor kambing. Zakat kambing berupa seekor kambing yang berumur dua tahun, sedangkan domba zakatnya berupa seekor domba yang berumur enam bulan hingga satu tahun.
Zakat tidak diambil dari kambing yang baru berumur setahun, sangat tua, dan cacat. Dan zakat tidak pula diambil dari hewan yang sedang merawat anaknya, yang sedang hamil, dan harta-harta yang sangat berharga, kecuali jika pemiliknya menghendakinya.
Landasan hal itu adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dalam surat mengenai zakat yang ditulis oleh Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu tatkala dikirim ke Bahrain sebagai pegawai di sana,
“Ini kewajiban zakat yang telah diwajibkan oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam kepada kaum Muslimin, lantas dia menyebutkan zakat unta. Dia berkata: “Mengenai zakat kambing yang digembalakan, jika mencapai 40 hingga 120 ekor kambing, maka zakatnya satu ekor kambing. Jika lebih dari 120 hingga 200 ekor kambing, maka zakatnya dua ekor kambing. Jika lebih dari 200 hingga 300 kambing, maka zakatnya tiga ekor kambing. Jika lebih dari 300 ekor kambing, maka setiap 100 ekor zakatnya satu ekor kambing. Apabila jumlah kambing yang digembalakan kurang dari 40 ekor, maka tidak wajib atasnya zakat kecuali jika pemiliknya ingin tetap bersedekah. Tidak boleh dikumpulkan antara hewan-hewan ternak terpisah dan tidak boleh dipisahkan antara hewan-hewan ternak yang terkumpul karena takut mengeluarkan zakat. Hewan ternak kumpulan dari dua orang, pada waktu zakat harus kembali dibagi rata antara keduanya. Tidak boleh dikeluarkan untuk zakat hewan yang tua dan yang cacat, dan tidak boleh dikeluarkan yang jantan kecuali jika pemiliknya menghendaki.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan para pengarang kitab as-Sunan dan selain mereka. Abu Dawud dan lainnya meriwayatkan dari hadits Abdullah bin Mu`awiyah al-Ghadhiri bahwasanya Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Kami tidak memberikan hewan yang sudah sangat tua, hewan yang kotor, hewan yang sakit, dan hewan yang buruk, akan tetapi yang diberikan untuk zakat adalah harta kalian yang dalam kondisi sedang. Sesungguhnya Allah tidak meminta kalian memberikan harta yang terbaik, dan tidak juga memerintahkan mengeluarkan harta yang paling jelek.”
Dan hewan yang sakit diambil sebagai zakat dari hewan-hewan yang sakit, ini merupakan ijmak. Demikian pula hewan yang cacat diambil sebagai zakat dari hewan-hewan yang cacat, karena zakat merupakan bentuk pelipur lara bagi orang-orang yang berhak menerimanya, dan hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa zakat dikeluarkan dari harta yang standar, bukan dari yang terbaik, juga bukan dari yang terburuk.
Adapun hal-hal yang keluar dari bumi, meliputi:
Biji-bijian, buah-buahan, barang tambang, dan rikaz (harta karun). Berikut ini adalah perinciannya:
1 – Biji-bijian dan buah-buahan:
Zakat wajib dikeluar dari seluruh biji-bijian dan buah-buahan yang dapat ditimbang dan ditimbun. Ada dua syarat akan kewajiban mengeluarkan zakat pada biji-bijian dan buah-buahan:
Pertama:
Telah mencapai nisab setelah dibersihkan dan dikeringkan, besarnya lima ausaq; satu wasaq sebesar enam puluh sha’ sesuai sha’ Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam.
Kedua:
Hendaknya nisab tersebut ia miliki saat tiba waktu wajib mengeluarkan zakat.
Berkewajiban mengeluakan 1/10 bagi yang diairi dengan tidak menggunakan biaya, seperti hujan, sungai, dan air yang diserap oleh akar-akarnya. Dan wajib mengeluarkan zakat 1/20 jika diairi dengan menggunakan biaya, seperti mesin.
Jika setengah tahun diairi dengan tanpa biaya dan setengah tahunnya lagi diairi dengan biaya, maka wajib mengeluarkan zakat 3/4 dari 1/10. Jika cara pengairannya menggunakan lebih banyak dari dua cara tersebut, maka zakatnya dihitung dari cara yang paling banyak digunakan.
Jika tidak diketahui ukurannya, maka wajib mengeluarkan zakat 1/10. Jika biji telah kuat dan buah telah matang, maka sudah wajib mengeluarkan zakatnya. Kewajiban mengeluarkan zakat tersebut tidak terjadi kecuali jika biji-bijian dan buah-buahan tersebut diletakkan di dalam tempat penimbunan.
