Hajinya Para Pembantu Wanita Dengan Penyelenggara Haji Tanpa Mahram

3 menit baca
Hajinya Para Pembantu Wanita Dengan Penyelenggara Haji Tanpa Mahram
Hajinya Para Pembantu Wanita Dengan Penyelenggara Haji Tanpa Mahram

Pertanyaan

Segala puji hanya milik Allah semata. Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi (Muhammad) yang tidak ada nabi setelah beliau, dan selanjutnya.

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah mempelajari pertanyaan yang diajukan kepada Yang Mulia Mufti Agung oleh Menteri Urusan Haji, dan mengacu kepada Komite dari Sekretariat Jenderal Dewan Senior Ulama nomor 2313 tanggal 9/6/1415 H. Beliau mengajukan pertanyaan sebagai berikut:

Saya beritahukan kepada Anda bahwa saya menerima surat dari Ketua Umum Komite Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar nomor (6531/9) tanggal 26/11/1414 teksnya terlampir intinya adalah kegiatan lembaga yang memberikan kemudahan bagi para pembantu wanita dan yang sejenisnya tanpa adanya mahram mereka.

Dan bahwasanya kegiatan yang dilakukan penyelenggara ini menyalahi syariat yang lurus yang melarang perempuan bepergian tanpa mahram. Dan beliau meminta agar penyelenggara itu dilarang membawa wanita tanpa mahram.

Kami telah memberikan jawaban kepada beliau dengan surat nomor (6313/414/B/E) tertanggal 4/12/1414 H, bahwasanya telah dilakukan pengarahan terhadap pihak-pihak yang berwenang untuk melantik perusahaan pengelola lembaga haji bagi penduduk setempat yang mendapatkan izin untuk memberikan pelayanan agar memperhatikan hal yang beliau sampaikan tertanggal 13/4/1415.

Perwakilan kementrian menyampaikan surat dengan nomor (2505/1/17) yang berisikan bahwa beberapa lembaga haji bagi warga setempat mendirikan kemah khusus untuk perempuan yang datang melaksanakan haji dari dalam Kerajaan Arab Saudi tanpa mahram.

Berpegang dengan fatwa ini berarti melarang kaum perempuan yang datang untuk bekerja di Kerajaan Arab Saudi menunaikan haji tanpa mahram. Mayoritas mereka menetap di Kerajaan Arab Saudi dan bekerja di sana sejak beberapa tahun dan menunggu kesempatan ini untuk menunaikan haji.

Sebagian mereka menunaikan haji dengan majikannya dan sebagian yang lain dengan lembaga yang ada dalam Kerajaan Arab Saudi. Beliau merujuk ke sebagian ahli fikih yang membolehkan perempuan bepergian tanpa mahram jika mereka berada dalam rombongan dan keamanan terjamin selama mereka dalam perjalanan dan menetap.

Untuk menghindari keheranan dan pertanyaan dari sebagian negara-negara Islam tentang pelarangan ini kami ingin mengetahui pandangan Anda dalam masalah ini. Saya berharap Anda berkenan mengemukakan pendapat Anda. Semoga Allah menunjuki Anda pendapat yang benar.

Jawaban

Setelah melakukan pengkajian (terhadap permasalahan yang diajukan) maka Komite menjawab sebagai berikut:

Syariat yang suci telah menetapkan haramnya perjalanan perempuan tanpa mahram. Hal ini berdasarkan beberapa hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam yang melarang hal itu. Ini mencakup seluruh bentuk perjalanan. Sama saja perjalanannya untuk maksud yang mubah, wajib atau sunnah.

Kami telah mengeluarkan fatwa tentang hal itu nomor 16042, berikut ini teksnya: Tidak diperbolehkan bagi seorang muslimah bepergian tanpa mahram. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dalam hadis Ibnu `Abbas,

لا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم

“Janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama muhrim.” Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari dan Muslim.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda ketika sedang berkhotbah,

لا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها ذو محرم، ولا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم، فقام رجل فقال: إن امرأتي خرجت حاجَّة، وإني اكتتبت في غزوة كذا وكذا، فقال صلى الله عليه وسلم: انطلق فحج مع امرأتك

“Janganlah seorang laki-laki berkhalwat bersama seorang perempuan melainkan bersama mahram, dan janganlah seorang perempuan bepergian melainkan bersama mahram. Lalu seorang laki-laki berdiri dan bertanya: “Isteriku ingin keluar untuk berhaji, dan aku telah berencana untuk ikut perang ini dan itu”. Maka beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah, lalu berhajilah bersama istrimu.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari dan Muslim.)

Seorang perempuan dilarang melakukan setiap yang namanya perjalanan kecuali disertai mahram yang menjaga dan membantu melaksanakan kebutuhannya. Mahram adalah: Suami atau orang yang selamanya diharamkan baginya karena hubungan kerabat, persusuan atau perbesanan, seperti ayah, anak, saudara, keponakan, paman, ayah suaminya, anaknya dari persusuan atar saudara sepersusuan dan yang sejenisnya.

Sama saja apakah perempuan itu masih muda atau sudah tua, sendiri atau dengan perempuan lainnya. Sekelompok perempuan tidak cukup untuk menjadi mahram. Hal ini berdasarkan sifat umum hadis dan tidak bisa menghindarkan dari bahaya.

Yang menjadi kewajiban kaum perempuan dan para walinya adalah bertakwa kepada Allah, menjaga perintah Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya khususnya dalam menjaga kesucian diri dan sifat malu, serta menjauhi sarana keburukan dan kerusakan. Ketamakan terhadap dunia tidak boleh membuat mereka menyepelekan hal ini.

Berdasarkan ini, maka perempuan tidak boleh melakukan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa mahram. Wajib melarang penyelenggara haji melakukan itu sebagai bentuk kehati-hatian untuk tidak jatuh ke dalam dosa yang dilarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan menutup pintu keburukan dan kerusakan. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Al-Imran: 97)

Di antara syarat sanggup bagi perempuan adalah keberadaan mahram dan dia menyempatkan dirinya untuk bepergian dengannya. Allah tidaklah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 17280

Lainnya

Kirim Pertanyaan