Memberi Nama Makhluk Dengan Nama-nama al-Khaliq (Allah)

2 menit baca
Memberi Nama Makhluk Dengan Nama-nama al-Khaliq (Allah)
Memberi Nama Makhluk Dengan Nama-nama al-Khaliq (Allah)

Pertanyaan

Apakah benar dalil yang mengharamkan memberi nama makhluk dengan nama-nama al-Khaliq (Allah)?

A. Apabila menamakan makhluk dengan nama (Allah) dilarang, maka penamaan makhluk dengan nama-nama al-Khaliq yang lainnya juga tidak boleh, karena tidak ada alasan membeda-bedakan antara nama-nama Allah Ta`ala.

B. Sudah dikenal dalam bahasa Arab bahwa susunan partikel jar dan nomina majrur (preposisi dan objek preposisi) apabila mendahului nomina takrif mengandung makna pembatasan.

Hal itu terlihat dalam firman Allah Ta`ala,

وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى

“Hanya milik Allah asma-ul husna.” (QS. Al-A’raaf: 180)

Ayat tersebut mengandung makna pembatasan asmaul husna hanya untuk Allah, dan tidak boleh menamai makhluk dengan nama-nama tersebut. Apakah dalil ini benar?

Jawaban

Nama-nama Allah yang termasuk sebagai nama pribadi seperti lafal (Allah), tidak boleh dipakai oleh selain Allah karena yang dinamai sudah tertentu dan tidak ada tandingan, atau nama-nama-Nya yang semakna dalam hal tidak menerima keturutsertaan siapapun seperti al-Khaliq dan al-Bari.

Karena al-Khaliq artinya Zat yang menciptakan sesuatu tanpa ada misal sebelumnya, dan al-Bari artinya Zat yang menciptakan sesuatu tanpa cacat. Hal itu tidak bisa dilakukan kecuali oleh Allah saja, maka tidak ada yang boleh memakai nama itu selain Allah Ta`ala.

Adapun nama-nama dan sifat-sifat yang secara makna umum juga dimiliki oleh setiap individu dengan kadar yang berbeda-beda, seperti al-Malik (Raja), al-Aziz (Yang Perkasa), al-Jabbar (Yang Memaksa), al-Mutakabbir (Yang Sombong), boleh untuk dipakai sebagai nama selain-Nya.

Allah telah menamai Diri-Nya dengan nama-nama tersebut dan menamai sebagian hamba-hamba-Nya dengan nama-nama itu juga. Misalnya,

قَالَتِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ

“Berkata istri al Aziz.” (QS. Yusuf: 5)

Dan Dia berfirman,

كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ

“Demikianlah Allah mengunci mata hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS. Al-Mu’min: 35)

Dan yang semisal itu. (Hal itu) tidak berarti penyerupaan, karena para pemakai nama tersebut memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan yang lain. Maka dengan ini bisa diketahui perbedaan antara penamaan Allah dengan lafal al-Jalalah (yaitu kata Allah) dan penamaan-Nya dengan nama-nama yang memiliki makna umum yang bisa dimililki bersama oleh banyak orang. Jadi tidak bisa dibandingkan dengan lafal al-Jalalah. Adapun ayat,

وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

“Hanya milik Allah asma-ul husna , maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu.” (QS. Al-A’raaf: 180)

Artinya: Membatasi kesempurnaan keindahan dalam nama-nama Allah Ta`ala, karena kata “husna” adalah isim tafdhil (adjektiva superlatif: bermakna paling atau maha). itu berarti sifat dari nama-nama itu, bukan pembatasan mutlak nama-nama tersebut bagi Allah Ta`ala, seperti dalam firman (Allah) Ta’ala,

وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 5)

Artinya membatasi kesempurnaan kekayaan dan pujian bagi Allah Ta`ala, bukan membatasi nama “al-ghaniyy” (yang kaya) dan “al-hamid” (terpuji) bagi Allah, karena selain Allah juga disebut “ghaniy” (kaya) dan “hamid” (terpuji).

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Salah satu lajnah ilmiah terkemuka di era sekarang ini, terdiri dari elit ulama senior di Arab Saudi, memiliki kredibilitas tinggi di bidang ilmiah dan keislaman.

Rujukan : Fatwa al-Lajnah ad-Daimah

Lainnya

Kirim Pertanyaan