Naskh Dalam Al-Quran

2 menit baca
Naskh Dalam Al-Quran
Naskh Dalam Al-Quran

Pertanyaan

Adakah naskh dalam Al-Quran? Apa definisinya? Mungkinkah melakukan naskh Al-Quran dengan Sunnah? Apa perbedaan antara naskh dan al-bada’?

Apa maksud dari perkataan az-Zamakhsyari, “Sesungguhnya ini hanyalah merupakan perkara-perkara yang baru Allah tampakkan, bukan perkara yang baru tampak bagi-Nya”? Apakah setiap pengecualian (istitsna’) itu naskh, dan apakah setiap naskh itu pengecualian?

Jawaban

Pertama, naskh itu hukumnya ja’iz (bisa saja terjadi menurut syar`i) dan waqi` (terjadi). Allah Ta’ala berfirman,

مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا

“Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.” (QS. Al-Baqarah: 106)

Kedua, definisi naskh adalah mengangkat (menghapus) hukum syar’i (yang telah ada) dengan dalil syar’i yang datang belakangan.

Ketiga, Al-Quran dapat di-naskh dengan Sunnah, karena keduanya adalah wahyu dari Allah Jalla wa `Ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.(3) Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (QS. An-Najm: 3-4)

Keempat, al-bada’ berarti tampak setelah sebelumnya samar. Dengan pengertian lain, al-bada’ adalah munculnya pendapat baru yang sebelumnya tidak ada.

Kedua pengertian tersebut mustahil bagi Allah Jalla wa `Ala, karena keduanya adalah konsekuensi dari kebodohan di awal dan pengetahuan yang datang belakangan. Padahal Allah Yang Mahaagung melingkupi segala sesuatu dengan ilmu-Nya. Allah berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak me-naskh sebagian hukum-Nya dengan sebagian lain karena adanya suatu perkara yang menjadi jelas setelah sebelumnya samar, bukan pula karena muncul pendapat baru dari-Nya.

Sebab, Allah mengetahui nasikh (dalil yang menghapus hukum sebelumnya) dan mansukh (hukum yang dinasakh) sejak azali, sebelum keduanya disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya.

Hukum baru yang kita lihat dengan adanya naskh itu adalah semata-mata ilmu Allah yang baru ditampakkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, bukan karena hal itu baru terlihat oleh-Nya.

Demikianlah maksud ungkapan “Sesungguhnya ini hanyalah merupakan perkara-perkara yang baru Allah tampakkan, bukan perkara yang baru tampak bagi-Nya”.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 12465

Lainnya

Kirim Pertanyaan