Bersumpah Karena Merasa Benar

2 menit baca
Bersumpah Karena Merasa Benar
Bersumpah Karena Merasa Benar

Pertanyaan

Pertanyaan 1: Seseorang meminjamkan uang kepada temannya sebesar seratus riyal. Setelah itu, peminjam membayar utangnya sebesar lima puluh riyal dari total seratus rial yang dipinjamnya. Selang beberapa waktu, dia tidak mengakui bahwa dirinya pernah diberikan pembayaran separuh utangnya. Akhirnya peminjam pun berkata, “Saya bersumpah bahwa istri saya haram bagi saya. Sungguh, saya sudah membayar sebesar lima puluh riyal.” Sampai saat ini dia masih tetap menyakininya. Pertanyaannya, apakah dia terkena dosa apabila ternyata keyakinannya itu terbukti salah?

Pertanyaan 2: Terjadi perselisihan pendapat antara seseorang dengan sepupunya dalam sebuah yang disebabkan oleh sepupunya di sebuah tempat penggilingan padi milik mereka berdua. Dia berkata kepada sepupunya, “Demi Tanah Haram, kamu harus menghilangkan bangunan baru tersebut”. Kemudian akhirnya terjadi perdamaian di antara mereka berdua dengan kesepakatan untuk membiarkan bangunan baru tersebut. Pertanyaannya, apa dampak terhadap dirinya atas tindakan seperti itu?

Jawaban

Jawaban 1: Jika penanya itu memang bersumpah atas nama istrinya saat mengatakan bahwa dirinya telah membayar lima puluh riyal, maka sumpahnya dianggap belum dilanggar berdasarkan kepada keyakinannya itu sekalipun suatu saat nanti keyakinannya terbukti salah. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ

“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al-Ahzab: 51)

Dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

إن الله تجاوز لأمتي عن الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه

“Sesungguhnya Allah mengampuni umatku dari kesalahan yang tidak disengaja, kealpaan, dan perbuatan yang dilakukan karena paksaan.”

Selain itu, dia memang tidak meniatkan sumpahnya itu sebagai penyangkalan, sehingga sumpahnya tetap dianggap berlaku. Ini adalah pendapat sekelompok ulama dan pandangan yang paling kuat dalam mazhab Syafi’i serta lebih diunggulkan dalam kitab al-Khulashah. Disebutkan dalam kitab al-Furu’ bahwa ini adalah pendapat yang paling kuat, sedangkan dalam kitab al-Inshaf disebutkan bahwa ini adalah pendapat yang benar, sekaligus pilihan Syaikh al-Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah.

Jawaban 2: Jika dia memang bersumpah kepada sepupunya, “Demi Tanah Haram, kamu harus menghilangkan bangunan baru tersebut”. lalu mereka berdua berdamai dan sepakat untuk membiarkan bangunan baru tersebut, maka berarti dia telah melanggar sumpahnya sehingga wajib untuk membayar kafarat sebagai denda sumpah, yaitu: memberikan makanan atau pakaian kepada sepuluh orang miskin, serta memerdekakan seorang budak yang beriman.

Jika tidak memperoleh budak yang beriman, maka diganti dengan berpuasa selama tiga hari yang lebih bagus dilakukan secara berturut-turut. Disamping itu, lantaran penanya hanya menyebutkan “Demi haram, anda harus menghilangkan bangunan yang baru tersebut” tanpa menyebut istrinya, maka ucapan ini tidak berpengaruh pada hukum menggauli istrinya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 343

Lainnya

  • Tsa`labah bin Hatib, disebut juga Ibnu Abi Hatib al-Awsi al-Anshari adalah salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam...
  • Ada kelonggaran tentang waktu memberikan nama anak, boleh menamainya pada hari kelahiran atau pada hari ketujuh. Beberapa hadits menjadi...
  • Anak perempuan paman dari ibu Anda bukanlah bibi Anda, melainkan dia termasuk perempuan asing bagi Anda. Dia wajib memakai...
  • Apabila seseorang mengatakan “Saya berjanji kepadamu”, “Demi Allah”, “Saya bersumpah”, atau “Demi Allah kamu harus melakukan begini” Keseluruhan sumpah...
  • Jika faktanya seperti yang disebutkan, bahwa kuda-kuda tersebut dibeli untuk dimiliki, bukan untuk dijual, maka tidak ada kewajiban menzakatinya,...
  • Adapun membagi rambut kepala dari samping ini menyerupai orang kafir, dan telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam...

Kirim Pertanyaan