Jika mengalami kerusakan sebelum ditimbun tanpa disengaja maka tidak wajib mengeluarkan zakat, baik telah diperkirakan nilainya maupun belum. Zakat biji-bijian wajib dikeluar setelah bersih dan buah-buahan setelah kering.
Seorang pemimpin hendaknya mengirim seorang petugas jika buah-buahan telah mulai matang, untuk memperkirakan jumlah zakat yang harus dikeluarkan agar mereka membayarnya. Jika biji-bijian dan buah-buahannya bermacam-macam, maka ia akan menaksirnya setiap macamnya. Jika hanya satu macam, maka ia akan menaksir setiap pohon saja. Ia berhak untuk menaksir seluruhnya secara sekaligus.
Wajib disisakan 1/3 atau 1/4 untuk pemiliknya. Jika hal itu tidak dilakukan, maka pemiliknya boleh memakannya dan tidak apa-apa. Dan tidak wajib mengeluarkan zakat pada sayur-sayuran, dasarnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Baqarah : 267)
Dan Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)” (QS. Al An’aam : 141)
Ibnu Abbas dan yang lainnya berkata: “Haknya adalah zakat yang wajib.”
Dan dari Abu Sa`id radhiyallahu `anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tidak ada sedekah (zakat) pada hasil tanaman yang kurang dari 5 wasaq (= 9 kwintal)” (Muttafaqun `Alaih. Dalam redaksi riwayat Muslim)
“Tidak ada sedekah (zakat) pada buah dan biji-bijian yang kurang dari 5 wasaq”
Dan dalam redaksi Abu Dawud secara tegas memakai kata “zakat” bukan sedekah.
Dan dari Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tanaman yang diairi dengan air hujan dan sumber mata air, atau air kolam, maka zakatnya seper sepuluh. Dan tanaman yang diairi dengan nadh (pengairan yang dilakukan dengan air yang diambil dari sumur atau sungai dengan menggunakan alat) maka zakatnya seper duapuluh.” (HR. Bukhari dan lainnya).
Muslim meriwayatkan dari hadits Jabir,
” Dan tanaman yang diairi dengan alat pengairan maka zakatnya seperdua puluh.”
Dan dari `Attab bin Usaid radhiyallahu `anhu, ia berkata,
“Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam memerintahkan agar memperkirakan (hasil panen) anggur sebagaimana halnya pada kurma. Dan zakat anggur diambil dalam bentuk zabib (anggur kering).” Diriwayatkan oleh lima perawi (Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Dan dari Sahl bin Abi Hatsmah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ kepada Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda,
“Jika kalian memperkirakan (hasil panen) maka ambillah (zakatnya) dan tinggalkan sepertiganya. Jika kalian tidak meninggalkan sepertiganya, maka tinggalkan seperempatnya.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, dan selain mereka)
Dan dari Mu`adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tidak ada zakat pada sayur-sayuran” (HR. Tirmidzi dan lainnya)
ad-Daruquthni meriwayatkan maknanya dari Ali dan `Aisyah radhiyallahu ‘anha. Tirmidzi berkata: “Tidak ada satu pun hadits sahih mengenai hal ini. Yang diamalkan menurut para ulama adalah tidak ada zakat pada sayur-sayuran.” Al-Baihaqi berkata :
“Hadis mengenai hal itu ada dari banyak jalur yang berbeda, yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya, dan diperkuat juga dengan pendapat para sahabat.” Al-Khaththabi berkata: “Hadis
“Tidak ada zakat pada hasil tanaman yang kurang dari 5 wasaq (= 9 kwintal)”
Dibuat dalil bahwa tidak ada kewajiban zakat pada sayur-sayuran. Itu merupakan dalil bahwa zakat hanya diwajibkan atas sesuatu yang bisa diukur dan ditimbun dari biji-bijian dan buah-buahan, bukan sesuatu yang tidak bisa diukur dan tidak pula bisa ditimbun dari buah-buahan, sayur-sayuran, dan semisalnya. Inilah yang diamalkan oleh mayoritas para ulama.
Zakat emas dan perak
Tidak wajib mengeluarkan zakat emas hingga mencapai dua puluh mitsqal. Jika telah mencapai dua puluh mitsqal, maka wajib dikeluarkan zakat separuh mitsqal. Perak tidak wajib dikeluarkan zakatnya hingga mencapai dua ratus dirham; 140 mitsqal.
