Merenungi Ciptaan Allah dan Batasan-batasannya

3 menit baca
Merenungi Ciptaan Allah dan Batasan-batasannya
Merenungi Ciptaan Allah dan Batasan-batasannya

Pertanyaan

Kami memiliki anak-anak dan kami ingin mereka merenungi ciptaan Allah Subhanahu wa Ta`ala, apakah bumi berada di atas permukaan air, lantas apa yang menahannya dari air. Mereka berkata: "Bumi terdiri dari tujuh lapisan, dan setiap lapisan mempunyai penghuni". Di antara pemaparan mereka kepada kami: "Di antara lapisan-lapisan bumi terdapat Sijjil (bebatuan) yang lebih panas dari pada api, yang diletakkan Allah pada ruh orang-orang yang berdosa dan orang-orang kafir". Mereka juga berkata kepada kami: "Harut dan Marut adalah para malaikat yang disiksa di bumi". Semoga Allah membalas Anda dengan kabaikan, apa sebenarnya siksaan bagi Harut dan Marut tersebut?

Jawaban

Pertama: Tidak ada bumi yang berada di atas permukaan air hingga tidak perlu lagi ditanyakan mengenai apa yang menahannya dari air. Di atas air hanya ada udara dan langit. Seisi alam semesta semuanya saling menguatkan dan menempati tempatnya masing-masing dengan kekuasaan Allah Ta`ala. Allah Ta`ala berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يُمْسِكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ أَن تَزُولَا ۚ وَلَئِن زَالَتَآ إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِّنۢ بَعْدِهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah.” (QS. Fatir:41)

Dan proses saling menguatkan tersebut terjadi karena sebuah rahasia yang Allah berikan kepada alam semesta yang hanya diketahui oleh orang yang dikaruniai ilmu oleh Allah, seperti para ilmuwan hukum-hukum kosmik dan lainnya.

Di dalam kitab Shahih Bukhari ada sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ali Radhiyallahu `Anhu

حَدِّثُوا النَّاسَ، بما يَعْرِفُونَ أتُحِبُّونَ أنْ يُكَذَّبَ، اللَّهُ ورَسولُهُ

“Berbicaralah kepada orang-orang sesuai dengan apa yang mereka ketahui, apakah kalian menginginkan mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya” (HR. Bukhari : 127)

Kedua: Allah telah memberitahukan bahwa bumi itu terdiri dari tujuh lapis, Dia berfirman:

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ وَمِنَ ٱلْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi” (QS. At-Talaq : 12)

Para ulama yang berijtihad dan mengatakan bahwa bumi itu berlapis-lapis, di antara setiap lapisannya terdapat udara, dan masing-masing lapisan dihuni oleh makhluk Allah, mereka berdalil dengan firman Allah Ta`ala:

يَتَنَزَّلُ ٱلْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

“Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Talaq : 12)

Dan sebagian mereka mengatakan bahwasannya bumi itu terdiri dari tujuh lapis yang setiap bagiannya saling menempel. Mereka berdalil dengan hadits:

مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah (secara zalim), maka pada hari kiamat ia akan dikalungi dari tujuh lapis bumi.” (HR. Muslim : 3020)

Ketiga: Sijjin termasuk perkara ghaib yang tidak perlu kita bahas secara mendalam kecuali sebatas yang telah diterangkan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan oleh Rasul-Nya Shallallahu `Alaihi wa Sallam. Allah Ta’ala telah berfirman:

كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ كِتَابٌ مَّرْقُومٌ

“Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin. Tahukah kamu apakah sijjin itu? (Ialah) kitab yang bertulis.” (QS. Al-Muthaffifin : 7-9)

Oleh karenanya, kita wajib beriman kepada hal itu dan tidak menambahkan perkataan dari diri kita sendiri. Jika tidak demikian, maka kita akan terjerumus ke dalam larangan Allah dalam firman-Nya:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al-Isra’ : 36)

Keempat: Harut dan Marut adalah dua sosok malaikat yang digunakan oleh Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya. Mereka berdua hanya melakukan hal-hal yang telah diperintahkan oleh Allah semata. Dengan demikian mereka berdua patuh kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka berdua.

Allah berhak untuk menguji para hamba-Nya dengan apa dan cara yang Dia dikehendaki tanpa ada seorang pun yang dapat menentang-Nya dalam qadha (ketentuan) dan syariat-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَ ۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَ ۗ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنْ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوْلَآ اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”.

Cerita yang mengatakan bahwa mereka berdua adalah dua malaikat yang menjelma sebagai dua orang laki-laki. Mereka berdua berbuat dosa dan maksiat, lantas pintu langit ditutup bagi keduanya. Dan bahwa mereka berdua disiksa di dunia atau digantung dengan rambut-rambut mereka. Semua cerita ini dan yang semisalnya merupakan perkataan para pendusta dari kalangan tukang dongeng.

Seorang muslim wajib untuk tidak menerima kebohongan itu dari mereka. Juga tidak membaca buku-buku yang tidak terpercaya seperti buku Badai`uz Zuhur fi Waqai`ud Duhur, karena pengarangnya dan orang-orang yang semisalnya merupakan orang-orang yang menyebarkan cerita-cerita bohong seperti ini. Wallahu A`lam.

Wabillahittaufiq, Wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad, wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa Nomor 782

Lainnya

Kirim Pertanyaan