Jika telah mencapai dua ratus dirham maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar lima dirham. Landasan hal itu adalah firman Allah Ta’ala,
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,(34) pada hari emas perak itu dipanaskan dalam neraka Jahanam, lalu dahi mereka, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.” (QS. At Taubah : 34-35)
Dan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa`id al-Khudri radhiyallahu `anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tidak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 uqiyah (600 gram).” (Muttafaqun `Alaih)
Dan dari Ali radhiyallahu `anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Aku tidak akan mengambil zakat kuda dan budak dari kalian, namun tunaikanlah zakat perak. Setiap empat puluh dirham, zakatnya satu dirham. Selisih dari seratus sembilan puluh dirham tidak dikenakan zakat. Jika telah mencapai dua ratus dirham, maka zakatnya lima dirham.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Dan dalam sebuah redaksi yang lain,
“Aku tidak mengambil dari kalian zakat kuda dan budak. Kepemilikan di bawah dua ratus tidak dikenakan zakat.” (HR. Ahmad Nasa’i)
Dari Jabir radhiyallahu `anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Tidak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 uqiyah (600 gram).” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dari Ali radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
“Jika kamu mempunyai dua ratus dirham dan sudah mencapai satu tahun maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar lima dirham. Zakat emas tidak wajib dikeluarkan melainkan jika telah mencapai dua puluh dinar. Jika telah mencapai dua puluh dinar dan sudah mencapai satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar setengah dinar.” (HR. Abu Dawud)
Harta rikaz (harta karun) wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 1/5, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ kepada Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Dalam hadits itu disebutkan,
“Harta rikaz (harta karun) wajib ditunaikan zakatnya sebesar seperlimanya.” (Muttafaqun `Alaih) Rikaz adalah harta orang-orang terdahulu yang ditemukan.
Adapun mengenai barang-barang dagangan, maka barang yang disiapkan untuk jual-beli dikenakan zakat jika nilainya telah mencapai nisab emas atau perak, memilikinya dan bermaksud untuk menjadikannya barang dagangan.
Harta tersebut dihitung kisaran nilainya untuk diberikan kepada kaum fakir miskin, sesuai dengan harga emas atau perak. Landasannya adalah firman Allah Ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” (QS. Al Baqarah : 267)
Maksudnya adalah perdagangan, ini merupakan tafsiran dari Mujahid dan lainnya. Al-Baidhawi dan lainnya mengatakan mengenai tafsir firman Allah Ta’ala: “Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”, yakni zakat wajib.
Dan firman Allah Ta`ala,
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.” (QS. l Ma’aarij : 24)
Perdagangan masuk ke dalam keumuman harta-harta yang telah disebutkan di dalam ayat tersebut. Harta-harta tersebut wajib dikenakan zakat dengan nilai tertentu yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam, yaitu 2,5%. Harta perdagangan merupakan harta yang paling penting.
Oleh karena itu, harta perdagangan lebih utama untuk dimasukkan ke dalam kategori harta-harta yang disebutkan di dalam ayat tersebut. Dan dari Samurah bin Jundub radhiyallahu `anhu, ia berkata
“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat barang yang kami persiapkan untuk diperjual belikan.” (HR. Abu Dawud)
Umar berkata kepada Hamas: “Tunaikanlah zakat hartamu!” . Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apa-apa melainkan tempat anak panah dan kulit yang telah disamak.” Umar berkata: “Hargailah barang tersebut dan tunaikan zakatnya!” . Imam Ahmad rahimahullah telah berdalil dengan kisah ini.
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Adapun Khalid maka sungguh kalian telah menzalimi Khalid. Sungguh ia telah menyimpan baju besi dan peralatan perangnya untuk berjihad di jalan Allah” (Muttafaqun `Alaih)
Imam Nawawi dan lainnya mengatakan bahwa barang tersebut dikenakan kewajiban zakat barang perdagangan. Jika tidak demikian, maka Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam pasti tidak akan memberi alasan atas Khalid.
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha secara marfu’,
“Seorang Muslim tidak dikenakan zakat pada budak dan kuda miliknya.”
Imam Nawawi dan yang lainnya berkata: “Hadis ini merupakan dasar bahwa harta properti tidak dikenakan kewajiban zakat.”
Ketiga: Kewajiban zakat:
Zakat wajib ditunaikan dengan lima syarat: Islam, merdeka, memiliki nisab, kepemilikian secara utuh, dan telah mencapai haul, kecuali sesuatu yang keluar dari bumi sebagaimana yang telah dijelaskan. Demikian juga hasil dari hewan yang digembalakan dan keuntungan dagang, maka haul keduanya sama dengan haul modal asalnya jika telah mencapai nisab. Jika belum mencapai nisab, maka nisabnya dimulai semenjak nisabnya sempurna.
Keempat: Golongan yang berhak menerima zakat:
Golongan yang berhak menerima zakat ada delapan, sebagaimana telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah : 60)
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.